4

26 4 8
                                    

Kubuka tirai putih yang menutupi dinding kaca besar. Begitu terbuka, matahari langsung menerobos masuk dan memenuhi seluruh ruangan. Cuaca sangat cerah hari ini. Aku terpaku pada pantai dengan laut biru cantiknya serta hamparan pasir putih yang luas.

Oh, indah sekali!

Tunggu, apa aku belum memberi tau kalian bahwa aku tinggal di dekat pantai?

Ah...mungkin aku lupa.

Ayah memang memutuskan untuk membangun sebuah rumah disini. Karena ia tau, aku dan ibuku sangat menyukai pantai.

Setiap pagi, ibu membuatkanku segelas susu hangat, dan secangkir kopi untuk ayah. Kemudian aku akan berceloteh panjang tentang bagaimana hariku berjalan lalu ditanggapi oleh tawa ibuku. Kami selalu menikmati waktu bersama. Semuanya terasa hangat....

Tidak dapat ku katakan seberapa besar rinduku pada mereka....

Oh tidak... Jangan menangis Alana. Kau akan menghancurkan semangat pagimu.

Kutarik napas panjang, berusaha mengembalikan pikiranku ke tempat yang seharusnya. Kuputuskan untuk mengambil tas yang sempat ku taruh di atas meja. Aku harus berangkat sekarang, jika tidak ingin terlambat.


--0--


"Alana, bisa kau mengantarkan ini ke meja nomor 4?"

"Ah iya, baiklah."

Aku tersenyum lebar dengan rambut panjang yang ku ikat kuncir kuda, kemudian berjalan menuju meja 4.

Inilah pekerjaanku. Mengantarkan pesanan seseorang di sebuah kafe. Letaknya tidak jauh dari rumahku. Aku hanya perlu berjalan 10 menit, lalu sampailah aku disini.

Ya. Aku harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Jika kalian berpikir bahwa orang tuaku adalah seseorang yang berpenghasilan besar dan memiliki tabungan yang tidak pernah habis. Kalian salah.

Orang tuaku tidak sekaya itu. Memang, mereka memiliki beberapa tabungan yang cukup semasa hidup mereka. Tetapi aku tidak pernah menggunakannya untuk kesenanganku semata kecuali ketika aku benar-benar berada dalam situasi terdesak.

"Ini pesananmu, tuan. Selamat menikmati."

Bibir tipisku masih tetap mempertahankan senyuman ketika aku akan kembali kebelakang, sebelum-

"Tunggu sebentar."

Aku berbalik ke posisi semula- (menghadap laki-laki itu). Dia... Cukup aneh. Entahlah, tapi dengan pakaian serba hitam. Di cuaca seperti ini?

Sudahlah, jangan menilai orang lain sesukamu.

"Ada apa tuan? Ada yang bisa saya bantu?"

Laki-laki itu berumur sekitar 27 tahun kurasa. Ia menatapku dari atas hingga ke bawah. Aku bingung. Ada yang salah dengan penampilanku?

"Kau begitu cantik, sayang. Mau menjadi teman tidurku malam ini?"

Pria itu tersenyum miring di akhir kalimatnya. Apa-apaan dia. Apa dia pikir aku adalah wanita penggoda atau semacamnya?

Tidak. Aku bukan gadis seperti itu.

"Maaf tuan. Saya harus kembali bekerja. Permisi."

Aku masih berusaha mempertahankan kesopananku dalam berucap pada laki-laki ini. Namun tidak setelah dia bangkit dan mencengkram pergelangan tanganku dengan kuat.

"Kau bersikap seolah-olah kau adalah gadis yang paling suci disini. Kau tak lebih dari seorang jalang, kau tau?!"

Mataku menanas karena bentakan serta kata-kata rendah itu, jangan lupakan cengkraman tangannya di pergelangan tanganku yang tidak bisa dikatakan longgar sedikitpun.

"Lepaskan Aku!"

Aku menangis. Berusaha melepaskannya namun sangat sulit.

Semua orang terlihat berdiri menjadikan ku sebagai pusat perhatian mereka. Tidak adakah dari kalian yang ingin membantuku?!

"Ku bilang lepaskan aku!"

Ya Tuhan....

"Tatap aku jalang! Kau sangat-"

Bugh!

Seketika tanganku terbebas. Aku hendak melihat siapa yang telah membantuku tetapi aku hanya dapat melihat punggung tegapnya di depan wajahku. Dia melindungiku...

"Shhh... BERANI SEKALI KAU HUH!"

Setelah berteriak, laki-laki yang mencengkram tanganku tadi mencoba memukul lelaki asing didepanku, namun segera ditangkis dan memukulnya balik hingga darah keluar cukup banyak dari hidung dan sudut bibirnya.

"Arghhh!"

Dengan tenang. Lelaki itu berjalan kemudian menekuk salah satu kaki agar tubuhnya dapat sejajar dengan laki-laki yang tersungkur di lantai.

"Apa kau tidak bisa mendengar dengan baik ketika dia menyuruhmu untuk melepaskan tangannya? Huh?"

"...dia kesakitan bodoh!" Sambung lelaki asing itu.

Nada suaranya mengalun begitu dingin namun tajam di satu waktu. Tersirat amarah besar yang berusaha di tahan olehnya.

Brak!

Sebuah meja terlempar. Meja itu seketika hancur berkat tangan lelaki asing tersebut.

Aku menggigil ketakutan. Pikiranku kacau melihat semua yang sedang terjadi.

"Sebaiknya kau pergi dari tempat ini sekarang."

"...atau kau akan menyesali semuanya."

Iris hitam pekat itu lantas menatap tajam si lelaki berpakaian serba hitam, lalu mengatakan sesuatu padanya yang tidak dapat ku dengar jelas.

Ia terlihat terkejut. Namun sesegera mungkin menormalkan ekspresinya kembali lalu meninggalkan kafe dengan cepat sembari mengusap kasar darah yang masih mengalir dari hidungnya.

Bola mata hitam kelam itu menoleh kebelakang- ke arahku yang masih ketakutan.

Tampan.

Me-mengapa dia menatapku begitu?...

Perlahan dia mendekat. Kemudian sebelah tangannya terangkat lalu menarik ikat rambut yang mengikat rambut panjang berwarna coklat gelapku dengan sangat berhati-hati hingga tergerai sempurna. Aku menutup mataku secara refleks.

"Jangan lakukan ini lagi...mengerti?" Bisiknya lembut ditelingaku.

Belum sempat menjawab atau membalasnya, aku hampir memekik terkejut karena ia menggendongku (bridal style) tiba-tiba.

Hatiku berteriak menyuruhku untuk turun sekarang juga. Tetapi berbeda dengan bibirku yang tetap diam.

Jantungku berdetak lebih cepat karena posisi ini. Dengan santainya ia berjalan melewati banyak orang yang menonton kami sedari tadi dengan sebelah tangannya di belakang lututku dan satunya lagi di punggungku.



Mengapa dia melakukan ini?! Astaga aku benar-benar malu...Ingatan aku untuk memarahinya nanti!






TBC

OH YA, ADA YANG INGIN KU TANYAKAN PADA KALIAN...

SUDDENLY I FOUND THERE ARE 7 CHAPTERS WHEN I OPENED THIS STORY AS READERS.
WHAT ABOUT YOU GUYS?
KALIAN ADA DOUBLE CHAPTER TIDAK?

SEE YOU 💜

SEAN || The deep ocean's secretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang