IV

1.4K 142 22
                                    

Langit berubah dari hitam menjadi lebih hitam. Aku punya firasat yang tidak baik di sini.. Semoga aku tidak dipanggil karena ulah adikku itu.

Sebuah gedung putih tinggi dan luas dengan 15 anak tangga kecil di depannya. Dan tentunya terlihat sangat mewah. Kalau dilihat dari luar, kelihatannya gedung ini bertingkat 2, lebih sederhana dibandingkan rumah-rumah lain. Beberapa dindingnya terlihat agak retak, memberikan kesan rapuh ke gedung itu. Gedung ini mungkin besar, namun hanya sedikit orang yang tinggal di dalamnya. Hanya 3, sang pemerintah dan kedua anaknya.

Sepi, seperti biasa. Tidak ada penjaga yang berlalu lalang di sini. Siapa yang mengenal kata "Penjaga"? Mungkin hanya beberapa orang. Beberapa lampu sudah menyala karena hari yang mulai gelap. Suasananya selalu mencekam. Ada rumor kalau kedua pembunuh kesayangan pemerintah tinggal di sini. Walaupun hanya rumor, semua orang menganggap hal itu benar. Yah.. Kebanyakan juga setiap orang yang ke sini pasti sekilas melihat mayat-mayat segar bertebaran di luar gedung, atau bahkan di dalam gedung.

Seperti ini yabg satu ini, ada mayat yang sudah kehilangan kedua matanya. Lihat? Hanya ada kepalanya. Aku tidak tau di mana badannya. Ekspresi wajahnya terlihat sangat kaget. Bagian kiri kepalanya kelihatannya agak hangus. Kasihan pria ini..

Aku melangkahkan kedua kakiku dengan perlahan. Degupan jantungku agak lebih cepat dari biasanya. Ini kedua kalinya aku ke sini. Yang kepertama saat orang tuaku diberi hukuman untuk ditahan.

Pintu utama yang merupakan besi tipis dengan mudah kubuka. Kosong. Ruangan besar ini kosong. Ada banyak lampu gantung di langit-langit. Dindingnya berwarna putih telur. Ada beberapa ornamen menghiasi dinding-dinding. Sebuah tangga putih terletak di sebelah kiri ruangan. Akupun menaiki tangga itu. Di ujung tangga terdapat sebuah koridor dengan jendela-jendela di sebelah kirinya, memperlihatkan langit yang gelap dan hitam.

Kupelankan langkah-langkah kakiku. Hawa disini terasa berat.

"Ah, ah, GWAAAAA! Lepas, lepas! Sakit.. Sakit! HWAAA!"

Sebuah teriakan terdengar dari pintu yang ada disebelah kananku. Kuhentikan jalanku. Sepertinya teriakan seorang anak laki-laki. Kuteguk ludahku.

"Hei! Jangan banyak gerak gitu! Susah tau jadinya! Elah.." Sekarang suara perempuan. Masih dari tempat yang sama. Pintu itu mendadak terbuka. Keluar seorang anak laki-laki yang kurang lebih berumur 10 tahun. Mata kirinya terlihat sangat lebam dan membiru. Kepalanya tertancap serpihan-serpihan kaca yang besar. Bajunya sudah robek-robek dan bernodakan darah miliknya sendiri. Ia berjalan terhuyung-huyung ke arahku. Ia lalu berlutut dihadapanku, dan memeluk kedua kakiku dengan lemah.

"Bantuin kak.." Ucapnya pelan. Terdengar isakan kecil darinya.

"Heh! Main kabur-kaburan aja kamu!" Seorang perempuan berkuncir satu melangkah keluar dari ruangan. Anak itu pun memeluk kakiku lebih erat. Aku membeku, tak tau harus berbuat apa dalam situasi seperti ini.

"Hei, hei.. Ngapain kamu meluk-meluk kaki orang!?" Perempuan itu langsung menarik baju anak itu. Pelukan anak itu pun terlepas. Terlihat air mata mengucur dari kedua matanya.

"Urusan kita belum selesai tau.. Kamu mau cepat-cepat atau lama-lama?" Perempuan itu memandang sang anak dengan tatapan yang dingin. Anak itu hanya terdiam.

"Kasihan ya kamu.." Ucap sang perempuan. Diangkatnya anak itu tinggi-tinggi, lalu dilemparnya keluar melalui jendela. Kaca jendela itupun pecah. Sang anak terjatuh ke atas tanah, tidak bergerak.

"Kamu.. Yang dipanggil kan?" Perempuan itu sekarang menatapku.

"I-iya.." Mengerikan sekali..

"Cepetan, jangan lama-lama.." Perempuan itu langsung masuk lagi ke ruangan tadi. Ia tutup pintunya rapat-rapat.

Pohon Abadi [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang