"Ada beberapa hal yang harus kubicarakan padamu..." Dokter Jung, psikiater itu mengambil duduk di hadapan pemuda Ji. Tangannya bergerak cepat membuka file bertulis nama pasien, 'Kim Jiwon'.
Ji Changwook, yang semalam mendapat pesan singkat untuk janji bertemu dari kawannya itu menyimak.
"....... ini tentang perkembangan Jiwon." Dokter Jung masih fokus dengan layar komputer di hadapannya.
"Wae?" Changwook mulai was-was, ikut memandang layar komputer yang kini juga dihadapkan padanya.
"Hampir 2 tahun aku mendampingi Jiwon menjalani terapi ini. Riwayat kondisi dan pemeriksaan, semua tertulis jelas disini. Mungkin kau masih ingat bagaimana keadaannya saat pertama kali kau membawanya kemari," Dokter Jung memberi penjelasan.
Ji Changwook manggut-manggut. Tentu ia masih mengingat jelas bagaimana kondisi Jiwon saat itu dan bagaimana sulitnya membujuk gadis tersebut untuk memeriksakan diri kemari.
"Tekanan dan kesedihan yang dialami cukup menyiksa, belum lagi kejadian yang terjadi setelahnya, itu membuat Jiwon mengalami ketakutan, trauma berat dan gejala gangguan kecemasan."
"Hmmm... aku masih ingat saat-saat itu," Ji Changwook mengangguk lagi.
"Dan setelah pemeriksaan kemarin aku bisa mengambil kesimpulan, psikis Jiwon sudah jauh lebih baik."
Penjelasan singkat Dokter Jung membuat Ji Changwook tersenyum lebar, "Benarkah? Syukurlah... Itu melegakan sekali..."
"Asal jangan membuatnya terlalu stress, atau terpancing dengan kejadian traumatis di masa lalu, karena jika hal itu terjadi tidak hanya psikis tapi fisiknya akan terdampak juga."
Changwook mengangguk lagi, "ne ne, akan kuingat hal itu. Aku akan selalu menjaganya."
Dokter Jung ganti menatap pemuda di hadapannya, "hanya saja ada satu hal yang harus kukatakan..."
Ji Changwook menautkan alis, menyimak semakin penasaran.
"Keadaan Jiwon jauh lebih baik, dan bisa kutebak dia sudah tidak menghindari 'pemuda itu'..." Dokter Jung tampak lebih serius dari sebelumnya.
"..... biarkan aku mengatakan hal ini sebagai kawanmu. Aku tau benar bagaimana usahamu untuk menemani dan mendampingi Jiwon selama ini. Tidak mudah juga untukmu menerima keadaanya saat itu, tapi kau memilih untuk tetap bersama. Dan, hmmm.. aku tau kau begitu mencintainya...."
Keduanya terdiam sesaat, membuat detik jam terdengar jelas.
".... kondisi Jiwon semakin membaik, dan dia sudah tidak takut menemui pemuda itu, artinya, yeah hmmmm.... ia pun siap menerima kembali perasaannya. Maka aku bertanya padamu, apa kau juga siap?"
Ji Changwook menatap wanita di hadapanya tak berkedip. Alisnya semakin mengerut.
Dokter Jung menatap tajam, "Apa yang tampak sudah cukup mengisyaratkan betapa besar cintamu untuk Jiwon, Changwook-ah. Apa kau siap dengan segala resiko yang akan kau terima? Dia sembuh, tapi perasaan lama itu juga bisa hadir lagi. Apa kau tidak apa-apa?"
Pemuda tampan itu terdiam. Bibirnya membulat sempurna, tak mampu berkata-kata.
Dia pun tak pernah menyangka akan hal ini.
Di dalam ruangan yang serba putih dan dingin itu, Ji Changwook termangu. Kedua tangan dan tubuh kekarnya seakan membeku tiba-tiba.
.
.
.
Sementara itu...
Kim Jiwon meletakkan segelas coklat panas di hadapan seorang wanita dewasa yang duduk di bangku sudut floristnya.
"Terimakasih, aku merepotkanmu, ya?" Ujar wanita itu pada Jiwon yang kini duduk terpisah oleh meja kayu panjang.
Jiwon menyungging bibir cantiknya, balas tersenyum ramah, "tidak merepotkan, aku sudah biasa menerima tamu disini, eonnie."
"Rupanya kau lebih sibuk disini daripada shooting, tidak salah memang, tempat ini sangat nyaman dan indah," wanita berusia menjelang 40 tahun itu mengitari gerai Jiwon dengan matanya.
"..... pantas saja Hojin dan Sijin juga senang berkunjung kemari. Aku minta maaf kalau anak-anakku sering merepotkamu."
Jiwon menggeleng cepat, menciptakan gelombang di surai panjangnya yang terurai. "Tidak, justru aku senang jika mereka datang kemari."
Menit-menit selanjutnya mereka lalui dengan obrolan yang mengasyikkan diselingi tawa dari masing-masing. Tampak sekali hubungan yang cukup akrab dari 2 wanita tersebut.
"Sangat menyenangkan bisa seperti ini lagi, Jiwonie," ujar si wanita dewasa yang Jiwon panggil eonnie itu.
"...... sudah sangat lama kita tak berjumpa, terakhir kali kita bertemu di pesta pernikahan Joongki. Setelah itu aku hanya bisa melihatmu di layar TV. Kau tidak pernah lagi datang ke rumah kami."
Song Jina, kakak perempuan Song Joongki melempar ingatannya ke tahun-tahun lampau, dimana Jiwon sering datang mengunjungi kediaman orang tuanya.
Jina jelas tau bagaimana kedekatan gadis cantik di depannya tersebut dan adik laki-lakinya yang memang sudah bersahabat sejak lama. Hanya saja mereka tak pernah lagi berjumpa semenjak pernikahan Joongki.
"Kau tentu tau Joongki melewati masa-masa yang cukup sulit dan aku senang mengetahui kau dan adikku masih akrab sampai sekarang," Jina melanjutkan ucapannya.
Gadis Kim mengulum senyum. Song Jina begitu paham tentang adiknya, tapi tak mengerti apa saja yang harus dihadapi Jiwon semenjak 'peristiwa itu'.
-Dan tentu saja sulung keluarga Song itu tak mengerti mengenai hubungan Jiwon dengan pria lain saat ini-
"Jiwonie..." Jina memandang Jiwon teduh, membuat Jiwon yang baru saja menghisap cangkirnya mendongak, balas menatap Jina.
".... kurasa Joongki membutuhkan sosok yang ceria sepertimu," tukas Jina tanpa keraguan.
Jiwon terkejut, sontak menarik badannya mundur. "Apa??"
Jina mengangguk satu kali, meyakinkan. Pandangan matanya berubah menjadi tatapan penuh harap.
"Aku serius. Akan sangat menyenangkan jika kau menjadi bagian dari keluarga kami, Jiwonie...."
*****
sorry for super slow update :)
KAMU SEDANG MEMBACA
FLOWER LANGUAGE
RomanceKenangan adalah bukti, bahwa tak ada yang benar-benar selesai dalam hidup ini.