[SIDE STORY] Dear Tori, Goodbye...

627 55 5
                                    

Halo, Victoria Abigail!

Ini saya, Bara. Saya menulis ini saat tiba-tiba memikirkan kamu hanya karena tidak sengaja melihat jam yang sedang menunjukkan pukul 02.09 dini hari. Seperti waktu dulu, 'kan?

Sudah lama sekali, ya? Rasanya saya masih bisa merasakan hangatnya tubuh kamu yang terlelap dalam dekapan saya malam itu, tapi ternyata sudah 5 tahun berlalu.

Jika kamu tahu, restoran cepat saji yang selalu kita kunjungi itu sudah tutup, dan banyak hal lainnya yang berubah semenjak kepergian kamu. Tapi, sepertinya hanya saya yang masih sama, karena saya masih menunggu waktu saat akhirnya saya bisa terbangun dari mimpi buruk ini.

Bagaimana laut lepas? Saya harap kamu belum hilang karena terlalu lama terombang-ambing, karena sayangnya saya tidak lagi bisa jadi dermaga buat kamu. Dari awal pun, sebenarnya saya tidak begitu mengerti mengapa kamu bisa begitu mencintai laut, bahkan bisa dibilang saya membencinya. Karena saya tidak bisa membayangkan kamu yang suatu saat bisa saja tenggelam di tempat tanpa kehangatan itu. Apalagi saat kamu sedang sendirian seperti ini.

Oh ya, kamu dulu pernah bilang suka sekali dengan penyu, 'kan? Bagaimana? Apa kamu sudah menemukan penyu yang lebih tampan dari pada saya? Lucu sekali jika ingat waktu saya merajuk hanya karena kamu bilang akan selalu lebih menyukai binatang lambat dan berusia ratusan tahun itu. Kok bisa sih kamu lebih suka dengan makhluk yang seumuran buyut saya? Memangnya saya kurang apa? Oh, mungkin saya kurang ajar karena berani menuntut kamu untuk selalu memilih saya, padahal si brengsek Barata Adhitama ini tidak pernah melakukan hal yang sama karena selalu kalah dengan rasa takutnya. Maaf, ya? Saya harap kamu tidak terlalu membenci sisi saya yang tidak keren ini.

Lalu, ingat tidak, dulu kamu pernah bertanya apa yang ingin saya lakukan jika diberi kesempatan untuk memutar waktu? Boleh 'kan jika saya baru memberi jawabannya sekarang? Umm, jika seandainya saya diberi kesempatan seperti itu, saya ingin memutar waktu saat saya melepaskan genggaman pada jemari kamu malam itu. Dan sebagai gantinya, saya akan menggenggam kamu lebih dulu. Lalu, setelahnya saya bisa memasak satu lagi sarapan, satu lagi makan siang, dan satu lagi makan malam. Atau menonton satu lagi film kesukaan kamu, dan menyanyikan satu lagi lagu yang menjadi kesukaan kamu—saya mungkin belum pernah bilang, tapi saya suka tatapan mendamba kamu setiap kali mendengar saya bernyanyi. Pasti saya tampan sekali ya sampai bisa membuat kamu terpana seperti itu? Bercanda.

Oh ya, saya tahu kamu pasti akan marah, tapi saya juga ingin mencuri satu lagi kecupan di kening, satu lagi di hidung, satu lagi di pipi kanan, satu lagi di pipi kiri, dan yang terakhir satu lagi ciuman panas di bibir. Kemudian, sebagai penutupnya, saya akan memberikan kamu satu lagi pelukan paling hangat yang sanggup saya berikan. Dan jika saya sudah merasa cukup, maka saya akan membiarkan kamu pergi. Walaupun, saya sadar bahwa akhirnya "satu lagi" untuk setiap hal yang saya sebutkan tadi hanya akan jadi angan-angan saya. Menyedihkan, ya? Pasti Tuhan sedang menghukum saya karena telah berani menyakiti orang secemerlang kamu.

Tapi, Tori, seandainya kamu tahu, semenjak kepergian kamu yang terlalu mendadak itu, semakin hari rasanya saya semakin ingin menyerah saja pada diri saya sendiri. Kadang saya berharap untuk bisa ikut berlayar bersama kamu. Tapi lucunya, ternyata saya mabuk laut. Bahkan, dermaga saya, tempat kamu pernah berlabuh dulu, juga mulai kehilangan kekuataannya untuk menahan ombak yang tak ada habis-habisnya menghantam pilar-pilar penopang saya. Mungkin karena saya pernah bilang membenci laut, laut pun akhirnya balik membenci saya, tapi kali ini dengan cara yang lebih kejam.

Ah, soal dermaga. Bisa dibilang saya beruntung karena ada Sela, karena wanita itu mau berbaik hati menjadi pilar-pilar baru yang menopang saya, menjaga saya agar tidak roboh karena setiap hari terkikis oleh ombak. Mungkin, kedengarannya aneh. Tapi rasanya saya telah menemukan rumah untuk saya pulang. Bukan yang berbentuk bangunan dengan empat tembok yang menghimpit, tapi yang memiliki dua mata dan jantung yang berdetak. Iya, dia Sela, yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan akan menjadi rumah untuk saya bernaung dan menetap. Rumah yang akan selalu memberikan kehangatannya untuk saya seorang. Karena ternyata, saya yang selalu jadi dermaga pun bisa merasa lelah. Lalu, saya mengatakan ini bukan ingin membuat kamu marah, karena sebenarnya saya masih sangat mencintai kamu.

Teramat-sangat mencintai kamu, sampai rasanya menyesakkan. Tapi, sebaliknya, saya mengatakan ini untuk menunjukkan pada kamu bahwa saya telah berhasil menemukan jalan menuju rumah tanpa tersesat. Dan, jika saya yang penuh cacat-cela ini saja mampu menemukan jalanya, berarti kamu yang selalu kuat dan bersinar pun pasti bisa.

Jika seandainya kamu butuh lebih banyak waktu, lakukan pelan-pelan saja. Atau jika seandainya kamu mulai merasa hilang, saya harap kamu tidak akan lagi merasa takut seperti dulu, karena diri kamu yang bersinar lah yang akan menunjukkan arahnya. Dan saya di sini berdoa untuk kamu bisa segera menemukan jalan yang tepat menuju rumah.

Maaf karena butuh waktu selama ini untuk memberitahu kamu perasaan saya. Dan maaf, saya banyak bicara, ya? Hehe. Sebentar saja, saya berjanji ini yang terakhir.

Tori, janji ya sama saya buat benar-benar menemukan rumah itu? Karena hanya dengan begitu saya jadi tidak harus khawatir karena tidak ada yang menjadi sumber kehangatan untuk kamu. Dan saat kita bertemu lagi, saya harap kamu tidak begitu membenci saya karena sekalinya saya telah memiliki rumah, rumah itu bukan kamu. Maka, dengan begitu saya juga tidak akan begitu sedih karena "rumah" kamu nantinya bukan lah saya.

Jaga diri ya, sampai kita bertemu lagi, di waktu yang lebih tepat. Titip salam untuk laut lepas, bilang padanya untuk tidak terlalu keras dengan kamu, atau nanti saya bisa marah dan mengeringkan semua airnya.

Sudah ya, akan saya akhiri surat saya sampai di sini. Semoga malam ini pun kamu dikunjungi mimpi indah tentang saya.

Selamat tinggal, semoga perpisahan ini tidak meninggalkan luka.

ㅡ Dermagamu, Barata Adhitama.

DAY & NIGHT : EGIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang