Tiupan angin menyapa segala bentuk kehidupan di sekitarnya, menghembus lembut gamis berwarna navy milik seorang gadis yang sedang melangkahkan kakinya menyusuri bibir pantai. Tatapan teduh yang berasal dari sepasang mata indah itu menyapu sekeliling. Menatap setiap sudut dari lukisan indah yang Allah ciptakan, tanpa ingin melewatkan se inci pun dari penglihatannya.
Sepasang sepatu putih yang melekat di kakinya ia bawa menuju sebuah karang. Mendudukkan dirinya di sana, menatap dengan sendu bentangan lautan biru yang berpadu dengan indahnya langit kala itu.
Gulungan gulungan ombak itu bergerak dengan irama abstrak menghantam tegasnya karang. Suara derasnya gelombang berpadu dengan deru yang saling bersahutan.
”Alam adalah salah satu hal indah yang Allah ciptakan untuk kita nikmati, meski kadang hanya sepi, namun tenang bisa tersampai lewat hati.”
- Arin, 2021
• Marina Beach :)Namanya Arin. Seorang gadis dengan tatapannya yang sendu dan senyumannya yang menawan. Bisa dibilang ia juga ahli dalam merangkai kata, namun tak pandai dalam menyampaikan sesuatu perihal rasa.
Katanya berbeda, jika kata bisa ia torehkan dalam tulisan, namun rasa harus ia sampaikan lewat lisan.
Kesunyian membuat suasana seolah mengatakan jika pantai ini adalah miliknya sendiri, tidak ada satupun orang disini kecuali dirinya. Arin mengangkat kepalanya menatap ke laut lepas. Meresapi ketenangan dari alam yang bersapaan dengan kesunyian.
Coretan awan awan putih itu tampak berselaras dengan kanvas biru yang terbentang luas. Bergerak berarak memisahkan diri dari kelompoknya, ia serasa bisa untuk menyentuh gumpalan gumpalan kapas yang bertaburan di atas sana.
Mungkin banyak orang sudah tidak asing lagi dengan puisi rindu tentang ombak, rangkaian kata indah dengan diksi sebagai pelengkapnya. Begitulah alam, ia punya caranya sendiri untuk meninggalkan kenangan di dalam hati dan membiarkannya terpatri untuk tetap abadi dalam diri.
Meski tanpa jepretan kamera yang hanya tersimpan di memori atau mungkin hanya di pajang di dinding lemari.
"Assalamualaikum pa, hari ini Arin sudah berani lihat laut lagi, Arin berharap, semoga papa tenang ya disana, Arin janji akan bantu mama untuk sembuh, selalu senyum ya pa, Arin rindu,"
Sungguh kejamnya semesta yang selalu membuatnya merindu, padahal ia tahu takkan ada yang namanya temu. Lucu, namun dia tak pernah tertawa karena hal itu.
Laut adalah hal yang paling mengagumkan untuk dirinya, sejak kecil laut adalah temannya. Namun sejak saat itu, melihat laut saja ia ragu, meski ia tahu bahwa semua ini perihal waktu. Waktu dan takdir yang membawa separuh dari kehidupannya pergi, namun mengapa laut harus ikut andil.
Gulungan ombak itu yang membawa papanya pergi, meski ia tahu, bahwa Allah yang meminta papanya untuk kembali. Laut menenggelamkan kapal dan seluruh isinya, membawa pulang duka dengan segala rasa perihnya. Laut membawanya pergi, tanpa setitik celah untuk dapat melihatnya kembali.
Bahkan di detik terakhir pun laut tak mencoba untuk membantu, hingga pencarian saat itu berhenti, tanpa menemukan jasad terakhir dari sang perwira tinggi.
Ia masih mengingat ucapan dari sang ayah saat mereka berkunjung ke sebuah pantai. Saat itu ia duduk di atas pasir pantai, membiarkan jari jari kakinya merasakan dinginnya air laut.
Matanya ia pejamkan sembari merasai angin yang berhembus menerpa wajahnya. Ia merasa ada seseorang yang duduk di sebelahnya, dan ia tahu itu adalah papanya, itu karena bau parfumnya yang khas.
"Jalasveva Jayamahe, justru di lautan kita jaya,"
Itulah kalimat yang ayahnya ucapkan, bahkan kalimat itu yang seringkali terngiang ngiang dalam ingatannya. Semboyan itu sangat dijunjung tinggi oleh sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SAN 1] Assalamualaikum Captain!
Teen FictionNamanya Arin. Seorang gadis dengan tatapannya yang sendu dan senyumannya yang menawan. Bisa dibilang ia juga ahli dalam merangkai kata, namun tak pandai dalam menyampaikan sesuatu perihal rasa. Katanya berbeda, jika kata bisa ia torehkan dalam tulis...