Bagian 1 : Awal dari Semuanya

37 10 0
                                    

"Bun! Bunda mau ke mana? Adek ikut ya," ujar seorang anak kecil yang kira-kira masih berumur 7 tahun.

"Sayang," panggil sang Bunda lembut. "Kamu nggak boleh ikut. Adek jaga nenek saja ya di sini bareng abang kamu," lanjutnya sambil mengelus rambut anak kecil tersebut.

"Tapi adek mau ikut bunda. Kan sudah ada abang yang jagain nenek," ujarnya lagi dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Sayang! Dengarin bunda ya nak. Kan adek sudah janji mau jadi anak yang baik dan nurutin apa kata bunda. Jadi sekarang bunda minta adek di sini aja ya. Bunda janji, bunda pasti akan kembali untuk menjemput adek ya,"

"Tapi bun, adek tetap mau ikut bunda!" ujarnya dengan air mata yang sudah mengalir.

Sang bunda lalu berdiri dengan koper yang sudah berada di tangannya.

"Maafin bunda nak. Kamu harus tetap di sini," ujarnya sambil berlalu pergi meninggalkan anak kecil tersebut.

"Bundaaa! Hiks...hiks...hiks! Jangan tinggalkan adek bun!" teriaknya dengan tangisan yang sudah tidak bisa ia tahan.

Ia ingin berlari mengejar bundanya yang kini sudah pergi menjauh darinya, namun ia di tahan oleh sang nenek.

"Bunda, jangan tinggalin adek bun! Bunda!!!" teriaknya dengan kencang.

“Dek bangun!” panggil seseorang sambil menggoyangkan tubuhnya.

Dan seketika remaja itu langsung bangkit dari tidurnya. Tubuhnya begitu berkeringat, dan matanya sembam akibat menangis.

“Kamu pasti mimpiin bunda lagi ya?” tanyanya.

“Ia bang,” jawabnya lirih.

“Nih minum dulu, “ sambil menyodorkan minuman yang berada di samping tidur remaja itu. “Habis ini kamu siap-siap ya pergi ke sekolah. Abang juga mau siap-siap untuk ngantar kamu, “ lanjutnya lalu ia bangkit dan menunggalkan remaja itu.

Perkenalkan mereka adalah Arvan Varizal Sanjaya dan Amora Angel Sanjaya. Mereka adalah kakak beradik yang di tinggal oleh kedua orang tua mereka pada saat mereka masih kecil.

Hidup mereka sangatlah menyedihkan karena dari kecil mereka udah merasakan penderiraan yang mungkin sebagian orang atau mungkin sebagian besar orang sebagai cobaan yang berat.

Mereka dulunya adalah anak dari keluarga Sanjaya, yaitu sebuah keluarga yang cukup di segani. Karena sang ayah merupakan seorang pengusaha sukses di daerah tempat mereka tinggal.

Namun kekayaan dan kekuasaan tersebut seketika hilang karena sang ayah di tipu oleh rekan kerjanya sendiri. Hal itu membuat seluruh harta mereka terkuras habis dan tidak ada yang tersisa.

Kejadian itu membuat mereka terpaksa untuk tinggal di jalanan beberapa hari karena mereka tidak punya lagi tempat tinggal. Semua keluarga dekat mereka tidak ada yang peduli karena memang semesa masih berjaya sang ayah begitu pelit terhadap saudara-saudaranya. Mungkin ini yang di namakan azab.

Mereka hidup seperti gelandangan di jalanan. Mereka terpaksa makan makanan sisa yang sudah di buang oleh orang-orang.

Hingga beberapa minggu kemudian, sang ayah meninggalkan mereka begitu saja dengan alasan tidak tahan lagi hidup dengan mereka di gubuk yang terbuar dari kardus-kardus.

Kepergian sang ayah membuat bunda mereka benar-benar terpukul karena ia akan mengurus kedua buah hati mereka yang masih begitu kecil.

Dan beberapa minggu kemudian sang bunda juga sudah tidak tahan dengan semua itu dan memutuskan untuk pergi. Sebenarnya ia tidak tega meninggalkan anak-anaknya begitu saja. Namun karena ia berfikir bahwa kalau ia membawa mereka maka ia tidak akan bisa melakukan apapun.

Arvan yang saat itu sudah berumur 10 tahun sudah bisa mengerti dengan semua keadaan yang dia alami. Kepergian kedua orang tuanya membuatnya begitu terpukul dan meninggalkan luka batin yang cukup dalam. Sehingga ia selalu menanamkan dalam dirinya kebencian pada orang tuanya.

Sedangkan Amora yang masih berumur 7 tahun,  belum mengetahui apa-apa. Yang ia ketahui hanyalah bahwa kedua orang tuanya pergi untuk bekerja. Karena itu yang selalu di katakan oleh kakaknya dan juga sang nenek yang menjaga mereka.

Sebenarnya ia bukanlah nenek kandung dari Arvan dan Amora. Ia adalah asisten rumah tangga yang bekerja di rumah mereka dulu.  Panggil saja ia nek Sumi. Ia memutuskan untuk menjaga kedua anak kecil itu karena ia juga tidak punya siapa-siapa.

Dan kini kedua anak kecil itu sudah tumbuh menjadi remaja yang mandiri.

Dan ketiganya masih tinggal dan bertahan di rumah tapi lebih pantas mungkin di bilang gubuk.

Tempat itu tidak begitu luas. Meniliki dinding dari kayu-kayu yang sudah usam dan dimakan oleh rayap. Memiliki atap seadanya dan memiliki banyak lobang. Dan kalau hujan deras mereka keluar dan dan kadang pergi ke rumah orang untuk berlindung. Mereka beralaskan tanah.

Rumah itu 360 derajat sangat berbeda dari rumah mereka yang dulu.

Namun mereka tetap bersyukur karena masih mempunyai tempat untuk mereka melepas penat.

Karena kondisi mereka, tidak jarang beberapa orang menghina dan membuli mereka.

Dan itu kadang di lakukan oleh teman Amora di sekolah. Amora tal jarang sering mengeluh dengan keadaan mereka yang sangat memprihatinkan. Namun ia mempunyai kakak yang begitu hebat dan selalu menasihatinya tentang segala hal.

“Dek! Cepatan keluar. Jangan sampai kamu terlambat! “ teriak Arvan.

“Udah, jangan teriak-teriak. Sebentar lagi dia keluar kok,” ujar nek Sumi. “Sebaiknya kamu yang harus cepat-cepat sarapannya. Nanti pak Yanto marahin kamu lagi,” lanjut nek Sumi.

Pak Yanto adalah orang yang mempekerjakan Arvan. Arvan bekerja di tempat pak Yanto sebagai penjual koran. Ia bekerja di sana dari pagi hingga siang. Dan sorenya ia bekerja di bengkel.

Pekerjaan itu sudah ia tekuni selama tiga tahun belakangan. Ia melakukan itu tidak lain agar mereka bisa tetap makan dan untuk menyekolahkan adiknya satu-satunya. Ia memilih untuk tidak sekolah demi mereka tetap hidup dan melihat adiknya mengenyam pendidikan yang tinggi.

“Kemarin aku udah izin sama pak Yanto kalau hari ini aku terlambat masuk untuk nganterin Amora nek,” jawab Arvan sambil mengambil cerek yang berada di depannya dan menuangkan air ke gelas miliknya sambil menunggu Amora untuk mereka makan bersama.

Itulah salah satu kebiasaan mereka. Mereka tidak akan makan sebelum semuanya terkumpul, karena makanan mereka kadang tidak cukup untuk tiga orang.

Tak lama, Amora pun keluar dari kamar sepetak yang khusus di buat untuk mereka tidur.

Ia sudah berpakaian rapi dan siap untuk berangkat ke sekolah.

Ini adalah hari pertama mereka sekolah setelah libur panjang semester ganjil.

Sekarang Amora sudah menempuh pendidikan di SMA kelas 10.

“Maaf ya adek lama. Soalnya airnya dingin bangat. Jadi adek mandi agak lama deh...hehehe,” ujar Amora tersenyum dan menampilkan lesung pipi yang begitu manis.

Walaupun Amora tidak pernah memakai bedak, namun ia memiliki wajah yang begitu cantik. Apalagi ditambah lesung pipi dan rambut hitam pekat yang sangat lurus mebambah aura kecantikannya.

Dan itu sama halnya dengan sang kakak yang mempunyai wajah yang begitu tampan.  Meskipun ia tidak berpakaian keren seperti remaja seusianya, namun ia tidak kalah keren di mata Amora dan nek Sumi. Bukan hanya mereka yang mengatakan itu namun juga para tetetangga mereka .

Inbreeding Wheels Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang