Part 2

9 2 0
                                    

  •HAPPY READING•

"Jangan mudah percaya kepada siapa engkau bahagia. Sebab, terkadang dialah yg menjadi perenggut kebahagiaan mu."

———

Di sepanjang perjalanan, Irein hanya terdiam saja. Tak ingin banyak bicara. Tidak seperti dengan halnya Galih, yang malah terus-terusan membuka suara meski Irein terus saja mendiaminya.

Hingga tak menunggu waktu yg lama, mereka tiba di depan sebuah gerbang rumah yg menjulang tinggi. Gerbang rumah yg di lapisi emas. Begitupula dengan rumah dibalik gerbang tersebut.

Irein turun dari tumpangan Galih. Sebelum masuk gerbang, Irein menyempatkan merapikan sedikit seragam sekolahnya dan juga rambutnya ia cepol ke atas. Hal tersebut tidak lepas dari pandangan Galih, membuat Galih semakin terpesona melihat paras cantik milik Irein.

Merasa sudah cukup, Irein menghentikan kegiatannya kemudian menatap Galih, "thanks ya, lain kali ga usah sok baik-" Irein menggantungkan ucapannya.

Galih mengangkat satu alisnya sembari menunggu kelanjutan kalimat Irein, "kalau emang aslinya baik."

Setelah mengatakan hal tersebut, Irein langsung lari meninggalkan Galih yg terpatung didepan gerbang, sedangkan Irein sudah tidak nampak lagi, a.k.a sudah tenggelam di balik gerbang.

Lain halnya dengan Galih yg benar-benar tidak menyangka bahwa Irein akan mengatakan hal tersebut. Ia kira Irein akan tetap mengeluarkan kata-kata kasar seperti biasanya untuk dirinya.

anak yg baik, untuk gue cowo yg ngga baik. Batin Galih.

"seburuk apapun masa lalu lo, gue yang bakal bantu lo buat lupain semuanya, gadis kuat!"

•••

Matahari telah terbenam. Sore hari yg kini tergantikan malam hari.

Irein duduk di balkon kamarnya, membaca sebuah novel yg dihadiahkan Ayahnya dua hari yg lalu, "Antara Nyaman, Cinta, dan Trauma" itulah judulnya.

Sebuah novel yg beralurkan gadis yg tegas, namun berperasa. Memiliki trauma yg berkepanjangan, hingga dimana saatnya ia bimbang akan isi hatinya, sebab ada dua nama yg selalu mengisi fikirannya. Dilain hal ia cinta sama seseorang, di lain hal lagi ia nyaman dengan orang lain.

Irein membaca novel tersebut tanpa ekspresi, entah lah. Mungkin memang ia dilahirkan tanpa ekspresi, eh? salah.

Hingga adzan Maghrib menghentikan kegiatan Irein. Irein bergegas dari tempatnya menuju lantai bawah untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat Maghrib berjamaah bersama kedua orangtuanya.

"Malam ma, pah," sapa Irein.

"Malam sayang," balas keduanya.

Shalat Maghrib berjamaah mereka terlaksana dengan baik dilanjutkan dengan khatam Al-Quran yg memang menjadi rutinitas dikeluarga mereka.

Mama dan Papah Irein telah meninggalkan Musholla rumah. Tinggallah Irein sendiri disana yg sedang merapikan mukenahnya.

Disaat Irein sedang fokus dengan mukenahnya, terlihat di ujung matanya ada seorang lelaki yg sedang berdiri di dekat pintu, dengan cahaya dan baju putih yg bersih.

Antara Nyaman, Cinta, dan TraumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang