prolog

20 3 2
                                    

Aku menghela nafas panjang. Hari Minggu yang melelahkan ini akhirnya hampir selesai. Sudah senja, acara besar dirumah ini pun sudah selesai. Acara besar yang bagiku mengubah segalanya.

Status janda milik ibu sudah berganti menjadi istri sah pemilik rumah sebelah. Sedangkan aku, Ghiana Laraswati akhirnya bukan anak tunggal lagi. Apakah aku bahagia? Entahlah. Untuk orang tua jelas aku turut berbahagia, tapi sayangnya untuk diriku sendiri aku menyayangkan, Orang yang menjadi saudara tiriku ini adalah orang yang paling mengesalkan.

Dia Ardian Arnando. Lelaki paling usil yang pernah kutemukan. Dia menjadi kakakku, sebuah fakta yang membuat aku ingin mengumpat sepanjang waktu. Kami tetangga sedari lahir. Belasan tahun aku hidup tak tenang hanya karena lelaki itu.

"Ghi, dicari bokap gue? Eh bokap kita dong ya?" Dih, gaya songongnya membuat aku ingin menguliti hidup-hidup.

"Banyak banget sih barang yang lu bawa? Mau pindah rumah apa pindah negara woi?" Kan. Melihat aku yang kesulitan membawa koper dan beberapa barang lainnya bukannya membantu dia malah begitu? Awas saja! Dengan penuh perhitungan aku berjalan didepan tubuhnya. Sengaja menarik kasar koper agar rodanya menggelinding di atas punggung kakinya.

"Sakit bego!" Dia mundur sambil terpincang. Meringis sambil memegang sebelah kakinya dia tak lagi kuperdulikan.

"Bodo amat!" ucapku sebelum jauh.

Setelah hari ini aku sangat tahu, tidak ada lagi ketenangan dalam detik yang kupunya. Menjadi tetangga saja dia selalu berhasil mengusik hariku, apalagi serumah kan?

"Eh sayang, kamar kamu di lantai dua ya, udah disiapin semuanya."

Aku mengangguk sebagai jawaban. Tak begitu lama aku mulai mengantuk, sudah kubilang belum kalau hari ini melelahkan? Jika belum, maka aku Ghiana Laraswati akan jujur sejujur jujurnya, bahwa hari ini -meskipun katanya jumlah undangan mereka tidak sampai seribu cetak- aku sangat sangat kelelahan.

"Mhm, ghi naik ke atas dulu ya ma, pa. Selamat malam." Aku tersenyum manis, lebar, imut, dan sebagainya.

Begitu sampai kamar aku menyempatkan diri untuk mandi. Lalu ketika aku berbaring, sebuah gumaman terakhir sempat selesai kuucap. "Selamat tinggal ketenangan."

Itu hal terakhir yang aku ingat, sebab setelahnya aku mungkin sudah berlayar di lautan mimpi. Bertemu bunga atau apapun yang membuat kenyamanan dalam hidup.

Mungkin sang bulan dengan sinar temaramnya juga menyampaikan beberapa kalimat pengantar tidur, seperti "Selamat tinggal, Ghiana yang biasa. Selamat datang di kehidupan baru, kehidupan pilihan orang berhargamu. Ikutlah bahagia, senyumnya adalah bahagia tiada Tara."








***
Yeeeay, akhirnya kali ini kita datang bawa sesuatuuuu,
Ada Ghi dan Ardi disini,
Buat yang kebaca sampai sini, jangan lupa kritik dan sarannya yaaa, itu berharga banget. 
Ketuk bintangnya juga ya guys.

You Worried?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang