2

3.2K 496 9
                                    

Selembar surat berada di tangan Leandra. Itu adalah apa yang Xaviera tinggalkan di dalam kotak hitam bersama dengan beberapa barang yang pernah ia berikan pada Xaviera sebagai hadiah ulang tahun sahabatnya itu.

Leandra menyiapkan hatinya, ia membuka lipatan kertas putih itu lalu kemudian mulai membacanya dari bagian teratas. Leandra jelas mengenali tulisan tangan Xaviera, sahabatnya itu sering mengerjakan tugas untuknya, jadi sebagian banyak buku tugasnya diisi oleh tulisan Xaviera.

Aku tidak pernah berharap kau sampai membuka surat ini, Lea. Karena itu artinya aku telah sangat mengecewakanmu.

Lea, maafkan aku. Pada akhirnya aku menjadi salah satu orang yang menyakitimu. Sungguh, Lea, aku tidak ingin pergi dengan cara seperti ini. Namun, aku tidak bisa mengatasi rasa sakitku sendiri, Lea. Aku berpikir mati adalah cara mengakhiri semuanya.

Maafkan aku, Lea. Maafkan aku pergi dengan cara yang sangat kau benci. Lea, aku berharap kau bisa hidup bahagia.

Terima kasih telah menjadi salah satu lilin yang menerangiku. Terima kasih telah menjadi seseorang yang begitu berarti untukku. Dan terima kasih telah menyayangiku.

Lea, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu, tapi aku tidak mampu melakukannya. Maafkan aku, Lea.

Hiduplah dengan baik, Lea. Aku tahu kau bisa melalui semuanya dengan baik. Genggamlah dunia di tanganmu, bersinarlah tanpa meredupkan cahaya orang lain. Tetaplah menjadi Lea yang aku kenal. Gadis manis dengan sejuta kebaikan di dalam dirinya.

Aku sangat mencintaimu, Lea. Bertemu denganmu adalah keberuntungan bagiku. Sekali lagi maafkan aku, Lea. Tolong jangan membenciku.

Xaviera, sahabatmu.

Mata Leandra telah sampai ke baris terbawah dari surat itu. Tidak ada ekspresi yang terlihat di mata Leandra selain sorot dingin yang membekukan.

Hati Leandra begitu terluka, tapi tidak ada air mata yang keluar dari netra coklatnya. Ia seperti seorang manusia berdarah dingin.

Leandra kembali melipat selembar kertas di tangannya. Ia ingin memaki, tapi tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Ia tahu, meski ia berteriak kencang sekalipun Xaviera tidak akan pernah kembali padanya.

Leandra benar-benar tidak mengerti bagaimana cara orang lain menyayanginya, kenapa mereka semua pergi dengan cara yang sama? Apakah meninggalkannya seperti ini merupakan bentuk kasih sayang mereka?

Apa yang begitu sulit untuk Xaviera ceritakan padanya? Apa yang telah mendorong Xaviera hingga wanita itu mengakhiri hidupnya? Apa yang telah membuat Xaviera yang ia kenal kuat menjadi tidak berdaya? Apa yang membuat Xaviera yang ia kenal cerdas menjadi tidak memiliki akal?

Berbagai pertanyaan muncul di benak Leandra, semakin ia pikirkan kepalanya semakin sakit.

Satu tangan Leandra terangkat, wanita itu memegangi kepalanya yang seperti ingin pecah. Kepergian Xaviera terlalu mengejutkan baginya.

Terakhir ia bertemu dengan Xaviera, sahabatnya itu tampak sangat bahagia. Ia bercerita tentang pekerjaannya yang menyenangkan. Tentang kesehariannya yang berjalan dengan baik. Xaviera tidak terlihat seperti seseorang yang memiliki masalah.

Atau mungkin ia yang tidak benar-benar bisa melihat ada sesuatu yang Xaviera sembunyikan darinya? Atau mungkin dirinya yang terlalu sibuk sehingga tidak tahu bahwa sesuatu terjadi pada Xaviera? Atau mungkin dirinya yang tidak memiliki waktu luang sehingga Xaviera sulit untuk bercerita padanya?

Leandra menyalahkan dirinya. Andai saja ia lebih peka, andai saja ia bisa meluangkan waktunya lebih banyak untuk Xaviera mungkin ceritanya akan berbeda. Mungkin saja Xaviera bisa berbagi rasa sakit padanya. Mungkin saja Xaviera tidak akan mengakhiri hidupnya.

Sleeping With The EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang