influenza.wav

1.4K 103 1
                                    

"Hatchim!"

Jungwon tidak bisa fokus ke tugas yang diberikan dosennya ketika suara bersin itu terdengar tak berhenti dari kamar di sebelahnya. Dengan menghela napas, Jungwon membanting pulpennya dengan sedikit kasar sebelum ia bangkit dari tempat duduknya. Dia membuka salah satu laci di meja nakas samping kasurnya lalu berjalan keluar dari kamarnya.

Langkah kakinya telah membawanya ke pintu kamar 327, kamar yang terletak tepat di sebelahnya.

"Kak Heeseung? Kamu oke?"

Terdengar ada suara tarikan ingus yang membuat Jungwon mengernyit kecil sambil tersenyum tipis. Tak lama setelah itu, Jungwon mendengar suara kunci pintu. Begitu pintu terayun terbuka, dia bisa menemukan seorang pemuda dengan perawakan tinggi langsing langsung berhadapan dengannya.

"Jungwon?"

Suara pemuda yang dipanggil 'Heeseung' itu parau dan membuat Jungwon meringis sendiri.

"Pilek berat, ya, Kak?" Jungwon bertanya. "Aku boleh masuk?"

"Aku lagi pilek." Heeseung tidak terlihat menolak, tetapi raut wajahnya menunjukan kekhawatiran yang di mata Jungwon menggemaskan. "Gak apa-apa?"

Jungwon tertawa. Dia mengangkat benda yang tadi dia ambil dari mejanya--sebuah kantong berisi bubuk teh yang diberikan neneknya sebelum ia masuk asrama. "Aku ada teh herbal, bisa bantu melegakan hidung yang mampet pas pilek. Aku mau buatin Kakak."

Setelah Jungwon masuk atas perizinan Heeseung, dia langsung berjalan menuju sudut kamar tempat Heeseung biasa menyimpan teko air dan peralatan makan lainnya. Jungwon sudah berkali-kali masuk ke kamar Heeseung sampai di mana ia sudah menghapal seluruh titik di kamar ini. Beberapa teman dekat mereka meledek bahwa Jungwon dan Heeseung harusnya tinggal 'satu atap' saja yang hanya ditanggapi oleh tawa dari keduanya.

(Yah, meski Jungwon dalam hati mengaminkan.)

"Kamu gak perlu repot-repot--Hatchi!" Ucapan Heeseung terputus oleh bersin keras. Jungwon merasa kasihan dengan kondisi kakak kelasnya ini. "Aku takut kamu ketularan kalau ada di kamarku. Lagi banyak virusnya, aku lagi pilek berat, nih."

"Imunku bagus, kok, Kak." Jungwon menyeringai kecil sambil menuangkan air bersih dari galon ke teko pemanas air milik Heeseung. "Kakak duduk aja di kasur. Aku buatin tehnya. Udah makan sama minum obat, kan?"

"Euhh, udah tadi," jawab Heeseung. Jungwon bisa mendengar suara langkah kakinya yang sedikit diseret sebelum ia melihat dari sudut matanya bahwa Heeseung sudah kembali duduk di atas kasurnya. "Suara bersin aku kedengeran sampai kamar kamu, ya?"

"Huum." Jungwon menyalakan teko pemanas air. Setelah memastikan bahwa teko tersebut sudah mulai memanaskan air di dalamnya, ia mendudukan dirinya di kursi belajar Heeseung dan menatap lurus pemuda tersebut.

Sedih sekali, mata yang biasanya terlihat besar dan cerah itu kini sedikit memerah dan sembab karena flu. Hidungnya yang ramping itu kini telah berubah warna jadi merah padam dan berair. Rambut keabu-abuannya berantakan dengan banyak helai yang mencuat ke segala arah. Heeseung selalu menatap rapi penampilannya sehingga ketika melihatnya sekacau ini membuat Jungwon sedih dan prihatin.

"Maaf, ya, kalau aku berisik." Heeseung bersandar di dinding dengan tubuh terbalut selimut tipis. Jungwon ingin memeluknya erat, pemuda itu terlihat seperti boneka beruang yang besar terlepas dari keadaannya yang sedang tidak sehat. "Untung Jay lagi gak di asrama jadi dia gak perlu denger suara bersin aku."

Jay adalah penghuni kamar di sebelah kiri kamar Heeseung. Dia adalah pemuda yang baik, ramah, dan suka memasak, namun Jungwon kurang menyukainya karena Jungwon tahu anak itu juga menaruh perhatian lebih ke Heeseung. Meski begitu, Jungwon tidak pernah berani mengutarakannya secara langsung karena dia sendiri juga masih harus berhubungan baik dengan Jay yang notabene tetangga asramanya.

"Gak berisik, kok. Wajar kalau orang flu terus bersin-bersin." Jungwon kembali beranjak dari tempat duduknya begitu teko pemanas airnya mulai mengeluarkan uap. Sedikit lagi seharusnya airnya sudah mendidih dan bisa ia gunakan. "Kayaknya kemarin belum separah ini ya, Kak?"

"Kemarin gak sampai segininya. Mungkin ya emang akunya aja yang kurang istirahat." Heeseung meringis sambil menyeka hidungnya. "Banyak--shrooot--banget tugas. Aku baru tidur jam dua pagi hari ini."

"Ckck, dasar anak tahun terakhir." Jungwon terkekeh. Dia menyeduhkan bubuk teh herbal itu dengan air panas yang baru mendidih dari teko. Setelah diseduh, ia memberikan satu bongkah gula batu yang juga tersedia di kantong yang ia bawa dari neneknya. Ia mengaduknya sampai larut, menuangkan teh tersebut ke sebuah mug warna kuning gading, dan meletakan mug tersebut ke atas nampan untuk ia bawa ke Heeseung.

"Jangan terlalu di-push Kak. Jangan sampai capek," ujar Jungwon. Ia membawa teh tersebut dengan perlahan. "Hati-hati. Ini masih panas banget. Mau aku tambah es batu sedikit?"

"Makasih Jungwon. Bakal aku usahain abis ini buat gak terlalu capek." Bibir Heeseung memb.entuk senyum sebelum matanya melebar sedikit begitu Jungwon menyajikan tehnya dengan kehati-hatian. "Boleh pake es lagi. Ini kayaknya panas banget nget nget."

Wajah Heeseung terlihat sangat polos saat mengatakannya. Jungwon ingin mencubit pipinya, tetapi ia lebih memilih mengangguk dan mengambilkan es batu dari kulkas kecil yang ada di kamar Heeseung. Dia hanya mengambil empat kubus es batu dan menambahkannya ke cairan teh Heeseung.

"Silakan diminum, Kak." Jungwon membuat pose membungkuk ala kerajaan yang direspon oleh kekeh kecil Heeseung.

"Makasih Jungwon. Kamu bener-bener ya, harusnya gak perlu repot--HATCHIM!"

Mug di tangan Heeseung bergerak hebat dan menjatuhkan cairannya yang masih panas itu ke permukaan kasur dan Jungwon hanya tersenyum.

Oke, sepertinya selain membuatkan Heeseung teh, job desk-nya bertambah satu.


.

Jungwon tahu, apapun yang terjadi ia akan selalu ada untuk Heeseung.

Heeseung. Kakak kelasnya yang baik hati. Orang pertama yang menyambutnya ketika Jungwon baru pindah ke sekolah berbasis asrama ini. Orang yang mau repot-repot membantunya memahami isi sekolah barunya dan sampai membuatnya dipilihkan kamar di sebelah pemuda ini agar 'tidak ribet'.

Jungwon jatuh suka saat pertama kali melihatnya, jatuh hati ketika mendapat tawaran bersebelahan kamar, dan jatuh cinta di dalam keseharian yang mereka jalani.

Tidak lama lagi Heeseung akan lulus dan Jungwon merasa hampa.

"Kalau mau balik ke kamar, keluar aja ya, Won." Suara parau Heeseung kembali terdengar. Pemuda itu kini sudah berbaring di atas kasurnya--lampu kamarnya sudah dimatikan dan pencahayaan hanya berasal dari lampu malam di  meja belajar. "Makasih udah jengukin aku."

Oh, Heeseung tidak akan tahu seberapa ingin Jungwon menghabiskan lebih banyak waktu sebelum berpisah dengan pujaan hatinya.

"Oke, Kak." Jungwon ingin menginap, tetapi dia tahu Heeseung akan mengomelinya. Heeseung tidak suka membuat orang lain repot, padahal Jungwon bersedia lebih dari apapun untuk direpoti. "Tidur, Kak."

"Iyaaa." Heeseung menoleh ke arah Jungwon dan tersenyum manis. "Aku tidur duluan ya, Jungwon. Selamat tidur."

Di bawah pencahayaan remang dengan matanya yang sayu dan wajahnya yang terlihat agak pucat khas orang sakit, Jungwon masih menganggap Heeseung itu lebih dari indah.

"Selamat tidur, Kak. Semoga cepet sehat."

Mungkin Jungwon tidak akan beranjak dari kamar ini sampai besok pagi. Toh, besok ia tidak ada kelas.

(Dan untuk keesokan harinya ia juga sudah mempersiapkan mental bilamana keadaan Heeseung sudah membaik dan ia habis dimarahi oleh kakak kelas merangkap orang yang ia sukai tersebut.)

.

influenza. wav : selesai

.

A/N  : Demi deh ini aneh banget aku juga gatau nulis apa.

Ini ditulis pada 27 Februari 2023, hari Yangsseung hehehe. Selamat hari Twinz/Yangsseung guyssss, Yangsseung jaya jaya jaya.

Terima kasih udah mau baca dan jangan lupa jaga kesehatan <3

Restricted.exe • All x HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang