Bab 3 : Thirty Five

558 81 14
                                    

Tw // ⚠️ abusive (foto yang kurang pantas)
Harap untuk bijak dalam menyikapi!


































"Sini, tangannya diobatin dulu," cakap si sulung pelan, dan Lino pun mengulurkan lengannya, membiarkan lebam bekas pukulan itu terlihat jelas di mata sang kakak.

"Sini, tangannya diobatin dulu," cakap si sulung pelan, dan Lino pun mengulurkan lengannya, membiarkan lebam bekas pukulan itu terlihat jelas di mata sang kakak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Julian meneguk salivanya kasar. Ini baru di lengannya, dan ia tak tahu bagaimana keadaan di balik baju yang dikenakan si adik saat ini.

Tangan besarnya mengusap perlahan lebam membiru di lengan si adik dengan mati-matian menahan tangis. Luka di atas kulit putih itu nyaris menyebar ke seluruh bagian tubuhnya. Sama mengerikan seperti saat dulu ia dihukum cambuk oleh orang yang sama pula, sedangkan si empunya tubuh terus merunduk tanpa bersuara sedikitpun sedari tadi.

Beres mengobati lengan Lino, Julian pun segera mengobati bekas pecahan vas di kepala si adik dengan mengganti kasa serta obat merahnya. Dan ia bergumam pelan manakala melihat seberapa mengerikan bekas jahitan itu.

"Ya, Tuhan ..."

"Lino," panggil Julian pelan, dan wajah penuh lebam itupun terangkat, menoleh ke arahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lino," panggil Julian pelan, dan wajah penuh lebam itupun terangkat, menoleh ke arahnya. "Boleh aku tanya sesuatu?" ucapnya.

Yang diajak bicara tak langsung menjawab, ia memandangi wajah sang kakak selama beberapa detik, tapi kemudian mengangguk pelan, mengiyakan kalimatnya.

"Gitar yang pecah itu ... punya siapa?"

Pertanyaannya seketika kembali membuat si tengah merunduk, bahunya menegang dan Julian bisa melihat jika adiknya itu berusaha menahan tangis. "P-punyaku ..." cicitnya kecil dengan suara terdengar serak serta parau.

"Punyamu?" ulangi si sulung, dan anggukan kepala lemah itu menjadi jawabannya. "Kamu membelinya?" tanyanya lagi.

Lino mengangguk lagi seraya menjawab, "aku beli itu diantar Kak Chan kemarin buat ikut event musik besok lusa," tuturnya tersendat suara isak tangis lantaran kecewa.

Julian tertegun sesaat; jadi bangkai instrumen berwarna hitam yang hancur itu adalah gitar yang baru dibeli Lino?

Ya Tuhan ... dada si sulung merasa sesak. Besar kecilnya ia tentu sadar seberapa sedih yang dirasakan si tengah saat ini. Ia kehilangan kesempatan untuk mewujudkan mimpinya lagi.

Wake Me Up When September End's ✓ [Lee Know, Juyeon, and Felix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang