5

30 3 6
                                    

Mata cantik itu tertutup sempurna setelah kuberikan sedikit sihir melalui iris hitamku. Aku terpaksa melakukannya sebelum dia memberontak tak ingin kugendong. Dasar gadis!

Aku bisa saja menghilang dari sini dengan mudah. Tapi kurasa tidak... ada banyak orang. Dengan begitu, kuputuskan untuk berjalan kaki mungkin lebih baik.

Kutatap lekat wajah manis di kedua lenganku. Tak pernah bahkan terlintas dibenakku, aku akan sangat dekat dengannya seperti ini.

Senyumku terukir lebih lebar ketika melihat rambut cokelat gelapnya terurai panjang. Dia sempurna.

Lihatlah bibir tipis yang mungil itu...

"Nak..."

"Ya?"

Astaga, aku hampir tidak memperhatikan jalanku dengan benar.

"Apa yang terjadi pada gadis ini? Apa dia baik-baik saja?" Tanya wanita tua dipinggir jalan.

Ia tergopoh-gopoh mendekatiku ketika aku menghentikan langkah.

"Hum...aku...."

Apa yang harus ku katakan sekarang? Jangan sampai ia berpikir bahwa aku telah berbuat sesuatu yang jahat.

"Dia...dia adalah kekasihku. Ya, kekasihku. Dia sedang sakit. Aku akan membawanya pulang."

Maaf, aku telah berbohong padamu...

"Kalau begitu, cepatlah bawa dia pulang nak. Matahari akan semakin panas." Ucapnya.

Wanita tua itu tersenyum teduh.  Tangan ringkihnya terangkat guna mengusap pelan dahi Alana, menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah manis itu. Persis seperti ibu yang memberi perhatian pada anaknya.

Ku berikan dia senyum terbaikku.

"Tentu." Jawabku yakin.

"Sangat cantik. Jaga dia baik-baik." Pesannya kembali.

"Aku akan pergi sekarang. Terima kasih banyak."

--0--

Ceklek

Tak sulit bagi Sean untuk masuk ke dalam rumah meskipun bersama Alana dalam gendongannya.

"Dimana kamarmu, hum?" Monolognya di ruang tengah.

Tentu saja. Alana masih tertidur dibawah pengaruh sihir miliknya. Iris hitam kelam itu menelusuri seisi rumah. Design modern dengan arsiran alam membuatnya betah berlama-lama memandang sekitar. Dominasi putih, serta dinding-dinding kaca membuatnya semakin terlihat natural karena kita dapat melihat dengan jelas bagaimana hijaunya tanaman di luar.

Kembali ia cari dimana letak kamar si gadis. Tak lama, pandangannya jatuh pada sebuah pintu putih dengan ukiran cantik membentuk nama "ALANA"

Ia tersenyum.

Manis sekali. Pikirnya.

Sean membuka pintu tersebut dengan sebelah tangan kemudian melangkah masuk. Kuingatkan sekali lagi. Itu sangat mudah bagi Sean.

Wajah tampan itu seketika menunjukkan ekspresi kagumnya ketika melihat dalam kamar.

Semuanya tertata rapi dengan nuansa alam. Putih, hijau, dan seperti desain ruangan yang lainnya... Natural.

Kaki panjangnya mendekati ranjang besar di tengah-tengah. Membaringkan pelan tubuh Alana, setelah itu ia pastikan posisinya cukup nyaman.

Tatapan si lelaki tampan terkunci pada wajah lugu Alana yang tampak tak terusik sedikitpun.

"Berbeda sekali dengan gadis cengeng yang menangis di tepi pantai semalam." Gumamnya.

Sean terkekeh pelan ketika mengingat wajah memerah, mata sembab, dan penuh air mata itu.

Gelapnya malam memang tak berpengaruh apapun pada lelaki yang berdiri tegap tersebut. Ia dapat melihat dan mendengar dengan jelas dalam kegelapan sebab penglihatannya jauh lebih tajam dari manusia normal pada umumnya.

Sean membungkukkan tubuh agar wajahnya sejajar dengan Alana yang sedang tertidur.

"Sleep well my girl..." Gumamnya kembali.

Meskipun sang lawan bicara tidak merespon apapun, namun ia tetap melanjutkannya.

"You're mine." Bisiknya didekat telinga sang gadis.

Sedikit gerakan saja, dapat dipastikan bibirnya akan bersentuhan langsung dengan daun telinga Alana.

Sean menunjukkan senyumnya kembali.

Cup.

Sejenak, ia biarkan bibir tipisnya menempel di atas bibir mungil Alana lalu menarik diri.

Ini saatnya dia pergi.






TBC

SEAN || The deep ocean's secretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang