Di sekolah....
“Eh Mor! Ke kantin yuk. Gue yang traktir,” ajak Hana.
“Maaf Han, gue nggak mau. Lo itu sudah sering banget traktir gue. Gue nggak mau terus-menerus nyusahin lo”
Namanya Hasna Arumi Salsabillah. Ia merupakan teman sekaligus sahabat Amora satu-satunya di sekolah yang besar tersebut.
Di saat semua orang menjauhinya dan tidak berteman dengannya karena miskin, Hasna dengan senang hati menerimanya untuk menjadi temannya.
Hasna juga menjadi tempat curhat bagi Amora jikalau ada masalah. Sehingga wajar jika Hasna tau segalanya tentang Amora termasuk kakak dan neneknya.
Walaupun ia tau keadaan Amora seperti apa, namun Hasna masih mau berteman dengan Amora. Ia tidak malu jika di katain dan sering di ejek karena berteman dengan Amora. Karena hampir semua orang mengetahui kalau Amora itu miskin. Sehingga ia sering sekali di bully.
Namun itu tidak membuat Hasna mundur untuk berteman dengan Amora. Apa salah berteman dengan orang miskin?. Toh juga kita tidak bisa memilih untuk hidup di dunia ini dengan keadaan kaya ataupun miskin. Itulah yang ada dipikiran Hasna.
Seperti sekarang ini, Hasna sedang mengajak Amora untuk pergi makan. Karena ia tau kalau Amora tidak membawa uang. Walaupun ia bawa, itu kadang tidak cukup.
Hasna sering mentraktir sahabatnya itu tidak lain, Hasna tidak ingin melihat Amora sakit perut hanya karna menahan lapar.
“Mor!” panggil Hasna lembut. “Gue sama sekali tidak merasa di repotin. Malah gue merasa senang bisa berbagi, apalagi dengan kamu. Sahabat terbaikku,” lanjutnya sambil memeluk tubuh mungil Amora.
“Jangan gini dong. Sedih tau”
“Hehehe...makanya ayok!”
“Makasih ya,” ujar Amora sambil menatap Hasna lembut.
“Apaan sih. Kaya sama siapa aja! Yuk!”
Kedua remaja itu pun berdiri dan melangkahkan kakinya untuk menuju kantin.
Namun baru beberapa langkah mereka mgayunkan kaki mereka, seseorang menghalangi jalan mereka sambil melipat tangan di dadanya dan dengan ekspresi merendahkan. Di sampingnya juga terdapat dua perempuan dengan pose yang sama.
Dia adalah Clara Shaila Winata. Anak pemilik sekolah tempat Amora dan Hasna sekarang berdiri. Ia merupakan siswa yang sombong dan sering menggunakan kekuasaan sang ayah untuk menindas siswa lain yang ia tidak sukai dan juga miskin, salah satunya Amora.
Dan di sampinya adalah Amira dan Bella. Mereka adalah teman Clara yang selalu berada di belakang Clara. Tidak jarang Clara memperlakukan mereka sebagai pembantu. Karena ia sering menyuruh mereka melakukan hal-hal yang ia suruh, salah satunya memegangkan tasnya dan juga memperbaiki penampilannya. Walaupun begitu, mereka tidak pernah meninggalkan Clara. Dan sepertinya mereka menikmati itu karena Clara sering membelanjakn barang-barang untuk mereka. Mungkin itu salah satunya mereka bertahan atas perlakuan Clara pada mereka sampai sekarang.
“Lihatlah gays! Si bau sampah lagi ngemis! Lo nggak malu apa minta-minta terus, he!”
Semua orang di dalam kelas tersebut sontak terkekeh. Mereka tidak peduli dengan apa yang dikatatkan oleh Clara kalau itu menyakitkan hati seseorang.
“Nggak usah di dengarin,” bisik Hasna mencoba menenangkan Amora.
“Lo itu nggak cocok di sini! Lo itu cocoknya nyari sampah!” Sambil mendorong tubuh Amora.
“Clara! Lo apa-apaan sih!” bentak Hasna melihat Clara yang sudah keterlaluan.
“Berani ya lo bentak Clara!” bentak Bella.
“Udah diam, gue nggak punya urusan dengan lo. Tapi kalau lo ikut campur, maka nasibmu akan sama dengan dia!” ujar Clara mempetingatkan.
“Terserah lo mau bilang apa! Ketika lo berurusan dengan Amora, maka lo juga berurusan dengan gue!” ujar Hasna sambil melangkah maju ke hadapan Clara.
“Has!” panggil Amora lembut. “Udah, gue nggak mau lo kena masalah gara-gara gue,” ujarnya sambil menarik Hasna untuk mundur kembali.
“Tapi gue nggak mau ngeliat lo di bully terus-menerus Mor”
“Gue nggak apa-apa kok”
“Eh, nggaj usah ngedrama deh kalian berdua!” cetus Clara. “Jiji gue. Yaudah disini bau bangat sampah! Mending kita pergi aja deh!” lanjutnya sambil berlalu pergi dan diikuti dengan Maira dan Bella.
“Mentang-mentang anak pemilik sekolah, berbuat seenak jidatnya!” gumam Hasna kesal.
“Udah-udah! Kan kamu tau sendiri bagaimana sifatnya emang kaya gitu,” ujar Amora lembut.
Hasna lalu menarik nafas panjang dan membuangnya secara perlahan untuk menstabikan kembali emosinya.
“Astagfirullahallazim!” ujarnya sambil mengelus dadanya. “Maafin gue ya. Nggak bisa ngontrol emosi soalnya,” lanjutnya sambil tersenyum.
“Iya nggak apa-apa kok. Jadi? Masih mau ke kantin atau tidak?”
“Masih lah! Yuk, sebelum kita masuk,” ujar Hasna bersemangat lalu menarik tangan Amora.
Dengan wajah yang bersemangat kembali, kedua perempuan itu langsung menuju ke kantin.
Keadaan kantin begitu ramai. Karena semua siswa berada di tempat itu untuk makan atau sekedar nongkrong saja.
Di sekolah tersebut hanya ada satu kantin. Kantin tersebut begitu luas. Ia berada di gedung tersendiri. Sengaja dibuatkan khusus agar para siswa di sekolah tersebut lebih nyaman.
Di depan gedung kantin berhadapan langsung dengan taman, sehingga wajar jika para siswa betah berlama-lama di kantin.
“Kita mau duduk di mana?” tanya Amora.
“Iya ya? Tempat kita biasa duduk sudah di duduki oleh senior”
“Di sana aja gimana. Nggak ada orang,” ujar Amora sambil menunjuk meja yang berada pojok depan sebelah kanan.
“Humm, nggak ada yang lain selain di sana,” jawab Hasna sedikit cemberut. “Nah! Di sana tuh, kosong juga. Gimana?” tanyanya.
“Terserah lo deh. Gue ngikut aja”
“Yaudah, ayok!”
Setelah pemilihan meja yang cukup lama, akhirnya mereka memutuskan untuk memilih meja yang di bagian tengah dan berhadapan langsung dengan taman.
Segera mereka menuju meja tersebut sebelum ada yang mengambilnya. Sangat jarang mereka dapatkan meja yang berhadapan langsung dengan taman, karena sering ada yang mendudukinya dan itu biasanya para kakak senior.
Dengan hati yang gembira, mereka menduduki tempat tersebut.
“Mau pesan apa?” tanya Hasna.
“Terserah lo deh”
“Lah, masa terserah gue sih. Kan lo yang makan”
“Apapun yang lo pesan, pasti gue makan”
“Yaudah, kita pesan yang biasa aja gimana?”
“Ummm, okelah. Biar gue aja ya yang pesanin,” ujar Amora sambil tersenyum.
“Ok, gue tungguin saja di sini mumpung lagi dapat tempat yang strategis,” ujarnya sambil cengar-cengir.
Amora lalu bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya ke meja untuk mereka memesan makanan.
“Mbak 2 bakso, jangan yang terlalu pedas dan teh manisnya 2,” ujar Amora pada penjaga kantin tersebut.
“Baik dek! Tunggu sebentar ya,” jawab penjaga kasir.
Amora pun menunggu di kursi yang di sediakan untuk menunggu pesanan mereka.
Beberapa menit kemudian, Amora pun di panggil untuk mengambil pesanannya.
Ia lalu berdiri dan mengambil pesanan tersebut. Dengan hati-hati ia berjalan membawa makanan tersebut agar tidak jatuh.
Namun masih setengah perjalanan, ia tersandung pada sesuati.
Bruk...
KAMU SEDANG MEMBACA
Inbreeding Wheels
Teen FictionSebuah cerita tentang bagaiman seorang kakak membahagiakan adik dan keluarga satu-satunya dalam hidupnya. Orang tua mereka meninggalkan mereka begitu saja tanpa rasa bersalah. Dari kecil, keduanya sudah mengalami penderitaan yang begitu berat. B...