5

12 0 0
                                    

         Makan malam telah usai. Elok beranjak dari tempat duduknya berniat membereskan meja makan.

" Tidak usah El, Ibu dan Ema yang akan membereskan ini." Tangan Elok ditarik untuk duduk kembali.

" Benar kata Ibu, biar Ema saja yang mencuci piringnya, Kak El sudah bekerja seharian pasti capek, Kak El tinggal duduk diam disini."

Ema adik perempuan Elok. Jarak mereka terpisah dua tahun. Tanggal lahir nya pun sama, hanya beda tahun.

" Baiklah Bu, Elok pergi ke kamar dulu." Ibu Elok mengangguk, bahkan menyuruhnya cepat-cepat beristirahat.

         Elok pergi menaiki anak tangga kayu. Badannya baru terasa sakit akibat kejadian di jembatan  tadi siang. Dia merebahkan badannya di kasur. Menghembuskan nafas, menariknya kembali lantas menghembuskan nafas perlahan. Hal kecil ini cukup ampuh membuat tubuhnya relaks kembali.

' Brakkk.....'

Baru saja dia terlelap. Suara dobrakan pintu membuatnya terkejut.

" Astaga Ema "

" Astaghfirullah kak El "

" Eh Astaghfirullah." Elok mengganti ucapannya.

" Kak El pinjem ponselnya. Punya Ema lowbat. " Ema merengek mendekati Elok.

" Ya  ampun Ema, bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk?" wajah Elok masih terlihat kaget.

" Heheheheh Iya kak, Ema lupa."  Sambil menunjukan cengiran tanpa dosa.

" Ponsel kakak rusak De." Elok menunjukkan ponsel yang layarnya sudah sepenuhnya retak. Ema merebut ponsel milik kakaknya. Menekan semua tombol yang ada tapi usahanya terasa sia sia saja melihat ponsel itu bergeming.

" Sudah kakak bilang, ponsel itu rusak  ambil saja ponsel lama kakak di laci. " Bukannya menuruti perintah Elok, Ema bertanya balik.

"Kok bisa rusak? Kak El, jatuh? Coba liat sini." Ema meraba wajah Elok, memeriksa jika ada lecet pada muka kakaknya. Dalam hati kecil, Elok merasa beruntung masih ada orang yang peduli dengannya.

" lha ditanya malah balik senyum, aneh emang." Ema menarik kembali tangannya.

" Kakak ngga papa, sakitnya cuma sebentar. Ema jangan bilang ke Ibu ya, kakak tidak mau jika Ibu terlalu khawatir cuma karena kabar jatuh."

" Iya iya Ema ambil ponsel lama kakak ya." Ema keluar setelah mengambil ponsel lama itu.

" Selamat bobo kakak ganteng."

    Kalimat itu cukup menghibur Elok. Setengah hari terasa melelahkan baginya membantu beberes di rumah paman. Dia merasa di bohongi walaupun setelah itu dia menyantap sup jagung favorit nya. Sedikit terbayarkan.

     Siang tadi setelah Elok di tabrak seseorang. Ia bergegas menemui paman nya. Elok tidak menggunakan bola lintas, bukan kereta bawah tanah, bukan juga kendaraan pribadi.

    Rumah paman nya berada di bawah kota. Bukan di bawah tanah tapi di lantai bawah. Kalian hanya perlu membayangkan kue lapis. Kota ini memang di susun berlapis karena jumlah penduduk yang terlalu banyak.

   Elok berjalan menuju tempat semacam halte bus. Benar juga, kendaraan itu mirip bus beberapa tahun silam. Bus itu dilengkapi dengan sensor. Bus itu tidak memiliki roda ia mengambang setengah meter dari permukaan. Sensor yang dimiliki bus akan memindai rute jalur yang di buat khusus. Jalur atas bawah.

    Beberapa menit bus akan berhenti dan berbalik di tempat tempat tertentu. Bayangkan saja seperti roller coaster sedetik kemudian akan terlihat pemandangan yang berbeda.

ElokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang