Chapter 8

346 22 4
                                    

Aku terbangun dari tidur dan yang kudapati adalah wajah Wira yang sedang tersenyum menghadapku. Salah satu tangannya menopang kepalanya.

"Selamat pagi."

"Pagi," jawabku sambil mengusap mata dan meregangkan tubuh

Pagi ini adalah awal yang indah karena Tuhan memberikan pemandangan yang indah saat aku membuka mata. Setelah semalam aku sulit untuk tertidur nyenyak. Kenapa? Ya, bagaimana aku bisa tertidur jika Wira memelukku erat. Tangannya juga mengelus-ngelus perutku.

Aku tidak berani untuk berbalik untuk melihat apakah dia benar-benar tertidur atau tidak. Selain itu, aku juga menikmati pelukan Wira. Tapi, di sisi lain aku jadi sulit untuk memejamkan mata. Dadaku berdegup dengan kencangnya.

"Kalau tidur, manisnya nambah," goda Wira. Dia masih di posisi tadi.

"Ya udah. Mau lanjut tidur lagi aja. Biar manisnya gak berkurang," jawabku sambil berancak duduk.

Dia tertawa mendengar jawabanku. Kini ia sudah tidur telentang. Selimut masih menutupi sebagian tubuhnya. Aku hanya tersenyum melihat Wira.

"Ya udah. Mandi gih," ujarku.

"Mandi? Cepat banget. Ntar aja," jawabnya.

"Masih mau di sini, gak mau balik?"

"Ntar aja, masih mau di sini dulu. Kamu mau langsung balik?" Tanya Wira.

"Ya udah. Cuci muka dulu aja. Nyari sarapan."

"Oke," jawabnya sambil bergerak duduk di sampingku dan saat itu juga terdengar ketukan pintu di kamar kami.

Aku berdiri untuk membuka pintu. Entah siapa yang mengetuk pintu di luar sana. Dia tidak berhentinya mengetuk pintu dari tadi.

Dan saat aku membuka pintu, aku mendapati Johan yang tengah berdiri di depan pintu. Dia hanya berbaju kutang dan bercelana pendek. Rambutnya sedikit acak-acakan. Khas orang bangun tidur.

Salah satu tangannya bersandar di bingkai pintu. Mempertontonkan padaku ketiaknya yang bersih. Tumben sekali dia mencukurnya. Padahal dari dulu aku memintanya untuk mencukur itu, dia tak mau sama sekali. Otot lengannya makin besar dari terakhir aku melihatnya.

"Lagi ngapain sih? Lama amat bukanya," tanya Johan dengan wajah jutek.

"Ada apa sepagi ini ke sini?" Aku balik bertanya, alih-alih menjawab pertanyaan Johan.

"Sarapan yuk," ajak Johan sambil menarik tanganku keluar kamar.

Sontak aku kaget dengan perlakuan Johan. Aku menahannya.

"Bentar. Aku baru bangun. Belum cuci muka juga," ujarku.

"Di kamar aku aja."

"Jangan ribet deh Jo. Di sini aja. Sekalian mau ngajakin Wira."

"Kenapa harus ajak dia?" Tanya Johan terdengar jutek.

"Aku kan tidur sama dia. Gak mungkin ninggalin dia," jawabku melepaskan genggaman tangan Johan dan kembali ke kamar.

Saat balik ke kamar, aku sudah tidak melihat Wira. Aku mendengar suara di kamar mandi. Pasti dia sedang mencuci wajahnya. Johan juga ikut menunggu di dalam kamar .

"Ngapain aja semalam?" Tanya Johan dengan nada mengintrogasi.

"Maksudnya?" Tanyaku sedikit heran dengan pertanyaan  Johan. "Kita makan keluar, habis itu tidur," jawabku.

"Yakin gak ngapa-ngapain? Perasaan tadi aku lihat, dia lagi toples." Ujar Johan lagi.

"Trus, masalahnya apa Jo. Dia mau pake baju atau gak, kan urusan dia. Lagian, kita mau ngapa-ngapain juga, kan bukan urusan kamu juga," jawabku. 

Muse: Design, Love & CatwalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang