Bancabe

58 30 25
                                    

"Halo semua, perkenalkan nama saya Aiden," ucap Aiden dengan wajah datar, benar-benar terlihat dingin dan tak ramah.

Anak-anak saling berbisik dan menatap satu sama lain. Aiden yang tau bahwa dia sedang dibicarakan hanya diam tak berminat. Matanya berkeliling melakukan observasi pada kelas itu. Tidak ada yang menarik dari kelas itu, hanya saja ada satu hal yang membuatnya tertarik. Gadis yang hampir ditabraknya tadi ternyata berada satu sekolah, bahkan satu kelas dengannya.

"Ibu harap kalian bisa membantu Aiden ke depannya. Aiden, silahkan duduk di bangku yang tersisa itu," tutur Bu Rani sambil menunjuk bangku kosong yang terletak di belakang.

Kenapa di belakang? Aku paling benci duduk di belakang! batinnya.

"Baik, kita mulai pelajaran hari ini ..."

"Hai, kita ketemu lagi!" sapa gadis yang duduk tepat di sebelahnya.

"Oh, hai!" jawabnya singkat.

"Kamu lupa ya sama aku? Aku yang tadi di depan gerbang, masa baru gitu lupa," ujar gadis itu sambil memanyunkan bibirnya. Hal itu membuat Aiden sangat risih.

"Oh ... iya," ujar Aiden berusaha mengakhiri percakapan.

"Nah, inget 'kan? Kenalin aku Cassandra Clarissa, temen-temen biasa panggil Acha gemoy, katanya karena Acha imut," ucapnya dengan suara dan wajah yang dibuat-buat.

Aiden yang mendengar ucapan Acha langsung tersedak dan batuk terpingkal-pingkal. Seisi kelas menatapnya bingung. Bu Rani yang sedang mengajar pun ikut teralihkan karena suaranya yang benar-benar gaduh.

"Aiden, apa kamu sakit?" tanya Bu Rani sambil mendekat padanya.

"Nggak, Bu. Saya kaget dengar ucapan dia, Bu." Aiden menodongkan jari telunjuknya pada Acha. Sontak seisi kelas ikut menatap Acha.

"Aiden! Kamu apaan, sih?! Aku ngomong apa?!" Acha terlihat sangat panik. Tatapan dari teman-temannya sepertinya cukup membuatnya tertekan.

"Acha, kamu bilang apa ke Aiden?" tanya Bu Rani.

"B-buk–"

"Dia bilang kalau dia dipanggil Acha gemoy sama siswa di sekolah ini, Bu. Alasannya karena dia imut, Bu," jelas Aiden membuat para siswa tertawa terbahak-bahak sampai Bu Rani pun tertawa kecil.

"Aiden! Kamu nggak jelas banget, sih!" pekik Acha kesal.

"Emang kurang jelas ya, Cha?" timpal si julid yang terkenal di kelas ini.

"Sudah, semua. Aiden, apa kamu perlu ke UKS?" tutur Bu Rani dengan penuh kasih sayang.

"Nggak perlu, Bu. Saya sudah baikan. Saya cuma mau tukar tempat duduk, apa boleh, Bu?" ucapnya sambil tersenyum dan menunjukkan wajah polosnya yang membuat Bu Rani tak berkutik sedikitpun.

"I-iya,"

Akhirnya, Aiden memutuskan untuk bertukar tempat dengan salah satu anak yang duduk tepat di sebelah gadis mata panda. Dia melirik gadis yang entah sedang di mana pikirannya itu. Aiden melempar senyum manisnya yang sama sekali tak dihiraukan oleh gadis itu.

Cantik, tapi sayang agak miring sepertinya, batinnya.

Setelah seharian penuh menghabiskan waktu di sekolah, Aiden benar-benar merasa lelah. Mungkin hal baru untuk Aiden menginjak bangku sekolah, tapi itu terasa lebih mudah karena teman-teman yang cukup baik membantunya. Sekarang yang ada dipikirannya hanyalah pulang dan membanting tubuhnya ke pulau kapuk kesayangannya itu.

"Aiden!" panggil seseorang yang berlari ke arahnya.

"Arkan? Ada apa?" tanya Aiden penasaran.

"Hei, gue udah bilang ngomong santai aja sama gue. Nggak usah sopan, lu pikir gue guru?!" ucap Arkan benar-benar membuat Aiden heran.

"Sejujurnya, gue belum pernah berbicara pake bahasa gaul kayak gini. Jadi, ya gini," kata Aiden membuat Arkan tertawa terbahak-bahak.

"Woy, lu ngomong apa, sih?! Lu itu dari planet mars, ya? Nggak jelas lu!" ejek Arkan yang memegangi perutnya yang sakit karena terus tertawa oleh tingkah aneh teman barunya itu.

"Hah ... terserah, deh," tukas Aiden merajuk.

"Hei! Gue belum selesai ngomong, main nyelonong aja!" pekik Arkan sambil menghadang Aiden.

"Apalagi, hah?!" bentak Aiden. Sepertinya dia sangat murka.

"Santai dong, Bro. Oke, maaf. Gue tadi cuma bercanda," ucap Arkan berusaha meredakan amarah Aiden.

"Mau lu apa?" tanya Aiden masih dengan nada marah.

"Temen-temen ngajakin lu motoran, lu mau nggak? Gue juga ikut kok," ujar Arkan.

"Nggak, gue nggak tertarik," jawab Aiden singkat, meninggalkan Arkan di belakang.

"Yakin? Padahal Airin juga ikut," gumam Arkan terdengar oleh telinga tajam Aiden.

"Di mana tempatnya?" tanya Aiden masih membelakangi Arkan. Walaupun dalam lubuk hatinya yang paling dalam, dia sedang melompat kegirangan.

"Katanya mau pulang, kenapa tanya?" ucap Arkan menggoda Aiden yang sangat terlihat penasaran.

"Gue nggak suka orang yang bertele-tele, to the point aja," ujar Aiden melempar tatapan tajam pada Arkan. Seketika nyali Arkan menciut saat menangkap pandangan itu.

"Lu kasih tau aja alamat rumah lu. Entar gue samperin, deh."

Aiden mengeluarkan sebuah kartu nama dari dalam dompetnya. Arkan melirik kartu nama itu dan tersentak. Dia berdiri kaku seperti patung es. Bukan karena kartu namanya, tapi karena nama perusahaan yang tertulis di atas kartu nama itu. Aiden yang melihat ekspresi Arkan hanya bisa geleng-geleng kepala dan memasukkan kartu nam itu pada sakunya.

"Ini khusus buat lu. Jangan membawa siapapun waktu ke rumah gue. Dan perlakukan gue biasa saja, seperti sebelumnya," bisik Aiden.

"I-iya," jawab Arkan yang masih terkejut.

"Oh, si cabe juga ikut?" tanya Aiden.

"C-cabe? Oh, Acha? B-biasanya dia ikut." Arkan masih gemetar. Aiden tertawa kecil melihat tingkah temannya.

"Hah, sebenarnya gue nggak suka ada dia. Tapi, kalo ada Airin nggak masalah," ucap Aiden sambil tersenyum tipis.

"Apa perlu gue suruh dia nggak berangkat?"

"Berlebihan, nggak perlu. Kalo begitu gue pulang dulu." Aiden pergi meninggalkan temannya yang masih shock.

"Oh–"

"Ada lagi?" Ucapan Aiden langsung terpotong oleh Arkan. Arkan yang menyadari hal itu kalang kabut.

"Arkan, gue di sini cuma Aiden. Beda dengan gue ketika di sisi ayahku sebagai Tuan Muda. Jadi, anggap saja gue seperti anak yang lainnya aja," jelas Aiden.

"I-iya."

"Nanti datang sedikit cepat, ya. Gue kenalkan lu sama keluarga gue plus dapat bonus makan gratis," ujar Aiden.

"K-ketemu T-tuan B-besar?!" ucap Arkan bergetar.

"Liat saja nanti."

Aiden mengendarai motornya dengan laju sedang. Sedangkan, kepalanya saat ini dipenuhi oleh gadis itu. Jika dilihat tidak ada yang menarik dari Airin, tapi Aiden adalah tipe orang yang menyukai keanehan. Memang aneh.

"Kesempatan tidak datang dua kali 'kan? Kali ini kamu tidak akan lepas."

Holaaa!!
Gimana buat part ini?
Jangan lupa comment, vote, and share yaa
Thank u for reading!!^^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ijazah v.s. Buku NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang