Sesekali, aku akan melirikmu dari sudut mata.
Memandang sisi tubuhmu sekilas dalam diam.
Sebagai pengganti rasa canggung, aku akan menyelingi dengan mengedarkan pandangan asal di tempat yang tak asing ini.
Berdiri bersisian dengan tangan menggantung bebas di kedua sisi tubuh.
Hanya sekat udara dingin tak kasat mata yang menjadi satu-satunya penghalang semu di antara kita.
Sang aroma alami, petrikor, menguar menyelimuti keterdiaman masing-masing.
Tanpa suara percakapan, hanya ada derasnya hujan, langkah kaki, dan bisingnya lalu-lalang moda transportasi.
Entah mengapa saat ini aku ingin tertawa.
Bukankah ini lucu, ketika aku melihat banyak orang berlari tergopoh tanpa payung, tapi anehnya tak ada satupun yang tertarik untuk berteduh di sini.
Di tempat kita berdua.
Berdua? Benar, memang hanya ada kau dan aku.
Lagi-lagi, tempat yang sama dengan keadaan yang sama pula.
Kau, aku, hujan, dan halte bus.
Siapa pula yang bisa mengatur takdir selucu ini jika bukan karena Dia yang berkehendak.
Jika boleh memilih, aku pun tak mau selalu berdua bersamamu di bawah atap halte bus, mungkin.
Omong-omong, kali ini aku tak melihat tas gitar yang selalu kau selempangkan di pundakmu seperti biasa.
Padahal, entah bagaimana, aku rasa kau terlihat cukup keren dengan itu.
Aku cukup bertanya-tanya sendiri, hanya tak sanggup untuk sekedar membuka suara.
Ini lucu, memang aku siapa berani bertanya.
Aku kembali melirikmu dari sudut mata.
Kali ini aku melihatmu dengan detail.
Rambut pirang ikal yang sedikit panjang, mata kecil, tapi cukup tajam, rahang yang tak terlalu tegas, tapi entah mengapa itu cocok untuk wajahmu, serta raut muka yang tenang.
Aku tersenyum dalam hati.
Kau cukup tampan juga rupanya.
Lantas, aku buru-buru membuang pandangan.
Bisa mati aku jika tertangkap basah menatap dalam wajah orang asing.
Maafkan aku, tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memandangmu.
Maka untuk sekali lagi, aku melirikmu dalam diam.
Wajahmu terlihat lelah, apakah pundakmu menampung banyak beban?
Jika bisa, aku ingin menawarkan, ah, bukan, mungkin hanya sekedar basa-basi "apa kau baik-baik saja? Kau bisa bercerita kepadaku jika kau ingin" mungkin yang seperti itu.
Sebenarnya aku sedikit terusik dengan fakta bahwa sekali lagi aku hanya dapat menyimpan pertanyaanku dalam hati.
Kali ini, aku melihat arloji yang melingkar di pergelangan kiriku.
5 menit lagi bus akan datang. Maka, 5 menit lagi kau akan pergi.
Hanya aku yang akan menunggu bus selanjutnya dengan jalur yang berbeda.
Selalu seperti ini, berputar pada poros kejadian yang sama.
Kali ini hatiku sedikit meracau tidak terima.
Ketika bus sudah terlihat di ujung jalan, seketika pikiranku berkecamuk.
Apa yang harus aku lakukan?
Sekarang atau tidak sama sekali.
"Tunggu!"
Kau pun menoleh.
Akhirnya aku tahu siapa namamu.
Kau Lee Giwook, dan kau seorang bassist.
Aku kembali tertawa pada takdir.
Aku bahkan mengenalmu dengan cara yang tidak biasa.
Aku menjadi tak sabar menanti takdir apa lagi yang akan kita hadapi kedepannya.
.
.
.
.
.Yey tidak angst
Hehe semoga suka yaa cutiepawstt ~ 💙💙💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Einfache Geschichte (ONEUS + ONEWE)
Fanfiction⚠ BL ⚠ - Flash Fiction, atau cerita super pendek. - Baku Cover by me