Bagian Satu: The Unconscious Beauty of Fear:

130 26 10
                                    

Seorang Kapiten

Life is a battlefield.
Drowny

***

GEMURUH OMBAK terdengar bersahut-sahutan, seolah berlomba untuk menghantam bebatuan dekat pasir lebih cepat. Perahu besar yang memiliki bendera pelayaran tampak seperti burung yang hendak terbang tatkala terkena angin. Para serangga bernyanyi, orang-orang berbicara, kemudian derit sepeda yang berhenti serta klakson kendaraan, aku berlari di tengah-tengah aktivitas yang sedang berlangsung.

Tidak ada yang lebih penting dari perasaan sesak yang menghantam hati ini. Rasanya sakit.

Melompati banyak keramba, menghiraukan orang-orang yang berteriak untuk berhenti—mengingatkan agar aku tak lari. Tidak, bukan aku telah mencuri. Hanya saja, lari dari sekolah untuk bisa mengadu sesekali tak apa? Lagi-lagi, mereka tertawa dan mengatakan bahwa aku anak yang tak punya orang tua. Dasar anak buangan. Semua terjadi ketika mereka mulai mengetahui sisi belakang yang beberapa tahun itu tertutup rapat. Aku tak memberi tahu siapapun. Aku menyimpannya sendiri. Karena repot kalau-kalau mereka tahu kemudian bersikap sok empati.

Perkelahian bagi sebagian orang dewasa adalah hal yang menyenangkan untuk dipertontonkan. Seperti adu tinju yang mempunyai permainannya sendiri secara tingkat internasional, atau kalah argumen yang membuat kedua lawan bertengkar-- yang kemudian para pendukung dari kedua kubu justru bersorak-sorai menikmatinya. Bagi mereka, itu adalah sebuah acara yang menyenangkan. Tak jarang orang-orang bilang mengeluhkan diri karena tak cukup uang untuk menontonnya. Miris sekali. Kenapa hal yang menyakiti diri sendiri justru tampak begitu asik untuk dilihat?

Tapi, mungkin ada sebuah pengecualian untuk akhir yang mengenaskan. Luka-luka timbul selepas orang tadi mencakar kulitku, menjambak rambut, dan meninju bagian wajah hingga meninggalkan lebam. Bekas cakarannya pun membuat robek baju seragam, belum lagi darah yang bercucuran. Luka fisik ini tak sepadan dengan ucapan konyol mereka padaku. Dan lagi, bukannya minta maaf karena bersalah, semuanya malah menyudutkan, seolah aku yang paling salah. Padahal aku juga terluka. Mungkin benar kalau orang-orang bilang bahwa uang adalah segalanya. Karena uang dapat membawa popularitas, karena yang mempunyai uang akan lebih terlihat dan dianggap istimewa. Apa orang miskin juga tak boleh mendapat hal yang sama? Kami sama-sama manusia. Kami sama-sama makan nasi. Tapi entah kenapa, masyarakat membuat tebing pembatas tinggi-tinggi, membuat aturan yang didukung banyak keunggulan—orang miskin kotor, orang miskin menderita, orang miskin tertinggal jaman, sedang orang kaya trendi, orang kaya berkelas.

Apa keadilan yang tertulis dalam undang-undang tak lagi berlaku?

Berlari lebih cepat, berbelok arah menuju gang yang dipadati banyak orang-orang berdagang, jalanan yang becek karena hujan semalam, juga lumpur yang membuat licin–aku terjatuh. Mereka menatapku sama seperti di sekolah.

Semua sama saja.

Oh, mungkin aku juga ada satu pengecualian untuk Ayah. Ayah adalah orang favoritku di dunia. Ayah yang bagiku seorang pahlawan, Ayah adalah pelindung.

Berdiri kemudian lanjut berlari, sampai menuju rumah seperti buku terbalik itu dan menemukan Ayah di kebun depan rumah tersebut, aku berhenti.

"Ayah!"

Rupanya, kedatanganku siang ini tidak membuat raut wajahnya gembira. Ada kejut dan khawatir di sana.

"Ye-la?"

Dengan deru napas yang menggebu-gebu, suara yang dikeluarkan tak kunjung terdengar. Terlalu panik dan takut dimarahi, tapi aku ingin bilang.

"Yela udah coba untuk jadi baik! Tapi kenapa mereka masih bilang gitu? Kenapa Ayah bohong? Yela kabur lagi dari sekolah!" Aku berteriak, membuat beliau berdiri dan mendekat. Aku berpikir, Ayah akan memukulku dengan sekop kebun yang dibawanya. Tapi ternyata tidak, duga-duga penuh takut justru membuat air mata jatuh membasahi pipi sesaat Ayah merentangkan tangan dan memeluk. Rasanya hangat. Jantung yang sedari tadi berdegup cepat, begitu dipeluknya aku merasa tenang.

Sonitum MarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang