Serendipity - 04

4 1 0
                                    

Ghea diam sedari tadi diruang tamu sambil mengelap meja kecil. Dia tak mengatakan sepatah kata apapun dari pulang sekolah tadi. Bukan tidak ingin—hanya—dia tidak memiliki keberanian setelah apa yang terjadi.

Takut mengecewakan orang yang dia sayang adalah salah satu alasan.

Setelah menimang-nimang sejak 5 menit yang lalu—akhirnya dia memberanikan membuka suara, walaupun hanya mampu mengucapkan tiga kata.

"Ibu..." panggilnya dengan ragu.

Tias—Ibu Ghea yang sedang memasak didapur yang terhubung langsung dengan ruang tamu 'pun menoleh.

"Maaf," ujar Ghea sambil menunduk. Dia menautkan jari-jemarinya dengan perasaan cemas.

"Maaf— Maaf, udah bikin repot Ibu. Maaf udah malu-malu'in Ibu—maaf udah bikin Ibu kecewa. Gara-gara Ghea— Ibu sama bapak—" Ghea tidak sanggup melanjutkan kata tersebut. Telah mengecewakan orang yang ia sayang membuatnya tak berani melanjutkan kata itu. Hanya ada suara sesengguk dan tetesan kecil air mata yang membasahi pipinya.

Setelah mematikan kompor. Tias langsung menghampiri Ghea dan memeluk gadis itu.

"Shut, bukan salah kamu. Ibu yakin, kok, kamu punya alasan sendiri. Jangan nangis, ya..." Tias mengusap kepala Ghea berharap gadis itu akan tenang.

"Tapi—Ibu sama Bapak dipecat gara-gara a—"

"Bukan salah kamu— Lagian Ibu sama Bapak juga udah bosen kerja disana," ujarnya membanggakan diri sambil terkekeh.

Ghea tau sebenarnya kalau Tias berbohong. Karena dia dan suaminya sangat mengandalkan pekerjaan itu untuk menyambung hidup dengan menjadi OB dan satpam diperusahaan itu. Bahkan Pak Tias juga bekerja tambahan menjadi OB, tapi perusahaan tidak menggaji pekerjaan tambahan yang dia lakukan itu. Karena bagi perusahaan itu atas dasar kemauan Pak Tias membantu istrinya bukan karena perusahaan yang menyuruhnya.

"Udah ya, jangan sedih lagi..." Ujar Ibu.  "Nanti kamu Ibu masukin ke sekolah yang sama kayak Gio." Sambungnya seraya tersenyum.

Gio adalah salah satu anak yang diasuh oleh Bu Tias dan Pak Tias. Mereka mengasuh Gio saat Ghea sudah mereka asuh selama 1 tahun. Sebenarnya ada satu anak lagi, tapi Ghea tidak pernah tau dimana anak itu. Kabarnya dia sempat hilang dan ditemukan sudah meninggal.

Ghea mengetahui ada anak lain saat tidak sengaja menemukan sebuah foto digudang saat itu.

"Iya, kak! Kakak gak usah takut. Ada aku yang bakal jagain kakak. Disekolah Gio adalah murid yang paling ditakuti. Jadi, gak akan ada yang berani gangguin kakak."

Ghea tersenyum tipis mendengar itu. Dia kemudian mengusap air mata yang membasahi pipinya.

Ikatan mereka sangat kuat. Seolah-olah mereka adalah keluarga asli yang saling menyayangi.

***


Pemilik Kafe menyeret Ghea keluar dari Kafe dan mendorong tubuh wanita itu. Karena didepan kafe ada tangga kecil untuk masuk ke dalam Kafe— alhasil Ghea tersungkur ke aspal.

"Jangan pernah datang ke sini lagi! Kami tidak menerima penjahat seperti kamu untuk kerja disini!"

"Pak, tapi—"

"Gak ada tapi-tapi'an! Gimana kalo orang-orang tau saya memperkerjakan penjahat seperti kamu? Yang ada mereka gak mau ke Kafe ini. Bisa bangkrut saya!" Suara Pak Muh— sang pemilik Kafe naik satu oktaf.

"Saya harus periksa apakah ada barang saya yang hilang—!" ujarnya dengan sengaja memperpanjang kata 'hilang' sambil mendelik ke arah Ghea. Tak lupa dengan suara yang kembali naik satu oktaf lagi. Seolah-olah Ghea harus mendengarkan apa yang dia katakan.

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang