uza_4.zip.pdf.webm

1.9K 236 38
                                    

Heeseung mengoleskan salep ke lehernya sambil berdecak. Begitu jarinya menyentuh luka lecet di atas kulitnya, dia meringis.

"Sialan memang tiga dedemit itu," decihnya marah. Dia tidak bisa memasang dasinya terlalu ketat lagi karena lecetnya begitu mengganggu. "Bilangnya memilih yang paling nyaman, tetapi tetap saja ditarik-tarik sesuka hati."

Heeseung menutup salep penyembuh lecetnya. Ia menatap refleksi dirinya sendiri di cermin toilet kamarnya.

Entah bagaimana orang-orang di rumahnya tidak ada yang menyadari perbedaan dari Heeseung.

Lehernya menunjukkan luka-luka lecet yang jelas. Jalannya terkadang sedikit tertatih—berengsek memang si Trio itu karena sembarangan menariknya ke sana kemari sehingga kakinya terkilir. Jam pulangnya jadi jauh lebih terlambat.

"Huft." Heeseung menepuk kemeja seragamnya. "Bagus kalau tidak ada yang sadar. Ayah dan Bunda ... aku bahkan tidak bisa membayangkan reaksi mereka."

Akan tetapi, Heeseung kembali berpikir. Bagaimana reaksi orang tuanya jika tahu anaknya menjadi 'mainan baru' dari tiga murid paling berkuasa di sekolah?

Minggu ini tepat sebulan Heeseung pindah dan keadaannya belum membaik. Ia masih jadi bahan olokan dan mainan dari Trio Bangsat dan Heeseung juga sudah malas untuk meminta mereka berhenti menciumnya sesuka hati.

'Kan, tidak mungkin dia hajar lagi. Baru sebulan dia bersekolah. Kalau sampai dikeluarkan, Heeseung tidak mau homeschooling.

Lamunan Heeseung terhenti karena alarm di jam tangannya berbunyi. Dia menoleh.

"Ah, sudah waktunya berangkat."

Ia keluar dari kamar mandi. Sambil mencangklong tas ranselnya, ia keluar dari kamar. Di jendela tadi terlihat bahwa langit diwarnai dengan awan kelabu, sepertinya sebentar lagi hujan.

Dia berharap kecil bahwa si Trio tersambar petir di perjalanan menuju sekolah.

.

.

Lantai koridor sekolah becek sekali dan Heeseung bisa lihat ketua OSIS sekolahnya,  Yang Jungwon, tengah membereskan meja khusus di mana terdapat berkotak-kotak tisu.

"Silakan ambil tisu di sini bila kalian merasa perlu!" Pemuda itu berteriak. "Siapapun boleh ambil! Jangan ke kelas dalam keadaan basah kuyup!"

Heeseung tidak punya pilihan. Sekalipun dia tidak basah kuyup, kepalanya terkena guyuran air hujan saat tengah memasuki gerbang. Dia harus mengeringkannya sedikit.

"Halo, Kak Heeseung." Jungwon menyapanya. Heeseung tersenyum.

Pemuda itu jelas mengenalnya; selain karena dia yang memberikan tur sekolah ke Heeseung, tidak ada alasan untuk tidak kenal Heeseung. Ulah tiga anak setan itu terlalu berefek ke reputasinya.

"Hai, Jungwon. Aku ambil tisunya, ya." Heeseung mengambil lima lembar tisu. Fuck trees, dia hanya ingin kering. "Terima kasih."

Jungwon mengangguk sebelum dia menjentikan jari. "Ah, Kak, aku baru ingat. Aku punya satu handuk kecil untuk mengeringkan wajah yang masih bersih di lokerku. Kakak bisa pakai itu!"

Mata Jungwon bersinar dengan semangat selagi Heeseung tengah mengacak-acak rambutnya sendiri untuk mulai mengeringkan.

"Eh? Tidak perlu." Heeseung menggeleng-geleng. "Kau harus mengambilnya terlebih dahulu di loker. Tidak apa, aku pakai tisu cukup, kok."

Jungwon menatapnya dengan bersikukuh. "Rambut Kak Heeseung kupikir lebih basah dari yang seharusnya. Lehernya juga! Pakai handuk akan jauh lebih kering—"

Restricted.exe • All x HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang