Prolog + Cast

38 9 8
                                    

*Note:
Cerita ini ditulis untuk mengikuti event Montaks Chalice #montakstaels #takeyourgenreout, yang akan berlangsung mulai 23 Mei hingga 23 September.

Mohon dukungannya!

***

Cerahnya langit sore ini mengapa tiba-tiba menyuram? Mendung datang bersama sekelebat bayangan seseorang di depan pagar rumah. Nerine menghela napas sebal, nyatanya bukan cuma bayangan, tetapi sosok Thara yang muncul tanpa permisi.

Memilin tali sling bag-nya kesal, gadis tujuh belas tahun itu memutar bola matanya malas saat menghampiri Thara. Kuliah sore atau ceramah apalagi yang bakal cowok sok baik itu tamparkan ke wajah Nerine kali ini?

"Kalau lo cuma mau ceramahin gue, mending gak usah repot-repot ngabisin tenaga. Gue enggak ada waktu buat dengerin teori sok tulus lo itu!" ketusnya begitu ia menggeser pagar besi berwarna hitam itu. Menatap Thara dingin. Namun, pemuda itu justru membalasnya dengan pandangan kecewa.


"Lo benar-benar berubah ya, Ne? Enggak seperti dulu lagi ..." getir Thara.

Nerine memasang tampang cuek, berdecak karena alasan yang sama. Lagi-lagi Thara bersikap seolah ia orang yang paling memahami gadis itu. Mereka berdua memang pernah dekat dan bersahabat baik, tetapi itu dulu. Sebelum Thara pindah sekolah dan sebelum misi memiliki kehidupan baru muncul di kepala Nerine. Sekarang mereka bahkan seperti dua kutub magnet yang saling bertentangan.

"Bukan urusan lo!" Tak ingin mendengarkan ocehan Thara lagi, ia pun berjalan melewati cowok itu. Toh ia sudah memiliki janji untuk berkumpul dengan anggota geng Queenis sore ini. Mengurusi bualan Thara sama saja dengan mengulur waktu.

"Bakal jadi urusan gue kalau lo sampai enggak punya hati lagi!" ujar Thara penuh penekanan.

Deg!

Dalam sekejap langkah gadis itu terhenti, ucapan Thara barusan terdengar begitu menusuk. Memangnya apa yang cowok itu ketahui soal hati seseorang? Bahkan saat hati Nerine hancur berkeping-keping ia tak ada di sana untuk menghiburnya. 


"Maksud lo?" Nerine memutar tubuhnya cepat, menghadapi Thara yang kini terlihat marah padanya.

"Ziara masuk rumah sakit karena percobaan bunuh diri. Harusnya lo tau kalau dia enggak baik-baik saja, bukan malah lo jadiin target bully!" bentak Thara, tak kuasa menahan emosi.

Bukan karena teriakan itu, atau tatapan marah Thara yang membuat Nerine memberontak, melainkan pengelakan tentang kondisi Ziara yang baru saja ia dengar. Mana mungkin gadis cupu itu mencoba bunuh diri jika saja Nerine dan teman-temannya hanya sekadar mengolok penampilannya? Tidak lebih.

"Lo bohong!" Nerine mengambil langkah mundur. "Pasti lo cuma mau bikin gue merasa bersalah!" elaknya.

"Terselah lo, mau percaya atau tidak! Gue cuma mau ngasih tau kalau sekarang Ziara dirawat di Rumah Sakit Permata Bunda," jelas Thara sekali lagi.

Nerine tahu betul, Thara paling pintar mengarang cerita. Hal itu sengaja ia lakukan untuk mengusik iba di hati Nerine, demi memancing simpati gadis itu tentang keadaan Ziara. Namun, Nerine bukan gadis bodoh yang mudah tertipu seperti dulu. Memercayai ujaran, 'semua pasti akan baik-baik saja ' seperti yang orang-orang katakan.

Akan tetapi, Thara juga tak terlihat sedang mengarang cerita. Tatapan kecewa dan emosi yang ia sajikan seolah menjadi jaminan kalau cowok itu tidak berbohong.

Butuh Dua Hal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang