Hope and all fear, will only make you fall into new problems. Therefore, try to dare to accept reality.
—UnknownSuara sejenis lonceng sepeda agar tak ada yang menghalangi jalan berdering keras memenuhi ruangan-menggema dalam ruang yang tadinya senyap sedari lima menit yang lalu. Lagi-lagi memimpikan masa kecil. Kata orang, mimpi adalah sebuah pertanda, tapi aku percaya mimpi adalah kenangan masa lalu yang melekat dalam ingatan.
Namun, ini terlalu sering. Terutama dengan Ayah.
Pagi itu, aku terbangun dengan dering alarm yang menggema. Tak ada yang mematikannya, berarti Ayah telah pergi ke lab seperti biasanya. Semenjak Bunda pergi, Ayah sering mendapat panggilan pagi-pagi buta dari tempat kerjanya, tapi Ayah tak pernah bilang itu sejenis panggilan untuk apa. Beliau hanya menjawab, Ayah ada panggilan, Yela tunggu, ya, nanti Ayah pulang kita beli es krim.
Padahal Ayah bukan seorang dokter atau ilmuwan, Ayah bilang dirinya hanya seorang tukang kayu. Pekerjaannya memotong banyak kayu dan memukulnya dengan palu, membuat gambar-gambar rumah, bahkan kliennya banyak yang dari luar negara. Ayah lupa bilang bahwa sebenarnya Ayah adalah seorang arsitek terhebat di dunia. Bukan hanya membuat rumah, Ayah juga pandai memasak dan berkebun. Bahkan akhir-akhir ini Ayah menggantikan posisi Bunda untuk mulai belajar memasak sayur-mayur. Ayah juga meniru kebiasaan Bunda-menjadikan kami seorang vegetarian dadakan.
Meski aku sibuk bersekolah, Kakak bekerja, dan rumah terasa sepi, beliau tetap meluangkan waktu untuk kami. Ayah akan menegaskan bahwa hari libur tidak untuk dipakai beristirahat merebahkan diri di atas kasur seharian. Beliau akan mengajak kami bertualang ke alam. Ayah bilang, refreshing itu salah satu bentuk istirahat. Biar tidak stress, sekalian bertualang. Walau jika ada Bunda pasti akan dimarahi. Bunda tidak suka kami kembali dengan baju yang kotor dan banyak goresan luka. Bunda selalu takut kami akan jatuh sakit sepulang bermain.
Masa-masa yang telah lalu itu terkadang membuatku rindu, bahwa kami pernah melalui banyak waktu bersama. Sayangnya, saat itu belum banyak yang menyadarkanku kalau semua bukan milikku. Aku terlalu bahagia, sampai aku tak tahu kalau salah satu dari kami bisa pergi kapan saja.
Aku menyibakkan selimut dan berjalan pelan ke luar kamar menuju dapur, hendak membuka kulkas mengambil sereal malah terhenti begitu mendapati secarik kertas tertempel di atas lemari. Kertas itu dari Ayah, secarik kertas sewarna laut dengan tinta merah bertuliskan; Ayah ada panggilan pagi-pagi, tidak tega membangunkan Yela. Hari ini harus sekolah ya, hari terakhir. Nanti sepulang Ayah kita lihat kura-kura, oke? Yela anak terhebat Ayah di dunia, makanya jangan takut untuk hari ini ya?
Aku menarik kedua sudut bibir, Ayah salah. Justru akulah yang memiliki Ayah terhebat di dunia.
***
Gemuruh ombak terdengar jelas, anak-anak bersorak-sorai di atas meja-berdiri saling meneriaki jagoannya. Siang ini di lapangan sedang panas-panasnya pertandingan voli antar kelas. Riuh, terlebih terik mentari menyaksikan mereka semakin bersemangat walau peluh sudah bercucuran.
Aku hanya melihat di sisi pohon mangga yang batangnya banyak dilewati semut merah, berteduh dari terik panas matahari. Sebenarnya aku hanya berlindung dari tatapan anak-anak lain dan panggilan guru olahraga untuk ikut bermain. Sebab, sepertinya di daerah sana banyak yang memusuhi. Dilihat dari tatapan mereka begitu, mungkin belum menerima apa yang terjadi tempo hari. Toh, mereka yang salah. Aku juga takkan pernah mau mengungkitnya lagi.
Ya, andaikata begitu. Sayangnya bola voli terlempar jauh ke arahku-mengenai lutut kaki dan terpantul satu kali. Salah satu anak perempuan yang berdiri tak jauh dari tempatku berlari mendekat, ragu untuk mengambil bola voli. Orang-orang yang sedang bermain juga ikut berhenti bergerak, semua pandangan mereka tertuju padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sonitum Maris
FantasyAku tidak bilang bahwa aku membenci laut. Aku hanya tak pernah suka berurusan dengannya. Namun, bencana tsunami hari itu membuatku harus berurusan dengan laut, sebab, gumpalan air itu mengubah hidupku. *** [ Hanya di-publish di Wattpad pada akun...