Namanya Lee Heeseung.
Rumahnya hanya berjarak empat meter dari rumah Riki dan setiap pagi Riki bisa melihat pemuda itu keluar dari rumahnya untuk pergi berangkat ke kampus. Riki juga bisa lihat saat Heessung menjemur pakaian, menyapu halaman, atau hanya sekadar duduk-duduk di teras bersama abangnya untuk mengobrol.
Dalam kata lain, Heeseung dan Riki bertetangga dengan rumah mereka berdua yang saling berhadapan.
Dari awal keluarga Riki pindah ke area perumahan ini--sudah hampir sepuluh tahun yang lalu--Riki selalu mengakui bahwa Heeseung itu cantik. Pipinya tembam. Hidungnya mancung. Sungguh definisi sempurna dari kata 'indah'.
"Pagi, Riki."
Kalimat sapaan itu terlontar dengan merdunya dari bibir sang tetangga tercantik yang pernah Riki miliki. Sapaan tersebut berhasil membuat Riki menjadi sejuta kali lebih baik daripada hanya dengan melihat Heeseung dari balik jendela kamarnya.
"Um, pagi juga, Kak," sapa balik Riki. Dia mengeluarkan sepeda motornya yang baru berusia tiga bulan (hadiah ulang tahun yang sudah ia minta-minta) itu ke depan rumah. "Mau berangkat ngampus, Kak?"
Heeseung mengangguk. Beberapa helai rambutnya bergoyang karena gerakannya.
Riki ingin sekali menyentuh rambut itu. Menepuk-nepuknya lembut, merasakan bagaimana sensasinya di antara sela-sela jarinya.
"Iya, nih. Lagi nunggu abang gojek." Heeseung tersenyum sembari agak meringis. Di tangannya, Riki bisa melihat ponsel yang menyala. "Kayaknya dia kejebak macet di depan rumah sakit."
Riki menanggapinya dengan angguka ringan sebelum dia menyadari sesuatu. "Eh, Kak, mau bareng sama aku?" Riki menepuk-nepuk jok belakangnya yang kosong. "Aku udah punya helm dua, lho. Aman, nih."
Tawaran Riki itu serius, tetapi entah kenapa Heeseung malah tertawa. Tawa yang cantik, hanya saja Riki tidak mengerti.
"Hahaha, nggak usah Rikii." Mata Heeseung menyipit sampai memventuk bukan sabit menggemaskan. "Kampusku, tuh, jauh tau! Kamu juga mau sekolah, kan? Masa nganterin aku dulu, yang ada kamu nanti telat!"
Urgh. Riki benci sekali dengan peraturan masuk jam tujuh.
"Ah, iya juga." Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil menyalakan mesin motornya. Sialan memang, dia tidak mungkin bolos untuk hari ini karena mau ulangan harian. "Kalau gitu, aku berangkat duluan ya, Kak Hee."
Heeseung tersenyum. Cerah sekali. Hati Riki lemah. "Iyaaa, hati-hati di jalan ya~"
Di perjalanan, Riki sibuk menendang bawah motor matic-nya. Percuma punya motor kalau tidak bisa barang sekali membonceng sang tetangga.
.
.Andai saja Riki terlahir lima tahun lebih tua daripada usianya yang sekarang, apakah mungkin Lee Heeseung sudah ada di jok belakang motornya dan menggenggam erat kedua sisi pinggangnya?
Empat tahun terasa terlalu jauh bagi Riki kepada Heeseung.
Heeseung itu menarik. Riki tidak menyangkal fakta bahwa ketika ia mulai memahami sepenihnya konsep dari cinta, yang dia berani bayangkan dengan sangat utuh hanyalah sosok manis dengan rumah tepat di depannya. Bahkan ketika ia mencoba mencium seorang gadis di tahun ketiga SMP-nya, Riki hanya mendapati mual dan tiada hentinya teringat bagaimana saat Heeseung mengoleskan lipbalm di bibirnya ketika tengah berkaca di kamar.
Apakah Riki menguntit?
Huh, tidak juga. Kamar Heeseung dan Riki berhadapan, sudah ia bilang tadi. Heeseung suka membuka lebar gorden kamarnya, memberi Riki akses penuh mengenai apa yang tengah dilakukan sang anak kuliahan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restricted.exe • All x Heeseung
Fanfictionselamat datang ke sistem Heeseung centric! . all x hee oneshoot compilation.