Dulu, Arevo selalu ingin melihat senyum Shena. Sejak malam pembunuhan itu, Shena tak lagi menampilkan senyumnya. Arevo semakin merindukan wajah cerah Shena.
Banyak hal yang telah Arevo lakukan. Mulai dari mengajak Shena bermain, mengajak Shena bercanda, menceritakan banyak hal lucu, dan masih banyak lagi. Namun tawa Shena seakan telah kandas, Shena tetap tak pernah tersenyum.
Sampai setahun setelah kejadian tragis itu, Arevo berputus asa. Dia mulai membiarkan Shena menjadi pemurung. Namun tetap saja, dalam hatinya Arevo sangat tak senang melihat wajah Shena yang selalu mendung.
Suatu hari, di saat hujan Arevo pergi ke halaman belakang rumahnya. Dia ingin melihat hujan dari teras belakang rumahnya. Begitu kagetnya saat mendapati Shena ada di tengah-tengah halaman belakang, berjongkok di sana.
"She ... Shenaaa!" panggil Arevo.
Namun Shena tak membalas.
"Shena! Kamu jangan hujan-hujanan! Nanti sakit! Ayo masuk, Shena!" panggil Arevo lagi.
Shena tetap tak mengidahkan.
Arevo mulai khawatir. Arevo menoleh ke sekitar teras, mencari payung atau kain apapun yang dapat membantunya memasuki hujan dan mendekati Shena. namun percuma tak ada apapun. Akhirnya Arevo mulai nekat berhujan-hujanan mendekati Shena.
Diraihnya bahu Shena. "Shena, ayo masuk!" ajaknya lagi.
Shena masih tak mengucapkan apapun.
Arevo berjongkok dan melihat wajah Shena. Dan dia tertegun saat memandang wajah Shena.
Shena tersenyum. Matanya sama sekali tak menatap Arevo, hanya menatap ke bawah.
Arevo terdiam. Dalam hatinya, dia penasaran.
"Hujan ...," gumam Shena. "Kalau sore ini hujan, nanti malam pasti langitnya cantik. Bintang-bintang pasti muncul nanti."
Arevo tetap tak berkata-kata. Dia hanya tetap memandangi kedua mata hitam bening Shena yang juga menjatuhkan air. Arevo tetap dapat melihatnya. Dan Arevo juga tetap mengerti, bahkan kala itulah Arevo mengerti.
Bintang-bintang malam adalah satu-satunya penghapus luka Shena.
***
Arevo kini terbaring menatap langit. Di antara banyak bintang yang berkelap-kelip di matanya, Arevo masih dapat memandang banyak bintang yang bertabur jauh di atas sana.
Sebelum pendengarannya buram, Arevo masih sempat mendengar jeritan Shena. dalam hatinya, Arevo kini benar-benar menyerah ... sekaligus sedih. Arevo menyerah, dia tak bisa menorehkan senyum di wajah Shena. Walau bahkan bintang banyak bermunculan di sana, namun semuanya seakan malah semakin membuat hati Arevo terpecah.
Justru tangis di malam mengerikan itu yang dia dengar malam ini.
Kesedihannya adalah tentang Shena. Arevo tak dapat melupakan seberapa histeris Shena menjerit dan menangis malam itu. Lalu bagaimana Shena tak dapat tersenyum selama begitu lama. Dan segala beban kerinduan Shena akan kedua orang tuanya.
Mengapa dia tidak bisa menghapuskan pedih di hati Shena? atau bahkan hanya sekedar meringankan beban di hati gadis itu? atau apapun yang bisa ia lakukan dari sekedar memperhatikan kehidupan pilu Shena, mengapa Arevo tak pernah dapat mewujudkannya? Arevo tak pernah tahu.
Sudah cukup dia bersikeras melakukannya. Dia tak tahu harus apa lagi. Dan terutama saat ini. Apalah yang dapat dia lakukan lagi bila keadaannya bahkan telah begini?
Hanya satu. Menambahkan beban pada Shena atas kepergiannya.
***
Miss Vilencia tersenyum lega. Untuk pertama kalinya, dia dapat membujuk Sean melakukan hal yang lain selain bermain-main dengan pisau. Sekarang, Miss Vilencia sedang menemani Sean menggambar di kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins or Another
Teen FictionNaskah asal dari buku pertama Project Rewrite: Beautiful Lost Stars.