Bab 8. Ikatan.

0 0 0
                                    

Kedekatan itu bukan soal jarak, tetapi perasaan. Sejauh atau sedekat apapun, jika perasaanya berada di tempat lain, memilikinya saja mustahil lalu bagaimana membuatnya dekat.

Serentak tangan-tangan lihai mahasiswa/i merapikan benda padat bersegi empat beserta prajuritnya masuk kedalam tas, setelah dosen menjelaskan bak permainan rolerkoster dipagi hari jam pelajaran pun usai. Dosen meninggalkan ruangan begitu saja, diikuti suara gesekan bangku serta langkah kaki yang lainnya beranjak meninggalkan ruangan.

Althea menoleh ke tempat Franth duduk. Tampak Franth sudah berdiri dan sebentar lagi akan melintasinya. Tak lama pria angkuh itu mendekat tanpa menatapnya sedikit pun.

"Tu--tunggu, yakkk!"

Althea yang ketinggalan dua langkah dari pria dihadapannya itu terjatuh, ketika berdiri dan berusaha menyusul kaki kursi menghalangi langkahnya. Franth yang ikut terkejut sontak menoleh memegang sudut ujung meja.

"Aih ...." keluhnya dengan tatapan membidik kesal kearah Franth, "seharusnya menolongku, kau malah melindungi meja itu," lanjut keluhnya membersihkan telapak tangan.

Franth melepas pegangannya pada sudut meja memalingkan wajah seakan menahan tawa. Mengingat niatnya tadi ingin melindungi kepala gadis ceroboh itu agar tidak membentur meja. Namun, ternyata jatuhnya bersebrangan.

"Kau yang membuat dirimu jatuh, sekarang menyalahkanku."

Mendengar ucapan Franth, ia seketika bangkit, tak bisa dipikirkan itu sangat memalukan. Ia pun memasang ekspresi baik-baik saja lebih tepatnya agar tampak sebagai wanita cool yang tahan akan banting, he! Sambil memutar sembilang puluh derajat bola matanya Althea membersihkan seragamnya yang seolah tertempel debu.

Siasat menutupi malu!

"Siapa yang menyalahkanmu, ucapanku itu benar, dasar manusia tak berkeprikasihanan kepadaku," gemerutu kecilnya mendengkus kesal, "lupa. Diakan bukan manusia," lanjut gemerutunya.

"Trus, buat apa kau menghentikanku?"

"Eum, itu. Tunggu! Seketika aku lupa," balas Thea sedikit memijat pelipisnya.

"Kau sedang berusaha mencari perhatian dariku?"

"Ha!"

Sungguh tak tersangka ucapan Frant membuat gendang telinganya memanas, seperti ada pemantik didekat semburan gas. Wajah syok dengan bola mata sebulat bola pingpong Althea terdiam, seketika itu pula Franth menghilang dari pandangannya.

"Yak! Vampir sialan!?" teriak kesalnya menggema bersamaan masuknya ke tiga gadis yang menatapnya begitu sinis.

"Lihat dia halusinasi lagi," cetus Prily mendekatinya

"Kurasa jiwa halunya semakin parah, bau kutu buku," imbuh April seraya duduk diatas meja memperhatikan dengan tatapan tak suka.

"Pergilah, kalian ini menganggu saja," ujar Althea kembali duduk di tempatnya, melanjutkan catatannya yang tertinggal jauh.

"Jangan menggangunya! Kalian tidak dengar dia sudah mengusirmu."

Seketika mereka berempat menoleh kearah pintu saat mendengar sahutan lantang itu. Gadis berambut ikal bak seorang model mendekat menghampiri mereka.

"Hazel, kau sudah kembali?" seru Thea menyalip ketiga manusia dihadapannya, melesatkan pelukan erat kepada sahabatnya itu.

"Ketiga hama itu menganggumu," ucapnya tersenyum sinis.

"Syyyyt!"

"Guyz cuss pergi, bau kutu buku makin menyebar," ucap April beranjak meniggalkan mereka.

Holy BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang