02. Pensi

4.7K 42 4
                                    

"... Sudah biasa. Tapi sakitnya nggak biasa aja." —Airin.

****

01—Pensi.

Suasana kelas yang tadinya ribut karena guru yang mengajar sedang absen tiba-tiba senyap saat kedatangan beberapa Kakak tingkat mereka yang lumayan dikenal.

"Duduk semuanya!" Titah Ketua Osis bernama Gian dengan suara tegasnya.

"Saya disini akan memberitahukan tentang Pentas seni yang akan diadakan bulan depan. Beberapa dari kalian dipilih untuk ikut serta dalam merayakan ulang tahun sekolah kita."

"Saya dan yang lain, sudah sepakat akan membuat pertunjukan teater Drama. Beberapa dari kalian terpilih untuk menjadi pemain, latar belakang, penata busana, dan musikal  dalam drama tersebut. Tidak ada yang boleh mengundurkan diri karna ini sudah saya diskusikan dengan kepala sekolah dan wali kelas kalian. "

"Seseorang yang saya sebutkan namanya silahkan berdiri, oke?"

"Ya, Kak!"

"Pertama, Ibra?"

"Saya Kak?" Ujar Ibra berdiri

"Kamu pandai tata rias?"

"Kakak kok tau?"

"Mukamu Glowing Btw,"

Ibra tersipu mendengar hal itu.

"Ibra kan cowok Kak!" Protes Cindy

"Sirik aja lu Cindy!" Tukas Ibra

"Kalo begitu kamu mau menggantikan Cindy?"

"E-engga Kak, hehe."

"Huh!"

"Baik selanjutnya. Amel, Arif, Kencana, musically ya?"

"Siap Kak!"

"Jali?"

Jali yang semula tengah sibuk mencari tambang emas didalam hidungnya pun ikut berdiri dengan malas. Mendengus dan berharap ia tak akan jadi Biri-biri lagi seperti pentas seni di SD dulu.

"Kamu jadi Kurcaci ya?"

Jali Mendengus. "Seenggaknya bukan binatang," Gumamnya.

"Mau protes Jali?" Tanya Gian melihat raut tak suka diwajah Jali.

"Ini saya aja emang yang jadi kurcaci Kak?" Tanya Jali

"Enggak. Ada dari kelas lain juga, Imam, sama Roni dikelas lain. Gimana?"

"Woah! Si Roni? Emang cocok itu bocah jadi kurcaci, tuhan menciptakan dia untuk mendalami karakter, Hahahaa" Pekik Jali terlihat bahagia atas perannya tahun ini.

"Airin?"

Airin berdiri melirik Anggara yang juga tengah menatapnya.

"Saya Kak?"

"Ya, kamu jadi pembaca naskah bersama Gema ya. Mana Gema?"

Airin melirik Gema yang mendengus jengah meletakkan bukunya.

"Saya Kak."

"Maya?"

"Iya Kak?"

"Kamu jadi Pemeran yang lain."

"Dan Anggara?"

Anggara berdiri. Membuat gadis-gadis lain menerka-nerka peran yang cocok untuk seorang Anggara yang kharismatik

Salahkah kita? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang