Happy reading....
Bruk...
Seketika semua orang berbalik ke arah Amora. Bukannya nolongin Amora, semua orang yang ada di situ malah mentertawakannya.
Semua makanan dan minuman yang di bawahnya jatuh ke lantai
"Hey, kalau jalan pake mata dong! Basah nih sepatu gue!" teriak salah seorang siswa yang tidak sengaja terkena tumpahan makanan dan minuman yang di bawa oleh Amora.
Amora lalu berusaha bangkit. Ia begitu yakin pasti ada yang mengerjainya. Ia lalu melihat ke arah sampingnya. Dan benar saja, di sana terdapat Clara dan teman-temannya sedang tertawa puas melihat keadaan Amora yang menjadi pusat perhatian.
Melihat semua orang menatapnya rendah dan mentertawakannya, membuat Amora ingin sekali menangis.
Tak lama datanglah Hasna. Ia melihat Amora yang sedang menunduk di sana dengan makanan dan minuman di depannya berserahkan. Lalu matanya melihat Clara dan teman-temannya sedang asik tertawa. Ia begitu yakin merekalah yang membuat Amora seperti itu.
"Kasian! Pungutin tuh makanan! Biasa kan kalian makan makanan yang dari tong samapah," ujar Clara tanpa rasa bersalah.
Dan seketika semua teman-teman Clara mentertawakan Amora.
"Ini nggak bisa di biarin. Clara sudah keterlaluan!" gumam Hasna dengan penuh amara melihat sahabatnya di hina seperti itu.
Ia lalu mempercepat jalannya menuju meja Clara dan teman-temannya yang tepat berada di samping Amora.
"Hey!" bentak Hasna sambil memukul meja Clara. "Lo kan yang buat Amora seperti ini!" lanjutnya.
"Kalau ngomong jangan ngasal ya! Punya bukti apa lo nuduh saya!"
"Gue emang nggak punya bukti, tapi gue yakin lo pasti pelakunya!"
"Lo menghina gue! Gue laporin lo ke kepsek ya biar tau rasa!"
"Dia nggak menghina kok. Gue liat lo sengaja memanjangkan kaki lo supaya dia jatuh," ujar seseorang bersuara.
Orang tersebut tidak lain adalah Aisya, kakak kelas mereka.
"Jangan mentang-mentang lo anak pemilik sekolah ini trus bisa menjahili orang-orang di bawah lo dengan sesuka hati lo ya! Kalau lo mau laporin gue, laporin aja! Gue nggak takut!"
Medengar perkataan Aisya membuat Clara terbakar amarah. Ia tidak pernah mendapat perkataan sepedas yang barusan di katakan oleh Aisya. Jangankan berkata seperti itu, memandangnya saja mereka tidak berani.
"Lo berani sama gue. Lihat aja, apa yang bakalan gue lakuin sama lo dan dua perempuan sampah ini!" ujarnya menunjuk Amora dan Hasna lalu pergi dari tempat itu diikuti oleh teman-temannya.
"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Aisya lembut pada Amora.
"Nggak apa-apa kak. Makasih udah bela Amora," jawab Amora dengan suara gugup.
"Makasih kak. Kakak hebat bangat bisa ngomong kaya gitu sama Clara," ujar Hasna sambil tersenyum puas.
"Sebenarnya kakak juga nggak berani sih, tapi melihat kelakuannya barusan udah sangat keterlaluan menurut kakak. Dan itu tidak bisa di biarin"
Saat Hasna dan Aisya sedang berbincang, Amora mendudukan dirinya untuk membersihkan makanan dan minuman yang berhamburan itu.
"Eh, Mor! Lo mau ngapain?" tanya Hasna bingung.
"Gue mau bersihin ini Has. Kan ini gara-gara gue juga nggak hati-hati"
"Ya ampun Mor! Lo apa-apa an sih. Lo itu nggak salah! Clara tuh yang keterlaluan. Udah, kan ada pak Didi yang bersihin" ujar Hasna sambil membantu Amora berdiri.
Hasna lalu memperhatikan dengan intens Aisya. Ia merasa mengenal perempuan di depannya itu.
Sedangkan Aisya yang di tatap seperti itu mengerutkan dahinya bingung sambil memeriksa penampilannya, siapa tau ada yang salah.
"Kenapa? Kok ngeliatinnya gitu?" tanya Aisya.
"Nama kakak, kak Aisya kan?" tanyanya memastikan.
"Iya! Kenapa?" tanyanya balik dengan lembut.
Seketika mata keduanya berbinar. Amora yang tadinya sedih seketika menggulung senyumnya karena perempuan di depannya itu.
"Ya ampun kak! Kakak tau, kita pengen bangat ketemu sama kakak. Tapi ada aja halangannya. Dan kami tidak menyangka kalau kita bakal ketemu di sini!" ujarnya dengan riang.
Aisya semakin bingung. Ia lalu memperhatikan keadaan sekitar. Mereka tidak sadar kalau dari tadi mereka menjadi pusat perhatian.
"Kita ngomong di luar aja ya. Suasana di sini sudah nggak enak"
Amora dan Hasna memeriksa keadaan, benar saja keadaan di sini begitu mengerikan. Hampir semua mata tertuju pada mereka dengan tatapan yang begitu tajam.
"Iya kak, ayok!" ajak Hasna.
Ketiganyapun meninggalkan kantin tersebut dengan puluhan mata yang memperhatikan mereka.
***
Di tempat berbeda...
"Huft! Cuaca hari ini panas banget ya," ujar Arvan pada Andre yang duduk di trotoar jalan.
"Lebih bagus begini kan daripada hujan"
"Iya juga ya! Gue hari ini kayanya mau pulang terlambat"
"Kenapa?"
"Kan tadi saya masuk terlambat"
"Trus di bengkel gimana? Masuk terlambat lagi dong?"
"Yah gitu deh. Nanti gue jelasin sama pak Yadi. Pasti dia ngerti kok"
"Syukurlah! Eh itu sudah lampu merah lagi. Yuk!"
Kedua pemuda tangguh itu pun berdiri lagi untuk menjajahkan koran mereka.
Tak lama, lampu hijau menyala kembali mengharuskan mereka untuk segera menepi.
Saat mereka sedang menunggu lampu merah berganti kembali, beberapa motor besar menghampiri mereka.
Keduanya pun lantas mundur beberapa langkah ke belakang karena mereka kira kalau mereka menghalangi jalan para pemotor itu.
Namun para pemotor itu terus memojokan mereka dengan membunyikan klakson motor mereka.
Arvan dan Andre pun saling menatap dan bingung kenapa para pemotor itu seperti mengenal mereka dan ingin memberi mereka pelajaran, padahal seingat keduanya tidak pernah sama sekali mencari masalah dengan siapapun apalagi dengan geng motor.
Sampai di sini dulu yaa...
Jangan lupa vote, supaya author lebih semangat nulisnya. Hehe 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Inbreeding Wheels
Teen FictionSebuah cerita tentang bagaiman seorang kakak membahagiakan adik dan keluarga satu-satunya dalam hidupnya. Orang tua mereka meninggalkan mereka begitu saja tanpa rasa bersalah. Dari kecil, keduanya sudah mengalami penderitaan yang begitu berat. B...