Revan berjalan menuju tempat penitipan sepeda motor di depan sekolahnya. Sesampainya di sana, lagi dan lagi ia disuguhi pemandangan yang entah mengapa membuatnya tidak nyaman. Di seberang sana, tampak Rafka sedang memakaikan helm bogo di kepala Nadira. Revan pun berjalan menghampiri keduanya.
"Eh, Bro, mau pulang?"
"Yoi, cewek lo?"
"Yoi"-"Gak!" Jawab Rafka dan Nadira bebarengan.
"Sampai barengan gitu." Ledek Revan.
"Lo apaan sih, orang gue bukan cewek lo juga."
"Bukan cewek gue tapi nempel terus ke gue. Gengsi aja terus gedein."
"Eh, itu cewek lo sakit? Pucet gitu,"
"Ah iya, lupa gue, duh gue gak bawa jaket lagi. Apa gue panggilin taksi aja?"
"Gue bilang gak usah, Rafka. Gue gakpapa." Nadira tersenyum manis.
"Gak mungkin gue bawa lo balik cuman pakai seragam sekolah gini. Bisa-bisa pulang jadi perkedel gue."
"Nih, pakai hoodie gue aja. Belum kotor kok, baru gue cuci kemarin dan baru gue pakai tadi pagi." Revan menawarkan diri.
"Eh, gak usah gakpapa Van. Gue seriusan gakpapa kok."
"Udah gakpapa, daripada lo makin sakit."
Setelah melewati perdebatan panjang dan sedikit pemaksaan, akhirnya Nadira mau memakai hoodie casual milik Revan. Mereka pun berpisah ke jalan masing-masing -jalan ke rumah masing-masing maksudnyaa- kecuali Rafka, karena dia mengantar Nadira terlebih dahulu.
-//-
Pakai hoodie gue aja. Belum kotor kok, baru gue cuci kemarin dan baru gue pakai tadi pagi.
Gue masih punya jantung! Gue masih punya jantung! Gue gak salah dengar kan? Tadi Revan beneran nawarin hoodie nya ke gue kan? Dan sekarang gue beneran pakai hoodie Revan kan? Oh my god! Mimpi apa gue semalam!
Nadira tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin. Hoodie casual hitam milik Revan terpampang jelas di sana. Meski oversize di badan Nadira, namun justru malah membuat tubuh mungilnya semakin terlihat imut. Ah, rasanya Nadira ingin sekali bertemu Revan di bayang-bayang kehaluan malam ini. Tak butuh waktu lama bagi Nadira untuk beralih ke alam bawah sadarnya.
Revan duduk di koridor kamarnya ditemani segelas soda dan camilan ringan. Dia tidak habis pikir, apa yang terjadi pada otaknya akhir-akhir ini. Mengapa ia terus-terusan memikirkan sesuatu yang tak perlu.
Dering telpon membuyarkan lamunan Revan. Ternyata itu Aldi!
"Lo dimana?"
"Rumah"
"Gak mau ke sini? nih anak-anak lagi kum-"
Telpon dimatikan sepihak. Revan pun segera bersiap dan mulai menancapkan gas nya. Tak butuh waktu lama bagi Revan untuk sampai di basecamp mereka. Dilihatnya Aldi dan Edward sibuk bermain game online di ponsel masing-masing, sementara Arya sibuk membuat menu malam ini di dapur.
"Wih, gercep juga lo, Van." Aldi menoleh ketika melihat Revan menghampiri mereka.
"Jangan ditanya, ngebut lah, pasti. Lo kayak gak tau dia aja." Timpal Edward dengan mata tak lepas dari gadgetnya.
"Yang lain mana?"
"Yang lain siapa maksud lo? Rafka?" Tanya Arya sambil berjalan dari dapur sambil membawa nasi goreng buatannya.
"Palingan bentar lagi juga ke sini." - "Nah, itu dia orangnya!"
"Ngomongin gue?"
"Yaelah, baru sampai sensi amat, laper lo? Nih makan!" Aldi menyodorkan sepiring nasi goreng buatan Arya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEHIND YOUR EYES
Teen FictionKisah ini menceritakan kehidupan seorang gadis yang ragu akan masa depan. Bukan, bukan ragu akan siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya, melainkan takut lantaran tak bisa membahagiakan kedua orang tua. Ia punya bakat, tapi tak tahu apa. Mencoba...