Kiena mengendap-endap tatkala ia mulai membuka pintu rumah, netranya menilik jam dinding di atas lukisan laut karyanya. "Fiuh, masih pukul sembilan," gumamnya kembali menutup pintu rumah. "Semoga aja Bunda lagi pergi, biasanya jam segini Bunda 'kan lagi di toko." Ia menghela napas lega, mulai menapaki anak tangga menuju kamar.
"Kiena Falisha, kok jam segini udah pulang?"
Kiena menepuk dahinya sendiri, sejenak ia melupakan fakta jikalau Bundanya itu sangatlah peka. Dan sialnya ia juga lupa, aroma parfumnya sangatlah menyengat sebab terlalu banyak menyemprotkannya tadi pagi. Kiena menoleh, tersenyum tipis seraya mengangguk sekali. "Hai Bunda, apa kabar?"
"Jangan bilang kamu bolos, lagi?"
"Enggak Bunda, aku enggak bolos. Tadi sekolahnya kena gusur pemerintah gara-gara masuk kawasan hutan yang dihuni komodo, jadi demi kepentingan warga sekolah untuk sementara kita libur Bunda. Apa ya, itu namanya-heeem, oh iya! Sekolahnya daring, belajar di rumah Bunda."
Citra menaikkan satu alisnya dengan kedua tangan di lipat di depan dada, berjarak sekitar tiga meter dari putrinya. "Tapi di sekolahmu depan-belakang, samping kanan-kiri itu jalan dan bangunan semua Kiena. Enggak ada hutan, apalagi komodo. Jadi jangan ngarang."
Tatapan Kiena menunduk seketika, awalnya ingin melucu, namun entah mengapa suasananya jadi mencengkam seperti ini. Apalagi setelah mendengar jawaban dan nada suara Citra, sudah dapat dipastikan wanita itu marah padanya.
"Maaf Bunda, aku bolos karena gurunya nyebelin. Kali ini beneran Bunda, aku enggak bohong. Dia guru baru yang jadi pengganti Pak Cipto. Udah galak, sok ngatur, sok ganteng lagi. Dih, padahal mah biasa aja. Gantengan juga Pak Cipto ke mana-mana. Pokoknya nyebelin, deh."
"Bunda tanya alasan kamu bolos, sayang. Bukan tanya tentang gurunya."
"Lho, itu tadi karena gurunya nyebeli-"
"Jadi kalau gurunya nyebelin setiap hari, kamu juga bakal bolos setiap hari?"
Lagi-lagi Kiena hanya bisa menunduk, kini lebih dalam. Tak ada niatan untuknya membantah sang Bunda, ia tak ingin menyulut kemarahan wanita itu. Kiena sadar betul bahwa di sini ialah yang salah, sepenuhnya.
"Jangan suka bolos lagi, Kiena Falisha... Bunda enggak pernah mau kamu jadi anak nakal kayak gini. Bunda enggak pernah ngajarin kamu buat bolos sekolah 'kan?" Kiena menggeleng sebagai jawaban, masih dengan menundukkan kepalanya. "Nanti kamu dimarahi Ayah kalau begini terus." Kiena refleks mendongak begitu setetes cairan bening membasahi punggung tangannya sebelum Citra mendekapnya dalam pelukan hangat.
"Bunda jangan nangis, aku minta maaf, Bundaaa, janji enggak akan bolos lagi." Falisha melepaskan pelukan Citra, dengan rasa bersalah mengusap air mata Bundanya. "Pipi Bunda kenapa? Kok—merah?"
"Eh, Bunda enggak kenapa-kenapa kok, mungkin kena pewarna makanan. Tadi Bunda sempat coba-coba resep baru." Citra mengusap pipi kanannya, sejujurnya ini agak perih, namun seulas senyum agaknya berhasil menyingkirkan rasa curiga putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like Butter-New Version✓
Fanfic❝Like butter that melts when I'm near you.❞ Tak pernah terlintas dalam pikiran Reyan, sekalipun untuk menerima perjodohan yang kedua orang tuanya inginkan. Apalagi dengan anak didiknya sendiri, Kiena Falisha, siswi baret tiga SMA Wijayakusuma. Hubun...