💌10💌

14.6K 2.2K 343
                                    

Shira menatap satu baju yang tergantung rapi di sisi lemari. Ia mengembuskan napas panjang kemudian duduk di tepi pembaringan. Kenapa perasaannya jadi tidak karuan seperti ini sih? Shira sungguh ingin berlari dari keadaan ini. Kenapa rasanya jadi tidak siap sama sekali?

Astagfirullah, Shira sudah mengambil dan membulatkan keputusannya dari kemarin hari, jadi, ia tak boleh mundur lagi. Apapun keadannya harus Shira hadapi. Ya, insya Allah, laki-laki yang kini datang kepadanya adalah imam yang tepat, yang sudah Allah tentukan.

Jadi, dengan tegak Shira berdiri dan melangkah kan kakinya, mengenakan baju gamis berwarna ungu pastel yang syar’i, memoles wajah dengan make up tipis juga mengenakan khimar. Shira menatap pantulan dirinya yang kini tergambar di cermin.

“Masya Allah, cantik banget ih, ini bidadari yang baru turun dari langit keberapa? Ketujuh ya? Pantes cantiknya pol.”

“Bunda,” rengek Shira imut sembari merenggangkan tangan, meminta pelukan hangat dari wanita yang sangat ia kagumi itu. “Sejak kapan ih, Bunda jadi lebay kayak gini?” tanyanya kemudian.

“Sejak lihat kamu secatik ini.” Malya mengelus pipi Shira, lalu menatap pupil matanya dalam. “Entah kenapa sih, ya. Bunda yakin kalau kamu bakalan cocok banget sama cowok yang satu ini. Kamu kayaknya bakalan langsung klik sama dia.”

“Semoga aja ya, Bunda. Shira berharap yang terbaik juga.”

“Iya, dong. Inget ya, Nak. Bunda, Abi atau Ibra enggak memaksakan atau mengharuskan kamu menerima orang ini. Jadi nanti kalau memang enggak cocok ya, bisa kamu tolak, jangan sungkan. Ini yang akan kita bahas itu masa depan kamu loh. Jadi jangan sampai ada tekanan, jangan sampai ada yang dipendem. Misal kamu nanti terima nikah sama dia, ya, Alhamdulillah, kalau enggak pun masih bisa dicari.”

Shira terdiam sejenak, lalu senyum simpul muncul di wajahnya tiga detik kemudian. “Iya, Bunda. Makasih ya, selama ini udah selalu ngertiin Shira, selalu nenangin Shira dan ngasih Shira yang terbaik.”

“Makasih juga karena udah jadi anak termanis yang ada di dunia.”

Lalu, Shira pun kembali memeluk Malya dengan erat. Tetes air mata mengalir secara tiba-tiba. Kenapa suasananya jadi haru begini?

“Udah ah, jangan nangis gini. Nanti bedak kamu luntur loh.”

“Ya kan bisa dipakai lagi dempulnya Bunda. Ini suasana lagi haru loh, jangan dirusak atuh Bun.”

Malya terkekeh, memegang dua sisi pundak Shira. Menegapkannya. “Udah ya, kamu persiapkan diri kamu. Nanti Bunda jemput kalau orang yang mau khitbah kamu ini udah datang.”

Shira mengangguk, lalu membiarkan sang Bunda pergi dari pandangan.


***

“Ini udah kan Mak, persiapannya?” tanya Malya pada asisten rumah tangganya yang sudah lumayan sepuh.

“Udah atuh, tinggal dibawa aja ke meja makan. Bentar lagi tamunya datang kan? Mau langsung jamuan?”

“Enggak, ngobrol dulu aja kayaknya. Itu camilan sama minumnya dibawa ke depan sekarang Mak. Biar nanti enggak keteteran, punten ya.”

Mak Minah mengangguk, lalu mulai menata beberapa camilan di atas nampan agar bisa ia bawa sekaligus.

“Ibra, temen kamunya mana?” Malya menatap Ibra yang kali ini mengenakan batik berwarna biru dongker dengan celana jeans hitam yang melengkapi penampilannya malam ini hingga membuat ia sangat berkharisma.

Jalan Halal [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang