Rumpang

716 118 13
                                    

;ㅡ Tama

Hubungan kami benar-benar jadi saling bertimbal balik seperti yang sempat saya katakan pada Sela waktu itu. jika ia berperan dalam membantu saya bangkit dari keterpurukan maka saya menjaganya dari kembali terjerumus dalam kegelapan.

Dalam hal-hal lain pun, saya selalu berusaha untuk meringankan beban pekerjaan yang biasanya ia lakukan.

Seperti, meski saya tahu kalau Sela mampu melakukan segalanya sendiri, saya tetap akan membantu mencuci piring, atau mengepel lantai, dan memindahkan barang-barang berat. Secara tidak langsung jadi melakoni peran suami idaman yang didambakan semua wanita di luar sana. Membuatnya tersajung karena dipandang sebagai wanita paling beruntung di seluruh duniaㅡtau setidaknya jika saja situasinya berbeda.

Namun, sayangnya tidak begitu sebanyak apapun kami mengharapkannya.

Sebab pada akhirnya, kami hanya dua orang asing yang saling terikat dan sedang berusaha untuk membuat hubungan ini tidak terlalu membebani satu sama lain.

"Sela, ini diolesnya berapa banyak?"

"Secukupnya aja, asal rata. Habis itu ditaburin bubuk coklat sedikit ya."

Setelah memberi anggukan tanda mengerti dan saya kembali pada kegiatan mengolesi ramekin, Sela tak banyak berbicara dan hanya fokus pada tugasnya melarutkan maizena dengan cairan susu dalam panci. Kami memutuskan untuk membuat Chocolate Souffle untuk mengisi waktu luang di akhir pekan yang membosankan karena saya yang tiba-tiba ingin makan sesuatu yang manis. Beruntungnya, Sela sudah menyetok bahan makanan beberapa hari yang lalu jadi tidak ada yang harus repot-repot pergi keluar.

Tak selang berapa lama, saya beranjak untuk mendekati Sela. Tak lupa mengambil ikat rambutnya yang boasanya ditaruh sembarang dan berakhir ada hampir di semua penjuru apartement. Ketika sampai tepat di belakang figurnya yang mungil, tanpa izin jemari saya sudah menyusup di antara helaian rambutnya. Membuat Sela yang belakangan ini kelihatan murung sempat terhenyak karenanya.

Entah apa yang salah, tapi saya yakin itu karena saya.

"Kamu ngapain?"

"Ngiketin rambut kamu, biar enggak masuk ke adonan."

"Emang bisa?"

"Bisa, soalnya dulu saya sering ngiketin rambutnya Toㅡ"

Saya yang beberapa saat lalu begitu bersemangat untuk mencairkan suasana jadi diselimuti dengan canggung saat dengan bodohnya hampir menyebutkan nama yang sudah lumayan lama tidak muncul itu. Padahal sudah cukup lama saya berhasil menahan diri.

"M-maaf, Sela."

Dalam hati, saya diam-diam mengumpati jantung saya yang dengan kurang ajarnya sempat berdebar karena masih saja teringat nama itu. Padahal jelas-jelas saya sudah lama memutuskan untuk berpaling, tapi mengapa rasanya  hati saya masih saja berlabuh pada gadis itu?

Seusai urusan mengikat rambut, kami jadi menyelesaikan pekerjaan masing-masing dalam diam sampai akhir. Sela yang kelihatan khawatir harus berakhir memperhatikan saya yang tanpa sadar mulai kehilangan fokus sampai hampir salah memasukan penyedap alih-alih garam dan gula ke adonan putih telur jika ia tidak mengingatkan.

Begitu chocolate souffle matang dan sudah disimpan di lemari pendingin untuk dimakan nanti, saya memaksa untuk mencuci peralatan masak jadi Sela berakhir melipat cucian di ruang tengah. Setelahnya saya melarikan diri ke kamar mandi, melewatinya yang memperhatikan saya dengan keheranan begitu saja.

Dengan kalut, saya berkali-kali membasuh wajah saya dengan air dari keran wastafel, berharap kalau hal tersebut mampu membantu saya untuk menghapuskan jejak-jejak gadis itu yang masih tertinggal. Namun, kenangan-kenangan manis bersamanya menghantam saya seperti bom waktu yang akhirnya meledak.

DAY & NIGHT : EGIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang