4

12 0 0
                                    

     Derap langkah kuda itu terhenti. Di depannya berdiri sebuah pondok kecil. Atap jerami serta tembok kayu terlihat begitu sederhana. Jangan mudah tertipu dengan hal seperti ini, ingat itu hanya pengecoh, saat pintu kayu itu terbuka kalian akan disambut dengan ruangan yang begitu megah.  Sebuah kandang kuda yang begitu besar, tersedia juga lapangan tempat pacuan kuda. Di sampingnya bederet kamar- kamar kecil tempat para kuda gagah beristirahat.

 " Ali "panggil seseorang.

Ali meloncat dari punggung kuda hendak menemuinya.

" Dari mana saja kamu Al?, Makan malam akan di mulai."

" Aku pegi ke Ibu kota Sa..."

" Apa yang kamu lakukan disana ?, Kamu sungguh membeli obat itu?"

" Iya , Kita tetap saja membutuhkan obat di wilayah itu, walaupun kita bisa membuatnya sendiri tapi bahan- bahan telah mereka kuras habis, Taksa Kamu tenang saja akan Aku cari jalan lain, untuk saat ini kita masih mencari di Ibu kota."

" Baiklah, terserah kamu saja, Aku tidak peduli"

          Mereka pergi menuju pintu belakang yang mengarah langsung ke lantai atas. Tempat yang langsung menghadap ke lautan lepas. 

" Aathif, ini obat yang Pak Kyai butuhkan, cepat Kamu siapkan."

" Terima kasih Ali"

" Al, Kamu tidak ikut masuk? jangan berlagak sombong kamu"

" Kalian duluan saja, Aku mau beristirahat sejenak"

" Biarkan saja Aathif dia memang begitu" Taksa merangkulnya meninggalkan Ali berdiri diluar.

         Di atas menara terlihat sosok yang tengah memandang lautan. Wajahnya tegas tatapan matanya tajam. Rambut hitam menutupi dahinya. Entah apa yang Ia rasakan, lelaki itu begitu dingin jika dilihat lebih jauh. Tidak lupa dengan jubah putih yang menutupi sampai betis dan di lehernya melingkar sebuah sorban putih bercorak hitam. Dia Ali. Nama yang di kenal selama ini.

         Sebuah pesantren yang Ia tinggali sekarang sering di sebut dengan AL-FURQON. Letaknya jauh dari Ibu Kota menghadap persis ke laut. Bangunannya terlihat begitu sederhana lebih mirip dengan bangunan tua besar. Tembok yang kuat terbuat dari batu batu besar. Dari tangah menjulang tinggi sebuah menara. Tingginya mencapai 100 meter. Sengaja di buat seperti itu untuk mode menghilang mereka, tidak terlalu mencolok untuk ukuran bangunan di zaman sekarang. 

       Tidak sembarang orang bisa memasukinya. Hanya penghuni dan orang yang memiliki izin. Walaupun terlihat sangat kuno, bangunan ini memiliki keamanan tingkat tinggi tidak kalah dengan rumah rumah di Ibu Kota. Seseorang hanya bisa memasukinya dengan sensor pemindai wajah serta aroma dari tubuh mereka. Bagaimana bisa, tidak mudah dijelaskan, teknologi sekarang semakin maju dari zaman ke zaman. 

      Secara otomatis pintu batu itu akan terbuka. Ruangan yang tidak mungkin terbayangkan orang-orang. Entah terbuat dari apa lantainya, langkah kaki terasa ringan hampir tidak terasa sedang berjalan. Hampir tidak ada celah sedikitpun pada dindingnya. Penuh dengan alat-alat canggih, seperti komputer layaknya lukisan bergerak. Lampunya mengambang tidak perlu kabel ataupun sejenisnya. Tombol-tombol transparan hilang dan muncul secara bergantian, banyak sekali dron kecil membawa kotak kayu terbang keluar bangunan dan menyebar sesuai perintah.

         Ali berjalan menuruni anak tangga. Membuka pintu dan sampai di sebuah sebuah ruangan mirip seperti perkebunan. Anehnya tidak ada tanah ataupun bau pupuk disini. Sayuran maupun buah-buahan di tanam dalam tabung kaca. Tabung-tabung kecil disusun rapi membentuk tabung raksasa. Saluran pipa melilit disampingnya tersambung pada masing-masing tabung. Saluran itu berisi cairan vitamin, fungsinya hampir sama dengan pupuk. Tidak disangka mereka memanfaatkan bahan-bahan di pulau ini lantas mengubahnya menjadi barang berguna salah satunya vitamin. Posisi tanah tergantikan oleh air. Mereka menambil air laut dan menyaringnya mengolah sedikit hingga menjadi air jernih.

ElokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang