Sore ini mendung.
Mungkin, langit sedang bersedih karena tidak lama setelah aku duduk di bangku halte depan rumah sakit, hujan deras mengguyur. Pukul enam lebih sepuluh menit adalah waktu awal dimana aku terjebak di sini.
Duduk sendirian dengan langit berhias kilatan petir dan suara gemuruh menggelegar tentu bukan hal yang kuharapkan. Belum lagi suasana sepi akibat sedikitnya kendaraan yang melintas, lambat-laun mulai menciutkan nyaliku.
Bermain ponsel untuk membunuh waktu selama menunggu bus pasti sudah kulakukan, jika saja kondisi saat ini memungkinkan. Seingatku, baterainya sisa sedikit saat terakhir kali aku mengecek benda itu tadi, barangkali sekarang sudah mati.
Jadi, yang kulakukan sedari tadi hanya melamun saja sambil memeluk erat tas dipangkuan.
Aku menghela nafas bosan. Ternyata menunggu pun memerlukan tenaga.
"Kamu lagi nunggu bus, ya?" Aku tersentak mendengar sebuah suara asing yang datang menyapu telinga dengan tiba-tiba.
Seseorang, dengan kemeja rapi dan sedikit basah pada bagian pundak, baru saja menduduki bangku kosong di sebelahku. Tidak, tidak. Ia tidak duduk tepat di sebelahku karena terdapat jarak yang lumayan diantara kami.
Menyadari tatapan yang kulemparkan padanya, ia lantas tersenyum sambil sibuk menggulung lengan kemejanya.
Senyum yang manis sekali.Disisi lain, aku turut memasang senyum sopan. "Kamu nanya siapa? Aku?" Ujarku menyampaikan isi kepala.
Lelaki yang kutebak umurnya mungkin terpaut dua atau tiga tahun lebih tua itu memasang wajah seperti tengah berpikir. "Menurut kamu?"
Oke, bahkan nada suaranya pun tidak kalah manis.Aku menatap heran padanya, sebelum didetik berikutnya teringat sesuatu. "Kamu manusia kan?" Tanyaku iseng, sekaligus memastikan kira-kira mahluk apakah yang bersamaku saat ini.
Mulanya, aku sempat menangkap raut terkejut di wajahnya sebelum akhirnya ia menggantinya dengan seulas senyum tipis di bibir. "Tenang, saya sesuai dengan yang kamu pikirkan kok" katanya.
"Aku mikirnya kamu hantu" balasku.
Detik itu pula aku tercengang saat tanpa aba-aba ia malah tertawa lepas.
"Menurut kamu saya hantu?" Masih menahan kekehan, ia malah balik bertanya dengan pandangan tidak percaya."Berarti bukan?" Kataku tidak yakin.
"Ya sudah, anggap saja bukan" tandasnya.
"Apaan sih, gak jelas" kataku menyudahi percakapan rancu ini.
Cukup lama kami saling terdiam dan hujan masih belum juga reda. Rasa kantuk sepertinya mulai menghampiri. Terhitung sudah lima belas kali aku menguap ketika lelaki tadi kembali membuka suaranya. "Kamu lagi ada masalah ya?"
Aku mengangkat sebelah alis. "Enggak tuh. kamu sok tahu" kataku ringan.
"Saya memang tahu" ia merendahkan volume suaranya. Anehnya, meski suara gemuruh begitu mendominasi, aku masih dapat menangkap apa yang dia katakan dengan amat jelas.
Pura-pura tidak mendengar, aku memilih untuk fokus memandang kubangan air di jalanan yang becek.
Lama-lama aku makin gelisah. Kenapa lama sekali busnya datang? Tidak biasanya aku menunggu selama ini. Dalam hati aku mulai menggerutu.
"Hujan-hujan begini, jalanan biasanya rada macet. Apalagi sekarang jamnya orang-orang sedang pulang kantor" tanpa kuminta ia kembali membuka suara memecah lamunanku.
"Terus?"
"Ya, sabar saja menunggu. Barangkali, bus yang kamu tunggu itu masih terjebak macet" jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEA SALT
Short StoryDalam benak orang, hidangan pencuci mulut selalu berkaitan dengan sesuatu yang manis. Namun, apa jadinya jika rasa yang hadir justru asin? Seasin garam di laut lepas. Eits... Jangan beranjak pergi dulu, bisa saja garam di dapurku tidak seasin yang...