Suara jangkrik bercampur lolongan serigala menandakan malam yang sunyi. Kecuali bunyi kresek di gang sempit. Tempat sepasang kekasih sedang bermesraan. Si gadis menatap kaget ke arahku. Langsung ku respon dengan tembakan jarum es yang menusuk tepat ke lehernya. Lalu satu jarum lagi untuk si pria.
Akan gawat kalau mereka melapor tentang kemunculan ku yang tiba-tiba. Teleport merupakan hal terlarang di dunia ini, karena hanya ras naga yang bisa melakukannya. Lagipula aku jijik dengan perbuatan mereka.
Wanita bermantel pasti sudah mati setelah menggunakan teleport antar-dunia. Tubuhnya tidak akan sanggup. Namun tetap saja, kemarahan ku tidak hilang. Secara tidak sadar aku mengepalkan tangan sampai buku jari memutih. Tidak, aku harus tenang untuk sekarang. Terakhir kali saat aku emosi aku dilemparkan ke dunia lain oleh musuh. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya.
Lingkungan ini terasa akrab. Wacana itu terlintas dibenak ku saat melihat mayat sepasang kekasih, perumahan padat, dan sampah berserakan berbau busuk, seperti daerah pinggiran terlantar yang tidak dipedulikan ibukota.
Tiba-tiba aku teringat saat pertama kalinya bertemu dengan guru. Aku yang masih berusia 9 tahun, berdiri telanjang di panggung dengan tangan dirantai. Lalu seorang wanita mendatangi ku. Dia memakai gaun layaknya bangsawan. Kulit mulus seputih susu berada dibaliknya. Wajahnya cantik tak bercela. Ada dua pria di kanan kiri nya. Dia menoleh kepada pria di kiri.
"Kamu yakin dengan ini?" Suara itu terlalu merdu bahkan untuk seorang wanita.
"Iya yang mulia." Jawab si pria sambil menunduk hormat.
"Aku ingin membeli budak ini." Si wanita menunjukku. Tidak lama kemudian datang penjual untuk berdebat masalah harga.
Pria di kiri memisah diri menuju kepadaku. Dia menatapku sangat dekat. "Aku suka tatapan bencimu itu." Lalu aku terkejut melihat biji matanya yang semula hitam bundar menipis seperti kucing. "Nah, sekarang kamu menjadi milikku." Dia mengelus kepalaku.
Sudah lama semenjak itu, sampai aku pergi ke bumi, aku tak menyangka akan ke sini lagi.
Aku berada di pemukiman kumuh di sebelah timur wilayah Levi. Rumah- rumah kayu serta toko kecil diantaranya saling berdempetan. Jauh di depan ada tembok besar menjulang tinggi, begitu juga di belakang ku. Tembok umumnya berfungsi sebagai pembatas, entah pembatas antar wilayah, pembatas dengan alam liar, atau pembatas kasta. Tentu aku tahu itu, aku bukan orang yang bodoh. Jangan percaya dengan ucapan Azwari.
Aku tidak tahu dimana Azwari dan Natalia berada. Pikiran pertamaku adalah mencari mereka sebelum menyadari bahwa aku tidak bisa kemana-mana karena tidak punya uang. Yah, aku harus membayar pajak apabila hendak melewati tembok itu.
Maka aku pergi ke tempat tercepat untuk mendapatkan uang. Aku pergi ke guild.
° ° ° ° °
Suasana guild berbanding terbalik dengan suasana sepi di luar. Di sini banyak petualang yang nongkrong : beberapa tim yang baru pulang dari menjalankan misi serta beberapa petualang nganggur sedang minum bir, tipe orang stress.
Aku berjalan melewati mereka langsung menuju meja resepsionis. Semua mata tertuju kepadaku.
"Ada yang bisa saya bantu?" Kata salah satu pelayan dengan keramah-tamahan palsu. Matanya menunjukkan sikap tidak peduli. Aku menduga dia menanti jam kerja selesai dengan tidak sabar.
"Aku kehilangan kartu ku saat menjalani misi terakhir." Dulu aku memang pernah menjadi petualang dan melempar kartuku seperti shuriken ke arah monster untuk mengalahkannya. Jadi aku tidak sepenuhnya berbohong.
"Jadi anda ingin membuat kartu baru, ya." Si pelayan mengambil kartu kosong dari laci. Dia meletakkan kartu itu ke hadapanku.
"Silahkan letakkan tangan anda di atas kartu." Aku melakukannya. Cahaya keluar dari kartu menyinari tanganku, men-scan data diriku dengan sihir. Perlahan-lahan muncul tulisan biodata lengkap di kartu tersebut
Nama : -
Ras : -
Jenis kelamin : betina
Gol. : Penyihir
Ranking : -Mata si pelayan membelalak kaget melihat dataku. Aku juga sama. Kenapa namaku tidak di ketahui, dan jenis kelamin ku betina. Barusan alat ini mengejekku.
"Mungkin alatnya rusak." Kataku. Si pelayan mengangguk dan mengeluarkan kartu baru.
Namun hasilnya tetap sama persis. Pelayan itu menelan ludah. Karyawan lain menatap kami. Akhirnya aku jadi pusat perhatian di sini, hebat.
"Anu, jika anda berkenan anda dapat mengisi formulir pendaftaran. Anda tinggal menulis data diri di selembar kertas kemudian akan kami co-"
"Baiklah aku mengerti, ada pena?"
Aku mengerutkan kening melihat kertas yang diberikannya.
Nama :
Ras :
Jenis kelamin :
Gol. :
Ranking : DRanking D, ranking terendah yang berarti aku menjadi petualang pemula. Pupus sudah harapan ku. Seandainya alat itu berfungsi normal makan akan cepat mengumpulkan uang.
Nasib sial. Aku mengisi formulir ala kadarnya. Lalu menyerahkan kembali. Dia meng-copy biodata ke kartu, tentu saja dengan sihir.
"Silahkan." Dia menyerahkan kartu petualang. Kemudian memberi buku misi. "Anda dapat melihat misi apa saja yang masih tersedia di dalamnya. Jika anda sudah memilih, mohon beritahu saya."
"Oke." Aku berbalik untuk mencari meja kosong. Ini adalah langkah pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elinal
RandomNamaku Azwari, umurku 16 dan inilah kisah hidupku yang asyik, (itu bohong). Dimutilasi, diburu psikopat, dikejar-kejar se-batalyon pasukan, dan dipatok monster ayam nan menyeramkan. Asyik? Tidak, mengenaskan? Iya. Jika kalian berpikir seperti i...