Ekhem, Mas Nanda update lagi setelah sekian abad ehe.
Maafkan aku yang sibuk kerja in real life༎ຶ‿༎ຶ
Happy Reading!
.
.
.
.
.
.Matahari yang menerangi balkon apartemen di luar sana menyorot dengan panas hingga ke ubun-ubun ku yang sepertinya kali ini akan meledak. Di depanku terpampang nyata Mas Nanda versi perempuan yang tengah menselonjorkan kakinya bak tuan rumah dengan begitu santainya di sofa ruang tamuku. Di pangkuannya ada sekaleng cemilan seribu lapisan itu.
"Lo kenapa gak pernah ngundang gue ke apartemen lo yang ternyata—wahhh, gila lo nyaman banget gue disini."
Aku mendengus, ikut mendudukkan diri sebelum menaruh dua gelas jus jeruk di meja. "Ini nih, alasan gue males bawa lo kesini, Nin." Tunjukku ke arah meja dan sekitar ruang tamuku—yang sedikit seperti kapal pecah semenjak kedatangan Nindi pagi tadi.
"Berasa lapangan abis upacara tujuh belasan tau gak? Sampah berserakan." Ujarku.
Sisa beberapa bungkus snack dan minuman kaleng yang tergeletak di lantai tidak di biarkan dengan rapih, bahkan di sisi meja bantal sofa ku tergeletak tak bernyawa usai di pakai Nindi. Aish, Nindi ini kebalikan dari Mas Nanda yang selalu apik dan bersih. Sepertinya hari liburku selalu di kelilingi oleh si Rakantara yang kali ini versi perempuannya.
Setelah membersihkan beberapa sampah akibat Nindi, aku segera melipir ke dapur, menyeduh teh chamomile untuk sedikit menenangkan pikiran.
"Lo sama Mas gue ada perkembangan gak, Ne?!" Teriak Nindi.
Aku menghela nafasku. Setelah kejadian dua minggu yang lalu saat aku di infus mendadak. Ternyata ingatanku pulih tiga hari setelahnya. Bahkan, Mas Nanda tidak bertanya perihal malam itu, hingga sekarang. Mungkin, pikirnya itu ranah privasiku. Aku bersyukur akan hal itu.
Dan juga, selama bed rest itu pula Mas Nanda betul-betul menjagaku, datang pagi-pagi dengan kresek berisi dua streofoam bubur lalu menjagaku hingga bulan sudah muncul pada permukaan. Siaga akan kebutuhanku, sangat perhatian, bahkan rela bekerja sambil menemaniku di unitku.
Lagipula, tiga hari ini Mas Nanda kembali ke Ciamis menyelesaikan proyek pembangunan yang di kelola olehnya. Ya, aku tahu karena sehari sebelum keberangkatannya, Mas Nanda izin padaku selesai menjemputku di tempat kerja. Dan tiga hari ini pula, rasanya ada sedikit kekosongan saat tidak ada sosok menyebalkan itu. Sepertinya benar, hal yang menyebalkan kadang sering di rindukan jika tak ada.
Cangkir teh di genggamanku ditarik paksa, terjengit kaget aku di buatnya. "Bisa gak si, gak perlu ngagetin begitu?" Kesalku.
Nindi menyeruput teh-ku dengan santainya. Sepertinya, aku harus membuat secangkir lagi untukku. "Abisnya, lo ngelamun aja daritadi. Sebegitu berpengaruhnya Mas Nanda sampe bikin lo ngelamunin tuh kakak sulung gue."
Aku mendengus tidak suka, lantas mengambil cangkir di depanku yang akan di isi teh lagi. "Pusing kalo udah bahas Mas lo tuh, Nin."
Dari ekor mataku, Nindi mengernyit "Pusing gimana? Kalo rewel tentang makanan yang bikin lo pusing wajarin aja, Mas gue kan emang sering gitu kalo masalah makanan."
Aku menggeleng, jika perihal Mas Nanda yang rewel soal makanan aku masih maklum. Ini di luar itu, Mas Nanda masih abu-abu bagiku. Bahkan setelah seluruh perhatiannya padaku, aku masih terus merasa kejanggalan. Di mulai dari Nindi yang memberitahuku bahwa Mas Nanda ingin dekat denganku dan terbukti atas kebenarannya. Aku hanya sedikit takut, hal-hal yang berada di isi kepalaku tiap malamnya ini menjadi kenyataan. Bagaimana jika yang aku pikirkan ternyata benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You (All Of My Days)
ChickLit🚨HATI-HATI AREA BAPER KATA YANG NULISNYA! . . . Andrinne Adallyn atau kerap di sapa Ine, tidak pernah menyangka bahwa di kedai seblak siang itu menjadi awal dirinya terkurung oleh sosok kakak laki-laki temannya, Nindi. Hal-hal sepele yang ia lakuka...