Antara Kaya dan Hidup Standar

23 6 0
                                    

Sore ini senja begitu indah, semburat langit oranye menjadi pemandangan yang memanjakan mata apalagi bila disambi dengan menyeruput kopi.

Tak terkecuali untuk Esya dan Cantika
Mereka berencana untuk ngopi disalah satu Kedai Kopi Kulo, kedai favorit mereka. Esya selama kurang lebih 15 menitan sudah menunggu Cantika di kedai tersebut.

"Sya." Esya tersenyun lebar pada perempuan yang daritadi ditunggunya.

Cantika datang dengan balutan rok dan kemeja casual khas orang kantoran. Iri, hanya itu yang bisa Esya rasakan.

"Hai can, gimana hari ini kerjaan lo?"
Tanya Esya basa-basi atau memang penasaran? Entahlah rasanya Esya selalu berharap bisa bekerja seperti sahabat karib nya tersebut.

"Biasalah, hahaha" Cantika tertawa renyah dan Esya pun ikut tertawa.

"Eh, btw gimana kalau lo sya?"
Esya hanya tersenyum pahit mendengar pertanyaan itu.

"Biasa aja, bosenin dirumah terus. Gue pengen keluar dan kerja kantoran kaya lo malahan."

"Lah, kok bisa si? Malah gue pengen dirumah kaya lo, enak bisa langsung rebahan kalo selese kerja." Esya tertawa mendengar pernyataan temannya.

Tidak ada bersyukur nya memang manusia pikir Esya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa lo sya?"

"Sedih banget ya hidup standar kaya kita. Dilahirkan dari keluarga yang ekonomi nya standar, pendidikan nya standar, bahkan gaji nya pun standar. Standar UMR." Esya tertawa garing mendengar ucapan nya sendiri, sedangkan Cantika menggelengkan kepalanya mendengar ucapan sahabat nya itu.

"Tapi, lo sadar enggak si, sya? Bahkan stress kita juga standar. Enggak seberat orang-orang yang punya jabatan tinggi. Semakin tinggi pohon semakin stress bund."

"Hahaha, iya si can. Tapi pernah enggak si lo mikir pengen resign dan buat StartUp, I mean punya usaha sendiri dan bukan malah bikin bos lo tambah kaya." Cantika terbatuk mendengar pertanyaan Esya yang menurutnya agak konyol tapi benar juga.

"Hahaha, pernah lah sya. Tapi lu kadang mikir enggak si? Orang-orang yang jabatannya sekarang diatas banget. Bahkan sekelas CEO,Direktur, atau founder itu sebenernya awal-awal merintis usaha yang mereka cari bukan keuntungan dulu." Esya menyeritkan dahi mendengar pernyataan sahabat nya itu. Ia memajukan dan membetulkan posisi duduknya, ia rasa saat ini pembicaraan mereka akan lebih seperti deeptalk.

"Kok bisa kaya gitu can?"

"Yap, lo sadar enggak si sebenernya kunci kesuksesan itu semakin banyak memberi semakin banyak cuan. Memberi itu enggak cuma harta kan? Nah orang-orang sehebat Bj. Habibie aja yang mendasari kesuksesan dan kekayaan beliau adalah keinginan untuk memberi dampak positif kepada masyarakat."

"Gue masih kurang paham can, coba lo jelasin lagi." Cantika tertawa kecil melihat ekspresi Esya yang lebih seperti anak 12 tahun yang bertanya pada ibu nya.

"Gini ya, menurut gue kalau kita bilang orang-orang sejenis Bill Gates, Mark Zuckeberg, atau mungkis Steve Jobs itu gila harta menurut gue itu enggak sepenuh nya benar. Karena awal mereka merintis usaha dan karir mereka itu menjawab dari banyak nya keresahan dan kebutuhan masyarakat. Lo bayangin aja kalau microsoft enggak ada, Facebook enggak ada, atau Iphone enggak ada itu kaya gimana. I mean saat ini mereka dapat cuan itu karena "apresiasi" masyarakat luas terhadap usaha dan inovasi mereka. So they deserve it."

"Oke, gue sekarang paham. Terus balik lagi ke pertanyaan pertama. Lo enggak pengen resign dan buat perusahaan sendiri?" Cantika terdiam sesaat lalu menghela nafas.

"Menurut gue si ya can. Kalau kita belum tau inovasi dan rencana jangka panjang nya kaya apa, itu semua terlalu beresiko. Gue enggak masalah kok hidup standar-standar aja kaya gini, karena emang ini yang berhak gue dapatkan dan gue bahagia. Selama kita bahagia dengan peran kita dalam hidup. Itu semua udah lebih dari cukup kan?" Cantika tersenyum dan menyeruput coffe latte. Esya mengangguk-anggukan kepala nya tanda setuju pada pernyataan Cantika.

"Bener can, setiap orang punya perannya masing-masing dalam hidup ini. Hidup standar atau kaya selama kita bahagia. That's enough"

"Yup, bener sya. Yang penting kalau lo atau gue atau siapapun punya inovasi dan bisa jawab keresahan dan kebutuhan masyarakat yaudah lakuin aja. Kalau kita emang enggak punya yaudah bantuin orang lain atau perusahaan kita buat jawab kebutuhan itu."

Esya dan Cantika sama sama tersenyum. Sore kali ini terasa menyenangkan untuk mereka setelah deeptalk yang mereka lakukan.

End

#30HariKonsistenMenulis
**
Fyi, mungkin ini enggak bahas tentang kesehatan mental. Tapi, aku harap ini bisa jadi jawaban kalian kunci dari sukses itu apa, dan kalau kalian merasa hidup kalian standar-standar aja itu enggak masalah sama sekali.

Terimakasih untuk yang sudah membaca, vote, atau komen.



Kumpulan Cerpen: Healing Your FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang