2

24 3 2
                                    

          Di ujung ruangan terlihat seseorang yang tengah sibuk mengomel. Dia memaki maki komputernya. komputer sekarang bentuknya semacam hologram, bukan menggunakan mouse apalagi mesin berat, komputer sekarang hanya menggunakan sentuhan jari seperti layar sentuh untuk menggerakan layarnya. " lihatlah...........seharusnya komputer ini sudah di ganti, menyala saja tidak mau apalagi di suruh menemaniku lembur nanti malam" tangannnya sibuk mengetuk ngetuk meja beharap layar di depannya berfungsi, tetap saja sudah di coba beberapa kali komputer itu hanya berkedip kemudian mati lagi.

        "Lan..." panggil seseorang dari meja sebelah, sedangkan Alan hanya membalas deheman saja. " Di tukar saja Lan, biar yang di rumah Aku bawa kesini." tawar Elok. " bagaimana bisa El .......komputer punyamu sangat tua, berat pula, kamu juga  harus membawa mesinnya kan? Aku tidak mau mengganti kerusakan jika komputermu tidak kuat menahan beribu ribu data perusahaan ini". " jangan seperti itu, kamu belajar jadi hacker seperti sekarang juga berkat komputer itu kan? pemberian Bapakku itu Lan" Elok mencoba membela diri, tidak mau jika Alan menghina barang antik miliknya.

           " Ehhh.......El kamu baru sampai? telat lagi? sudah ku duga, perusahaan ini memang benar-benar gila,. Mesinnya tidak pernah di perbaiki apalagi di ganti. Dan sekarang terus menguras tenaga karyawanya. Pasti kamu di suruh lembur lagi kan?" " Biarkan saja Lan yang penting Aku masih bisa makan"  sambung Elok. " Bukan karna Aku kasihan kepadamu El" Alan menghadapkan wajahnya kesamping " Aku tidak tahan melihat mata pandamu, jelek sekali" puas sekali Dia mengejek Elok. 

      " Tapi bener juga, kalo saja gajinya tidak sebanding dengan tenaga yang kita keluarkan hmmmmm......sudah lama Aku keluar" " mau jadi apa kamu di luar hahhh?" balas Elok, jika tidak ada yang menanggapi bisa bisa seharian Dia terus mengomel. " jadi pengasuh anak krakatau, kamu mau? lumayan El kita juga bisa berlibur di sana. sekeliling kita laut, macam berlibur di pantai." Otaknya memang terkadang eror.

      " Lan sudah jadi" seseoramg memanggil namanya. " Ouh ...terima kasih Gent, wahhh kamu manis sekali hari ini. Nanti kita makan siang bareng yaa..." " Berisiikkk..." Satu kata membuat Alan terdiam seribu bahasa. Dia cukup menakutkan, tatapan matanya tajam, tidak banyak bicara, seorang yang ahli dalam teknisi. Jangan coba-coba mengacaukan harinya, atau kalian harus menanggung akibatnya.

         Ruang kerja yang sangat nyaman, di desain bukan seperti kantor-kantor pada umumnya. Meja kursi saling berjejer dan berhadap -hadapan. Meja nya bisa dinaik turunkan sesuai keinginan pemiliknya, jika Ia capek duduk seharian dia bisa berdiri dan menaikan mejanya. Bagian tengah ruangan terdapat sofa besar serta karpet berbulu. sofanya bisa diubah menjadi tempat tidur. Meja kecil berisi makanan ringan. Sengaja dibuat senyaman mungkin agar para karyawan merasa bertamu di hotel mewah bukan untuk bekerja.

        Pukul satu siang jam istirahat kantor. Elok bergegas keluar. " Hei Lan, anak itu kenapa terburu-buru sekali, makanan disini tidak mungkin kehabisan." " Kamu tidak tahu saja, Elok memang seperti itu, sekarang jam sholatnya tidak mungkin anak seperti dia melanggar perintah agama apalagi Ibunya." Jelas Alan kepada salah seorang teman kantornya. Alan memang cukup memahami Elok sebagai sahabat karibnya.

         Elok menuju gudang bawah tanah. Sudah dua tahun dia bersembunyi disini. Kesal saja jika disangka orang aneh. Membentangkan kain sorban pemberian bapaknya dulu. Entah kenapa hatinya menjadi lebih tenang setelah sehabis sholat. Dua belas tahun lalu dia masih begitu ingat, seseorang memukul punggungnya tidak terlalu keras tapi cukup membuatnya terkejut. Saat itu Elok kecil menolak perintah bapaknya untuk sholat. Perasaannya begitu kecewa, orang yang selama ini Ia anggap sebagai pelindung malah memukulnya, tidak terasa sakit di punggung tapi terasa sampai hatinya. Dia begitu kecewa.

         Ibunya mendekap Elok memberinya pelukan hangat. " Elok...." panggilnya lembut, mata Elok begitu sembab, dia menangis. " Ibu mau cerita, Elok mau mendengar?" seperti biasanya Ibu Elok selalu menceritakan kisah sebelum tidur. Elok mengangguk. Suasana malam itu sungguh tenang. 

         " Dahulu di zaman Nabi ada seseorang bernama Sya'ban. Dia terkenal dengan kegigihannya dalam shalat berjamaah di masjid bahkan selalu berdiri di shaf paling depan. Namun pada suatu ketika, Nabi tidak melihatnya di dalam barisan shaf shalat berjamaah. Hal ini terjadi beberapa kali, hingga kemudian Nabi bertenya, " kenapa Sya'ban tidak terlihat? adakah yang tahu kabar tentang Sya'ban?". Kemudian Nabi memtuskan untuk mengunjunginya bersama para sahabat. Ba'da subuh mereka berangkat. Membutuhkan waktu tiga sampai empat jam untuk sampai disana. Begitu kuat niatnya untuk bisa datang shlat berjamaah bersama Nabi. Bayangkan El....." Tatapannya begitu teduh pada Elok. " Dia harus menempuh perjalanan yang begitu jauh untuk bisa shalat bersama Nabi, di pagi hari yang begitu gelap dan dingin. Karena cinta yang begitu besar terhadap Nabi Ia ikhlas melakukannya bahkan terasa ringan. Hal itu yang membuatnya semangat melaksanakan shalat. Sekarang Ibu tanya, Elok sungguh mencinatai Nabi?" 

           Kisah itu selalu membuatnya berdiri melaksanakan shalat. Terkadang Ia bertanya apakah dirinya sunguh mencintai sosok itu, sedangkan Elok masih ragu untuk apa dia melakukan hal ini. 

          Ruang makan berada di lantai paling atas tepatnya di rooftop. Para pekerja kantor, pegawai perpustakaan, para pimpinan bahkan sampai claning service mereka diikutkan dalam makan siang bersama. Bisa dibayangkan betapa luas tempat itu. Semua penghuni memiliki kartu masing-masing. Tukarkan kartu itu dengan makanan yang sudah tersedia di meja panjang lantas duduk menikmati suasana  layaknya di pesta pernikahan.

      "Elok......." Panggil seseorang sambil melambaikan tangannya. " cepat kesini sampai keriput kita duduk disini." Meja bundar dengan kursi yang mengelilinginya. Ini kebiasaan mereka, entah itu di kantor atau tempat makan menyempatkan untuk bisa berkumpul. " Aku sudah bilang kalian duluan saja,  tidak usah menungguku " Elok duduk di bangku kosong " kita kasian El.... melihatmu duduk sendiri macam anak hilang saja" gelak tawa terdengar di meja mereka.

      Terdengar suara gaduh yang merusak makan siang di gedung ini. Seorang wanita paruh baya terlihat basah kuyup di siram air. Bukan di tempat mereka makan tapi di halaman gedung.            " BISA ANTARKAN KAMI KEPADA PIMPINAN KALIAN HAHHH..." Seorang pria berbadan tinggi mendorong wanita tersebut hingga membuatnya jatuh tersungkur, wajahnya terluka mengenai lantai kasar halaman. " Maaf tuan saat ini kami sedang istirahat makan siang termasuk  pimpinan kami, Tuan bisa menemuinya nanti setengah jam lagi" Wanita tersebut dengan sopan tidak mengizinkan mereka masuk. 

         Meskipun gedung tersebut mengaktifkan keamanan penuh saat jam istirahat seperti ini, tetap saja ada yang memberontak meminta menemui pimpinan gedung ini. 

         Seorang wanita muda turun dari mobil. wajahnya cantik, rambutnya tergerai sebahu memakai setelan jas putih dengan celana panjang yang senada pula. Jika dilihat wanita itu dari keluarga berpengaruh di kota ini. Bagaimana tidak, perhiasan terlihat menggantung di leher dan tangannya. Tapi sayang wajah cantinya terhalang dengan goresan luka di dagunya. Tatapan mata yang tajam menatap seluruh gedung lantas mengangguk. Ia seperti mengisyaratkan tempat ini yang benar benar Ia tuju. Sedetik kemudian seluruh pengawalnya mengaktifkan senjata panjang seperti pistol. Mengarahkan kepada wanita paruh baya tadi. " Jika tidak, kami terpaksa membunuhnya di sini." Ancaman pengecut batin Elok. 





ElokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang