Prolog

102 43 87
                                    

Seorang pemuda sedang duduk sambil menyeruput secangkir kopi, memandang matahari yang mulai bersembunyi di balik gedung-gedung yang menjulang tinggi. Wajahnya memancarkan aura kesedihan bercampur dengan penyesalan yang mendalam.

"Aiden! Awas!"

Brakk!!

Suara ambulans bersahutan dengan jeritan histeris. Orang-orang berkerumun untuk melihat keadaan orang itu. Tepatnya seorang tuan muda yang sedang terduduk lemas tepat di samping tubuh tua yang tergeletak tak berdaya di sana.

"Permisi, beri jalan!" teriak salah satu petugas memecah kerumunan itu.

"Tuan muda, mari ikut kami ke rumah sakit," ucap petugas itu membuat Aiden yang sedari tadi menahan seluruh emosinya, kini meledak.

"Apa kalian tidak punya mata?! Kalian tidak melihat siapa yang lebih membutuhkan bantuan saat ini! Pamanku hampir tiada tapi kalian masih terus mencari kesempatan di saat seperti ini?!" pekiknya membungkam semua orang di sana. Wajah Aiden terlihat merah padam dengan air mata yang mengalir dari matanya.

Tak lama setelah itu tiba-tiba Aiden merasakan nyeri di dadanya. Kepalanya terasa sangat ringan seperti melayang. Napasnya juga tersengal-sengal. Pandangannya mulai kabur. Kesadarannya menghilang sedikit demi sedikit.

"Tuan muda? Apa Anda baik-baik saja?" tanya seseorang yang tak jelas siapa itu.

"T-tolong s-selamatkan p-paman."

Bruk!

"Paman!" Ingatan sesaat itu menyisakan tetesan air mata yang mengalir sederas air terjun.

Dia menyentuh dadanya yang terasa hangat. Menyeka sisa air mata yang jatuh di pipinya. Melempar senyum manis pada bumantara.

"Terima kasih tentang dia, Paman."

Holaaa!!
Gimana buat part ini?
Jangan lupa comment, vote, and share yaa
Thank u for reading!!^^

Ijazah v.s. Buku NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang