Dua

5 2 0
                                    

Kamu...
Satu di antara milyaran manusia di dunia. Satu dari sekian ribu jiwa di kota ini. Satu dari banyaknya manusia yang aku kenal. Satu yang membuat hatiku melabuhkan kapal pesiarnya untuk berlabuh di dermagamu. Satu dari sekian cinta yang harus aku relakan demi dapat berjalan bersamamu. Satu untuk menyatukan takdir kita. Namun sebaliknya...

Aku...
Satu dari sekian wanita yang kau kencani. Satu dari sekian manusia yang tak pernah kau anggap kehadirannya. Satu dari sekian jiwa yang kau beri harapan dengan rayuanmu. Satu dari sekian kupu-kupu yang mewarnai hadirmu. Satu dari jutaan bintang yang kau tatap, aku kecil dan redup. Tidak ada senyum saat kau menatapnya. Satu pelarian disaat kau frustasi dengan dunia, lelah dengan kenyataan.

Dan semua itu kini menyadarkanku.
"Berharap kepada manusia adalah suatu kedustaan disaat dirimu harus bersiap-siap hancur dengan rasa kecewa"

Filosofi kopi memang benar adanya. Kamu harus menikmati semua seduhan dengan rasa pahit. Sungguh pahit jika kamu tidak mau menikmatinya. Namun akan terasa berbeda jika kamu mau menikmati setiap seduhnya. Sekarang aku paham dan bisa mengandaikan kamu bagai sebuah kopi. Pahit namun terlalu nikmat.

Saat ini kita terlalu mengkamuflase diri dengan rasa gengsi. Bak orang tersohor di bumi. Mungkin kita saling merindukan satu sama lain. Tapi kenyataannya kita tidak mau mengakuinya. Harusnya aku sadar kamu sudah lupa akan semua hal tentangku. Harusnya aku sadar bahwa diriku sudah tidak bernilai bagi cenderamatamu. Kamu sudah menemukan banyak mainanmu yang siap kau kencani. Dan bodohnya itu semua bukanlah aku yang selalu setia menunggumu dikala rintik hujan. Bukan aku yang mencintaimu seluas samudera ku. Bukan aku yang setia menemanimu walaupun tanpa kabar darimu.

Hari-hariku sudah terlalu kosong di temani angan tentangmu. Hariku sudah berganti warna menjadi kelabu. Saat aku menutup hati untuk semua orang kecuali dirimu yang memandangku sebagai sampah. Tak berharga tak berguna bagimu.

Hatiku selalu melontarkan teriakan pedih 'Hei bodoh jangan pergi dariku'  Toh! Sebenarnya aku juga tahu ending-nya kau tidak akan peduli denganku. Kebahagiaanmu yang kau utamakan bukan orang yang terdampar karenamu.


"Kamu rapuh hanya karena menutup diri dengan gengsi, terkesan berkelas namun tak sepadan dengan perasaan"

SAJAK HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang