2. Mata Yang Masih Terpejam

5 2 0
                                    

Arin melipat kembali mukenah nya setelah selesai melaksanakan shalat, dan beranjak untuk membuat secangkir Milo panas lalu berjalan ke balkon kamar hotelnya. Semilir angin yang berhembus membuat jilbab instannya berkibar bersamaan dengan ia yang menggeser pintu kaca balkon.

"Malam ini aku ke rumah sakit nggak ya?" Ia bermonolog dalam kebingungannya.

Di satu sisi, ia merasa dirinya bukan siapa-siapa dari laki-laki itu. Tapi di sisi lain, ia merasa turut bertanggung jawab menjaga laki laki itu yang sedang koma di rumah sakit karena Arin lah yang menemukannya.

Entahlah, ia turut merasa cemas tentang keadaannya. Belum lagi tentang keluarga laki laki itu yang tak kunjung mendapat titik temu.

Ia menyeruput Milo panas di tangannya sembari menyapukan pandangannya menatap sekeliling. Lampu lampu kota yang menyala dan menyinari dengan indah di jalanan yang ramai akan kendaraan, berpadu dengan kelap kelip lampu lalu lintas di perempatan.

Begitu juga dengan cahaya cahaya lampu yang menyelinap keluar melalui kaca kaca gedung pencakar langit yang tampak indah dari kejauhan.

"Coba aja mama ada disini, pasti Arin akan lebih bahagia, pasti Arin nggak akan sebingung ini sekarang," lirihnya.

Padahal tujuannya datang kesini bukan sekedar untuk berjalan jalan, melainkan ia sedang ada kegiatan bedah buku di salah satu Gramedia terbesar di kota ini. Sebenarnya ia juga ingin sejenak mengistirahatkan diri dari banyaknya tulisan dan coretan pada skripsinya.

Arin menarik dirinya kembali masuk ke dalam kamar dan bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Siapa tahu keluarga dari laki laki itu sudah di temukan.

Jam masih menunjukkan pukul 8 malam, Arin melangkah keluar dari kamarnya dengan gamis berwarna navy dan pashmina syar'i berwarna broken white yang terlihat sangat serasi dengan dirinya.

"Maaf kak, kakak Sabrina kan? Penulis novel itu?" Arin tersenyum ramah saat dua orang gadis menghampirinya.

"Masyaallah, nggak nyangka bisa ketemu disini! Cantik banget, lebih cantik dari pada di foto!"

"Allahumma tsabit hamdaki," Lirihnya saat mendengar pujian itu.

"Boleh minta tanda tangan nggak kak?"

"Boleh," Arin lantas meraih pena yang gadis itu berikan lalu memberi tanda tangannya pada halaman pertama, tak lupa dengan kalimat motivasi yang begitu melekat pada dirinya.

"Kak, mau foto juga dong, nyari foto kakak langka banget di Instagram," Arin hanya dapat tersenyum, lebih tepatnya tersengih mendengar ucapan gadis itu.

Karena memang tidak ada foto dirinya di Instagram, yang ada hanya foto dari tempat tempat yang ia kunjungi tanpa ada dirinya dalam foto tersebut. Ia juga tidak memiliki akun media sosial lain selain Instagram, Line, dan Wattpad, sebenarnya ia juga tak sering membuka aplikasi-aplikasi tersebut.

Ia hanya menggunakannya sebagai media untuk membagikan kata kata motivasi dan penyemangat. Juga untuk berbagi ilmunya yang tak seberapa ini dalam bidang dakwah dan ilmu agama. Ia bukanlah seorang gadis yang tahu sangat dalam tentang ilmu agama melainkan ia pun sedang belajar.

"Makasih banyak ya kak, nggak sabar banget untuk datang ke bedah buku kakak besok!" Ucapnya dengan begitu bersemangat.

"Iya, sama sama," jawab Arin sembari melempar senyum.

"Kalau gitu saya duluan ya, assalamualaikum," setelah melirik jam tangan kecil yang melingkar di tangan kirinya, Arin lantas pamit untuk pergi lebih dulu.

"Wa'alaikumsalam," kemudian ia melangkah pergi meninggalkan kedua gadis itu.

"Ya Allah, rezeki anak Sholeha," Arin hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala saat mendengar obrolan kedua gadis itu yang masih dapat terdengar di telinganya.

[SAN 1] Assalamualaikum Captain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang