tiga

13 3 1
                                    

"Auk ah," balas Ayu, capek sendiri.

Tatapannya kembali terarah ke depan kelas yang ramai ditempati kumpulan cowok kelas. Tak sengaja mendapati Ladien duduk disitu dengan tatapan lurus ke arah Ara yang sedang asik menyalin tugas PKn sama seperti Danti. Ayu langsung mengernyit curiga.

Ngapain tuh si Udin? Tumben-tumbenan.

Soalnya Ayu gak pernah tuh ngeliat Ladien yang secara terang-terangan natap Ara kayak gitu. Biasanya cuma curi-curi pandang. Wajar kan Ayu curiga? Sekarang Ayu makin curiga ketika Ladien tiba-tiba bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Ara yang masih belum sadar juga.

"Ara," panggil Ladien saat tiba di hadapan Ara.

Begitu Ara mendongak, Ayu langsung sadar maksud tindakan Ladien. Mukanya langsung berubah sumringah, apalagi ditambah Ladien yang tiba-tiba aja berlutut di samping meja Ara—membuat Ara mau gak mau ikut duduk menyamping agar berhadapan. Wajah Ara terlihat clueless berbanding terbalik sama Ayu yang udah gak tahan mau loncat-loncat.

Akhirnya si Ladien yang semi-bodoh itu mau bergerak juga! Ayu harus mendokumentasikan momen ini dengan sangat baik di kepalanya. Bisa jadi misinya menjadi cupid selama ini akhirnya berbuah manis. Ah, Ayu bahagia.

"Ay? Ayu!"

Ayu mendongak, menatap Vanka dan Amara—teman kelas 7-nya, sedang mengintip di jendela memperlihatkan gestur menyuruh Ayu mendekat. Melirik Ara dan Ladien masih dengan posisi yang sama, Ayu bangkit dengan sedikit tidak ikhlas.

"Apaan?"

"Lo udah ulangan Bu Tita belum?" tanya Vanka.

Ayu menggeleng, "belum, Senin rencananya."

"Yah," Vanka mendesah kecewa.

Sedang Amara memperhatikan Ara dan Ladien dengan penasaran, "itu lagi ditembak ya?" tanyanya.

"Hng?" Ayu menoleh, senyum girangnya terbit lagi. "Iya kayaknya."

"Lah si Ara tipenya sekarang begitu?" tatapan Vanka terlihat menghujat.

Ayu hanya mengangkat alisnya, malas meladeni Vanka yang terkenal julid.

"Eh, Bu Tita ego tuh!" seru Amara panik, kemudian belari bersama Vanka menuju kelasnya.

"Gak jelas," gumam Ayu, kemudian kembali menoleh ke arah Ara dengan antusias.

Tapi sirna gak lama kemudian karena dia sadar Ladien udah hilang dari posisinya semula. Tinggal Ara dengan wajah memerah dan senyum-senyum malu. Sementara Danti dan Elean ikut bersuka cita bersama Ara meninggalkan Ayu yang masih bingung dan bengong.

"Bentar-bentar," katanya, "Ra, lo ditembak Ladien tadi?"

Ara mengangguk, masih tersenyum malu-malu.

"HAH? CEPET AMAT?! GUE BELOM DENGER?!"

Ara mengernyit, "lah, gue kan di samping lo masa gak liat?"

Rasanya Ayu mau teriak. Tapi nggak, soalnya malu.

Ini gara-gara Vanka sama Amara yang tiba-tiba dateng secara gak penting jadinya dia gak bisa liat secara live peresmian hubungan Ara sama Ladien. Gimana bisa? Masa sebagai pendukung nomor satu dia gak liat? Ayu gak terima.

Dengan emosi dia menatap Ara, "pokoknya ulang! Gue belum liat!" katanya, lalu menatap Ladien yang kembali berkumpul di depan kelas. "Heh Udin! Ulang lo nembaknya! Gue belum liat, enak aja!"

•••

Ayu tertawa puas di teras kelas tak menghiraukan sekolah yang makin lama berangsur sepi karena bel pulang telah berbunyi delapan menit lalu.

Kejadian Ladien yang dengan ikhlasnya mengulang adegan nembak Ara beberapa saat lalu masih melekat di otaknya—alias kok Ladien bego banget sih secara pasrah mau-mauan disuruh Ayu? Haduh Ayu capek ketawa.

Ara duduk di sebelahnya dengan senyuman tak luntur. Danti dan Elean tak berhenti minta pajak jadian yang ditanggapi Ara dengan santai.

Ayu menoleh ke arah Ara, lalu tersenyum haru, "duh Nyet, akhirnyaaaa."

"Akhirnyaaaa," balas Ara, matanya berbinar bahagia.

Lalu Ayu tiba-tiba nangis. Detik ini juga dia mengakui dirinya persis orang stress—sedetik lalu tertawa kencang, detik selanjutnya nangis.

"Eh, eh, kenapa nangis lo?" tanya Danti sedikit panik.

Ayu menggeleng, "terharu gue." jawabnya, kemudian menyeringai, "sama mupeng sih, gue juga pengen ditembak langsung."

Elean memutar bola matanya malas, sedang Ara malah balik menatap Ayu berkaca-kaca.

"Makasih ya, Ay."

Ayu mengangguk, masih menangis. Kemudian keduanya berpelukan.

Malah jadi ftv siang.

Elean muak melihatnya, lantas bangkit dari duduknya berniat masuk ke dalam kelas. "Ayo pulang!" ajaknya.

Ayu menghapus air matanya, lalu mengikuti jejak ketiga temannya yang masuk ke dalam kelas. Rupanya Ladien masih tinggal di dalam kelas bersama Pian dan Tyo. Ayu tiba-tiba dapet ide dan tersenyum jahil.

"Ra, Ra, pamit dong sama yayang beb!" bisiknya menahan geli.

Wajah Ara bersemu, "harus ya?"

Ayu berdecak, "ya harus dong! Gimana sih? Cepet-cepet!"

Ara kemudian bergegas menghampiri Ladien yang duduk di kursi guru dengan Pian dan Tyo di belakangnya—Ayu mendengus, serasa raja emang si Ladien. Tapi habis itu Ayu nyengir lebar menatap Ara udah di depan Ladien yang kayaknya sama-sama gugup.

"Anjir ngakak banget," gumamnya, hampir gak kuat nahan tawa.

Ara berdehem, "Ladien, aku pulang dulu ya." pamitnya dengan senyuman.

Ladien balas mengangguk kaku.

Sudah. Ara berbalik masih dengan senyumannya, sementara Ayu udah ngakak gak karuan. Dalam batinnya berteriak kegirangan,

Aduh pasutri bodoh. Mau aja gue kadalin.

foreignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang