Pria itu menatap seorang gadis tengah memejamkan matanya. Bulu matanya yang lentik, hidungnya yang bangir, bibirnya yang ranum terkatup rapat. Beberapa saat lalu gadis itu pingsan, dan yang paling merepotkan adalah sikap maminya yang panik. Bagaimana tidak, gadis itu hanya seorang karyawan biasa! Dan simpati mami pada gadis tersebut sangat mengganggunya.Dan disinilah dia sekarang. Menemani ibunya di rumah sakit sampai karyawannya itu sadar.
"Dia hamil," kata Dokter pada seorang wanita yang sekarang sedang membekap mulutnya karena terkejut. Jadi, benarkah dugaannya?
Pria itu bahkan tidak kalah terkejut.
Hamil?
Arsen berdecak sebal. Pria itu ingin memaki ibunya yang bersimpati pada gadis murahan seperti dia!
Tapi alih-alih memaki atau mengomel, Arsen memilih diam dengan perasaan jengkel.
"Perkiraan usia kandungannya sekitar 11 minggu... untuk saat ini, biarkan dia istirahat."
"Apa dia akan baik-baik saja, Dok?" Tanya Lisa khawatir. Wanita tua itu menatap prihatin pada gadis tersebut.
"Tentu. Sebentar lagi dia akan sadar."
Setelah pemeriksaan selesai, dokter berambut pirang itu keluar dari ruangan bersama suster. Sedangkan Lisa berjalan mondar mandir sambil menggigiti kukunya, melihat itu membuat putranya mendengkus keras.
"Jangan bilang kalau mami mau mencari tahu siapa ayahnya?"
Gerakan kaki Lisa berhenti, wanita itu menatap putranya itu. "Arsen.. dia hamil, tentu saja kita harus mencari tahu siapa ayahnya! Dia harus bertanggung jawab karena mereka akan segera memiliki bayi!"
Mendengar ucapan maminya, Arsen memutar bola matanya malas. Dia benar-benar jengkel dengan keingintahuan maminya itu. Bukankah itu urusan pribadi? Hingga kemudian tatapannya beralih pada gadis yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Usianya bahkan masih 19 tahun? Ck, Arsen berdecak sebal memikirkan gadis itu sudah melakukan seks bebas!
Pacarnya pasti sudah gila karena merayu bocah di bawah umur seperti Nara!
Nama gadis itu Nara, dia tahu karena mami yang memberitahunya. Mami bilang, dia karyawan baru.
"Itu bukan urusan Mami!" Tegur Arsenio, pria berusia 27 tahun tersebut mendengkus jengkel. Arsen memang paling tidak suka mencampuri urusan orang lain. "Lagipula, dia cuma pegawai baru, untuk apa mami repot-repot mengurusi urusan pribadinya?"
Lisa mendesah keras sambil menatap putranya dengan ekspresi memelas. "Arsen... dia tanggung jawab mami juga!"
Arsen mengangguk-anggukan kepalanya. "Iya.. iya.. tapi soal siapa ayah dari bayinya, itu bukan urusan kita! Biarkan saja dia urus semuanya sendiri.. toh, dia pasti tahu apa akibatnya jika dia melakukan seks bebas kan? Dia bahkan belum menikah! Usianya juga masih 19 tahun, dan dia akan segera memiliki bayi!"
"Tapi dia yatim piatu, Arsen..." Lisa mengingatkannya. Mami bilang, Nara berasal dari panti asuhan---seperti info yang di dapat maminya dari mulut Nara sendiri.
"Dan mami bukan orang tua angkatnya ataupun kerabatnya. Berhenti mengkhawatirkan orang lain yang bukan siapa-siapa kita!"
Lisa mendengkus keras mendengar argumentasi putranya. Jika saja tadi dia tidak menemukan Qinara sedang meringis kesakitan sambil memegang perutnya ketika ia sampai di kantor, mungkin dia tidak akan sekhawatir ini. Apalagi ketika ia sampai, darah segar sudah mengalir di bagian paha gadis itu.
Iya, usianya memang baru 19 tahun. Itu yang ia tahu dari CV yang di berikan padanya ketika melamar pekerjaan sebagai asistennya.
Dan fakta jika gadis ini adalah yatim piatu yang sebelumnya pernah tinggal di panti asuhan membuat Lisa bertanya-tanya, dengan siapa Qinara hamil? Apa benar dia mengikuti pergaulan bebas di luar sana? Wajahnya yang ayu dan kalem sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada.
"Apa dia di perkosa?" Lisa berkata lirih, membuat Arsenio menoleh kepada ibunya sambil mendelik.
"Nggak mungkin. Mereka pasti melakukannya karena sama-sama suka, Mi! Please, berhenti khawatir. Kita akan pulang setelah dia sadar.. jangan bertanya apapun padanya. Karena itu urusan dia.."
"Arsen!" Tegur Lisa. "Cobalah sedikit peduli pada orang-orang di sekitarmu... Nara memang cuma pegawai mami, tapi kamu lihat sendiri kan? Dia itu pintar, cekatan dan rajin. Rasa-rasanya nggak mungkin kalau dia..."
"Eughhhh..." suara leguhan dari Qinara membuat Lisa menoleh, begitupun dengan Arsen. Pria itu tidak lepas menatap Nara dengan lekat.
Menyebalkan, batinnya.
Lisa bergegas mendekati ranjang Qinara "Ra.. kamu udah sadar?" Tanya wanita itu khawatir.
Nara merasakan kepalanya berdenyut dengan nyeri. Sambil memengang kepalanya, Nara berucap, "Bu Lisa..." cicit Nara lirih. Ia mencoba untuk duduk namun di cegah oleh wanita itu. "Aku di rumah sakit?" Nara menatap ke sekelilingnya, juga melihat salah satu tangannya yang nyeri akibat jarum infus.
Pria itu mendengkus dengan kepolosan Nara yang berbanding terbalik dengan kelakuan gadis itu. "Menurutmu?" Balas Arsen ketus. Tanpa menatap Nara yang menekuk wajahnya karena sikap ketusnya, Arsen menatap Lisa. "Dia sudah sadar, Mam.. ayo kita pulang..." pria itu sudah berdiri sambil memasang ekspresi tidak menyenangkan. Dan Nara menyadari itu hingga gadis tersebut memilih untuk menundukan wajahnya.
Arsen jelas-jelas menunjukan rasa tidak suka padanya lewat sikap pria itu.
"Sabar, Arsen..."
Nara mencoba menepis perasaan tidak enak yang merasuk dalam benak gadis itu atas sikap dari anak bossnya. "Kalau ibu mau pulang, nggak apa-apa, kok.." timpal Nara ketika melihat wajah di tekuk anak bossnya itu. "Saya nggak apa sendirian..."
Lisa mengulas senyum getir. "Maafin Arsen ya.. kamu pasti kelelahan karena kerja kesana kemari urusin klien kita kemarin. Ya sudah.. besok pagi saya kesini lagi, Ra. Kamu nggak apa kan saya tinggal?"
Qinara menggeleng. "Nggak pa-pa, Bu.. terima kasih sudah mengkhawatirkan saya..."
"Selamat atas kehamilan kamu. Jaga dia baik-baik, Ra. Untuk sementara waktu kamu nggak usah bekerja dulu sampai badan kamu merasa pulih," ucap Lisa lembut. Kemudian wanita itu berdiri, menatap sekilas pada putranya yang nampak tak acuh, Lisa menggeleng pelan. "Ayo kita pulang," ajaknya pada Arsen.
Tanpa menunggu lama, Arsen lebih dulu keluar tanpa sepatah kata ketika meninggalkan ruangan.
Sementara Nara hanya menatap kepergian mereka dengan kehampaan.
Ketika pintu tertutup, gadis itu mencoba untuk menutup kembali matanya dan setetes air bening menitik di pipinya. Sejak ia membuka matanya, Qinara sudah menahan air matanya---semampu mungkin untuk tidak nampak sedih di depan boss nya itu. Tapi ia tidak bisa, usai kepergian mereka, tangisnya pecah.
Dadanya terasa sesak dan isak tangis itu lolos dari bibirnya.
Nara tahu, takdir begitu kejam untuknya. Dan sekali lagi, Nara kembali merasakannya.
Merasakan takdir yang tidak pernah lagi berpihak padanya.
***
Tes tes tes
Tes pasar dulu, laku nggak ya 😁
Vote dan komennya dong kakak
Kira-kira siapa ya bapaknya? 😆

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret || End
RomanceNara hamil karena di jebak oleh kekasihnya. Seseorang yang ia cintai ternyata memanfaatkan tubuh gadis itu. Kepercayaan atas pria itu sudah sirna setelah Nara mengetahuinya. Meski hamil, Nara memilih pergi dan membawa rahasia tentang kehamilannya...