Mataku membulat setelah mengingat seseorang dihadapanku ini. Ia adalah pria pembawa sendok di museum yang aku temui kemarin. Aku tak menyangka bahwa pria menyebalkan ini menjadi lawanku sekarang dalam memperebutkan kemenangan.
"Ya, di semi final ini akan terdapat pertandingan antara SMA Nusantara Satu melawan SMA Harapan Negeri. Perlombaan masih memiliki peraturan yang sama seperti sebelumnya. Tanpa basa-basi langsung saja kita mulai babak pertama!" ucap moderator. Pertanyaan pun muncul pada layar.
"Proses kondensasi sangat berperan dalam pembentukan perawanan yang menghasilkan hujan. Proses pembentukan perawanan diawali dari proses apa? Silakan dijawab SMA Nusantara Satu," kata moderator membantu membacakan soal.
"Evaporasi," aku menjawab pertanyaan tersebut.
"Yakin? Kita kunci jawabannya?" tanya moderator. Kami bertiga mengangguk.
"Ya benar! Evaporasi, empat poin untuk SMA Nusantara Satu," ucap moderator.Pertanyaan kembali muncul di layar dan dibantu dibacakan oleh sang moderator. Pertanyaan semakin lama semakin sulit untuk dipecahkan. Sayangnya tim kami salah satu dalam menjawab pertanyaan tersebut dan berakhir dimenangkan oleh SMA Harapan Negeri di babak pertama.
Aku kembali menatap lelaki pembawa sendok tersebut. Ia menatapku sinis. Aku mengembalikan tatapan sinis itu kepadanya, tetapi rautnya semakin menyeramkan dari sebelumnya. Perlombaan babak kedua dilanjut, moderator kembali membacakan soal yant tertera di layar. Di babak ini soal menjadi bersistem rebutan.
"Points on the production possibilities frontier are ..." moderator membacakan soal. Bel yang pertama kali berbunyi adalah milik kami.
"Ya silakan SMA Harapan Negeri,"
"Specialization," jawab mereka.
"Kunci jawaban?" tanya moderator. Mereka mengangguk.
"Ya benar, empat poin untuk SMA Harapan Negeri!"Suara sorakan dan pendukung dari peserta lain mulai bergemuruh dikarenakan mereka sangat kagum dengan SMA Harapan Negeri yang dapat menjawab pertanyaan berbahasa inggris yang tidak terduga sebelumnya.
Sepuluh pertanyaan telah selesai dijawab. Menyisakkan poin yang seri antara sekolah kami. Moderator kembali membacakan pertanyaan terakhir untuk semi final ini.
"Untuk pertanyaan terakhir, soal menjadi lima poin. Sebelum menjadi Munasprok, bangunan ini merupakan tempat tinggal milik ..." moderator membacakan pertanyaan.
Aku tak menyangka, ternyata soal ini yang akan menjadi pertanyaan terakhir dari babak semi final ini, aku memelajarinya kemarin saat di museum. Aku lebih tak percaya lagi kalau SMA Harapan Negeri sempat terdiam dan tidak langsung menekan bel seperti sebelumnya. Buru-buru aku menekan tombol bel yang ada di meja. Tetapi tak lama kemudian bel milik SMA Harapan Negeri berbunyi setelah aku menekan bel milik timku.
"Ya silakan SMA Nusantara Satu," moderator mempersilakan.
"Laksamana Muda Tadashi Maeda," tim kami menjawab.
"Apakah jawaban dari SMA Nusantara Satu tepat? Dan apakah mereka dapat memenangkan perlombaan ini? Atau justru pertanyaan akan dilempar ke lawan? Jadi jawabanya adalah ..." ucap moderator menggantung.
"Ya tepat sekali! Selamat SMA Nusantara Satu memenangkan perlombaan cerdas cermat kali ini dengan 128 poin!"Seluruh penonton yang ada di auditorium berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah kepada kami bertiga. Aku tak menyangka bisa memenangkan perlombaan kali ini yang biasanya dimenangkan oleh SMA Harapan Negeri.
Aku menatap pria pembawa sendok itu, kali ini ia hanya menatapku datar tanpa ekspresi dan langsung memalingkan wajahnya dari tatapanku. Aku hanya menjulurkan lidahku tanda mengejek pria itu karena ia sangat menjengkelkan, padahal aku sama sekali belum mengenalnya tetapi aku merasakan tanda tak suka padanya.
Keluar dari gedung tempat perlombaan, ada seseorang yang memberikan bucket bunga kepada Ardina. "Hai, selamat ya, ini buat kamu," kata seseorang lelaki yang aku tidak mengenal wajahnya, entahlah mungkin teman Ardina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenage Life
Teen FictionTeenage Life Berceritakan tentang permasalahan kehidupan remaja yang dimulai sejak SMA hingga memasuki lika-liku perkuliahan yang semakin rumit. Perasaan senang, sedih, haru, dan kekecewaan menjadi satu seperti menaiki roller coaster kehidupan. Ayar...