Episode 2

134 16 4
                                    

Bulan purnama masih menggantung di atas sana. Bintang-bintang bersinar terang. Sesekali melintas serangga dengan ekor yang mengeluarkan cahaya warna-warni, atau sayap yang bekerlap-kelip.

Aku berjalan kembali ke permukiman. Sengaja tidak melakukan teknik teleportasi. Karena dengan tidak melakukannya, aku bisa menikmati suasana malam hari Klan Nebula dengan lebih baik. Itu membantuku menjernihkan isi hati dan kepala.

Para penduduk sudah bangun saat aku sampai di permukiman. Mereka tengah berkumpul di kolong rumah panggung paling besar.

"Hei, Selena, dari mana saja kamu? Kemarilah. Sudah waktunya makan." Kosong berseru. Dia yang pertama kali menyadari kehadiranku.

Aku mengangguk. Ikut bergabung dengan penduduk yang lain. Makanan sudah tertata rapi di depan sana. Walaupun aku tidak mengenal jenis makanannya, tetapi aromanya menjanjikan. Membangkitkan selera makanku. Tazk juga sudah bergabung. Dia sedang berkumpul dengan penduduk yang berusia tidak jauh dari kami.

"Mana Mata?" Aku bertanya kepada Tazk.

Tazk mendongak, mengangkat bahu. "Tidak tahu. Aku kira kamu bersamanya."

Aku menggeleng. Menoleh kesana-kemari. Apa Mata belum bangun?

Lima menit berlalu. 

Salah satu laki-laki yang duduk di sebelah Tazk berseru, menunjuk ke depan. "Ah, bukankah itu Mata?"

Aku melihat ke arah yang ditunjuk. Sedikit berseru.

Hei, lihatlah! Itu memang Mata. Tapi dia terlihat berbeda dari biasanya. Tidak ada lagi pakaian hitam-hitam khas penduduk Klan Bulan. Saat ini, Mata mengenakan pakaian bermotif khas penduduk Klan Nebula–tetapi pakaian Mata jauh lebih indah. Rambut hitam panjangnya disanggul kepang dan dihiasi dengan perhiasan rambut. Tak lupa juga dengan aksesoris lainnya sebagai pelengkap.

Aku tahu sekarang kenapa Mata terlambat datang. Sesudah tidur, ibu-ibu dan gadis remaja sibuk mendandani Mata dengan hadiah-hadiah yang telah mereka siapkan–mulai dari pakaian bermotif, perhiasan rambut, manik-manik, dan lainnya. Tentu saja Mata tidak keberatan. Sebagai bentuk terima kasih, Mata dengan senang hati mengenakan hadiah-hadiah itu.

Aku termangu. Mata terlihat anggun dan cantik sekali. Dia benar-benar terlihat seperti putri. Dan lihatlah Tazk. Matanya tidak berkedip, mulutnya terbuka lebar–aku sampai takut serangga masuk ke dalamnya. Tazk benar-benar kehilangan ekspresi terbaiknya.

"Hei, Selena, Tazk." Mata menyapa kami, tersenyum.

"Hei, Mata." Aku ikut tersenyum, membalas sapaannya. Sedangkan Tazk hanya diam. Kondisinya tetap sama. Matanya tidak berkedip dan mulutnya terbuka lebar. Menatap Mata terpesona.

"Kamu cantik sekali. Benar-benar seperti putri. Aku hampir saja tidak mengenalimu lho." Aku memuji Mata.

Mata tertawa renyah. "Kamu berlebihan, Selena."

Aku menggeleng, lalu menyikut lengan Tazk. "Bukankah begitu, Tazk?"

Tazk tersedak. Wajahnya merah padam, balas menatap Mata dengan kikuk.

"Eh, eh, tentu saja. Mata selalu terlihat cantik. Eh, maksudku, Mata dari dulu memang cantik–" Tazk meracau sendiri, salah tingkah. Wajahnya semakin merah. "Eh, intinya, aku setuju dengan Selena."

Mata tersenyum malu. Semburat merah menghiasi pipinya. "Terima kasih, Tazk."

Tazk mengangguk patah-patah. Sumpah, ini pertama kalinya aku melihat Tazk seganjil ini. Terlihat norak dan kampungan sekali. Tidak seperti biasanya–yang selalu percaya diri, berani, dan berwibawa. Kalau begini terus, bagaimana bisa Tazk menyatakan perasaannya kepada Mata. Anak ini butuh sedikit bantuan.

Not Philia, It's AgapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang