Kembali memundurkan kan langkah nya, gadis itu menggelengkan kepala nya cepat. Nafas nya tercekat , pendangan nya memburam karena air mata yang sudah mengumpul di pelupuk mata nya siap jatuh kapan saja.
"Harus nya lo sadar , gue bukan siapa-siapa lo. Gak usah sok ngatur gue mau deket sama siapa, udah muak gue liat tingkah lo. Gue gak main kasar selama ini karena gue masih ngehargain lo sebagai adek nya gareldi, dasar cewek murahan" ia tidak masalah di anggap cewek murahan oleh orang lain tapi tidak untuk alen, sahabat kecil sekaligus pria yang ia cintai. Mata nya masih menatap tak percaya ke arah alen.
Bahu nya bergetar menahan isakan, air mata nya sudah jatuh sejak alen mulai berbicara pada nya. Tatapan marah dan nada bicara alen yang datar pada nya membuat nya bingung, kemana alen yang selalu menghibur nya? Yang selalu tersenyum lembut dan memberi nya pelukan hangat saat diri nya kesepian.
Garetha tertawa parau, harus nya ia sadar posisi nya sudah tergantikan. Mau seberapa keras pun ia berusaha, diri nya akan tetap kalah.
Kaki nya kembali melangkah mundur, tangan nya mengepal menahan amarah dan isakan. Perjuangan nya untuk mendapat cinta alen tidak pernah di anggap, ia hanya di cap sebagai cewek murahan penggangu hidup oleh sang pujaan hati.
Empat pria di hadapan nya hanya menatap datar ke arah garetha. Satu persatu mulai melangkah pergi. salah satu di antara nya menatap garetha penuh kebencian, menyempatkan diri untuk berdecih lalu melangkah pergi.
Terakhir, gareldi. Pria itu menatap datar ke arah garetha, sang adik. Jangan kan niat untuk menolong, bahkan di mata nya tidak ada tatapan prihatin atau pun simpati, hanya ada tatapan kebencian. Mengikuti teman-teman nya, pria itu melangkah pergi. Meninggal kan garetha, sendirian.
Garetha menunduk, tatapan nya kosong dengan air mata yang tidak berhenti berjatuhan. Kecewa? Jelas. Sahabat kecil nya bahkan tidak mengakui nya. Ia salah, harus nya hubungan persahabatan mereka akan tetap berlanjut jika saja perasaan ini tidak muncul.
Kaki nya tidak berhenti melangkah mundur, keadaan memukul mundur diri nya. Memaksa nya untuk berhenti berjuang mengemis perhatian seseorang dan hidup dalam kesendirian.
Garetha kembali tertawa, memang seperti itu harus nya. Sebelum kehadiran alen pun ia pun sudah berjuang sendiri. Ia menyesal memperjuangkan mati matian, pria yang bahkan tak pernah melirik nya.
Sudut bibir nya terangkat, senyum sinis terpantri di wajah nya. Seperti biasa nya, karena ia memang sang antagonis.
BYUR
Dingin, air tanpa permisi masuk ke saluran pernafasan nya. Jadi, ini akhir dari sang antagonist? Jika begini akhir nya ia menyesal sudah membuang-buang waktu berharga nya.
Kegelapan mulai menyapa nya, semakin dalam ia tenggelam dalam air dan penyesalan. Mata nya terasa berat untuk tetap terbuka, samar ia melihat seseorang yang menyelam ke arah nya. Siapa?
. . .
Berbanding terbalik dengan yang terakhir kali, kini cahaya terang menyapa netra garetha. Mata nya mengerjap beberapa kali. langit-langit putih, rumah sakit?
Garetha mulai bangkit dari tidur nya, baru saja ingin menatap ruangan sekitar ia sudah di kejutkan oleh seseorang.
"HEH"
"ANJING-" garetha berjengit kaget menatap sosok pria yang entah sejak kapan sudah ada di samping nya.
Ttak
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonist ?
Fiksi RemajaSetelah di beri kesempatan kedua di kematian nya, gadis itu berubah. sikap nya yang dulu selalu membully seseorang tanpa alasan yang jelas. Kini harus meminta maaf karena ia sadar,diri nya terlalu buang-buang waktu untuk melakukan hal tidak penting...