Mobil melaju agak lambat, banyak truk yang berhenti di tengah jalan. Kuusap kaca jendela samping, untuk menghilangkan embun. Lalu, berusaha melihat ke luar. Tidak terlihat apa-apa, di luar sangat gelap.
"Ini dah KM berapa, Bar?" tanyaku.
"Mana gw tau, lu cek aja sendiri!" balas Akbar ketus. Begitulah sikapnya kalau sedang konsentrasi penuh.
"Udah deket KM 90an, Kak," sahut Amir.
"Tuh udah keliatan yang kata Kakak itu," lanjutnya.
"Apaan lagi?"
"Cewe yang mondar-mandir nyebrang jalan," jelasnya.
Aku sempat melihat sebuah tayangan di Youtube, kalau di KM 90 ini ada seorang wanita yang terus mondar-mandir menyebrang jalan tol. Gerakannya super cepat, mungkin bisa dibilang saingan The Flash.
Dia kerap kali mengganggu pengendara. Jika kita dalam kondisi kurang sehat, haid atau nifas, dan menjadi lebih sensitif. Maka semakin besar kemungkinan bisa merasakan kehadirannya. Seperti merasakan semilir angin dingin yang lewat, suara tawanya atau benturan halus. Namun yang paling parah, dia sering juga menumpang dan pergi dengan sendirinya.
"Oh, awas dia masuk mobil," balasku.
"Gak bakal berani."
Badanku kembali merinding, bercampur perasaan yang tidak enak. Kepala pun seperti migrain, hanya sakit pada bagian kiri saja. Pundak mulai terasa berat.
"Ada lagi?" tanyaku pada Amir.
"Ada, coba Kakak tempelin tangan ke kaca samping!" perintah Amir.
Ada hawa dingin, tapi berbeda dengan pendingin mobil. Rasa dingin ini sepertinya menempel, tembus sampai pori-pori kulitku.
"Eh dia ketawa kesenengan, Kak," ucap Amir.
"Dia?"
"Iya, setannya kesenengan dipegang-pegang kakak.
Aku buru-buru melepaskan tangan dari jendela.
"Parah dah," balasku kesal.
Amir mencondongkan badan ke depan. Hingga kepalanya kini berada di balik tempat dudukku.
"Kakak mau tau gak tadi megang apanya?" bisiknya.
"Gak!" balasku.
"Kakak pegang mukanya."
"Dih!"
"Mau tau gak sosoknya apa?"
"Gak!"
"Yakin?"
"Gak mau ah," elakku.
"Kuntilanak Merah," bisiknya.
"Kenapa ya banyak Kuntilanak Merah suka sama kakak. Amir bingung deh," lanjutnya.
"Mana kakak tau. Dah jangan diomongin terus ntar dia kegeeran."
Amir kembali ke posisinya semula.
*
Pertanyaan Amir tadi terus terngiang-ngiang di pikiranku. Kenapa Kuntilanak Merah sering mengejarku. Padahal aku tidak bisa melihat mereka, apalagi berinteraksi.
Pertama kali aku menyadari kalau ada Kuntilanak Merah yang mengikuti itu ketika SMP. Salah seorang teman sempat mengingatkan kalau ada Kuntilanak Merah yang sering mengikutiku sampai rumah. Namun dia merasa bingung, bagaimana mungkin aku tidak menyadarinya. Padahal menurutnya energi sosok itu sangatlah besar.
Kejadian berikutnya saat aku kuliah. Karena hobiku sering bermain game online hingga larut malam. Lalu pulang sendirian. Ternyata, ada satu sosok yang tertarik. Terkadang dia mengikuti sampai kamar. Lagi-lagi aku tidak sadar, sampai ada orang yang bertanya ....
"Kok kamu kuat?" tanya Seorang mahasiswi saat aku sendang duduk sendiri di koridor kampus.
Aku mengerutkan dahi. Rasanya aneh ada orang yang tidak dikenal, langsung bertanya seperti itu.
"Maksudnya?" tanyaku bingung
"Emang gak kerasa, Ya?"
Pertanyaannya itu membuatku semakin bingung.
"Apaan?"
"Itu di sana, ada sosok yang terus ngintipin lu," ucapnya sambil menunjuk ke ujung koridor. Aku pun menoleh ke sana.
"Kayanya dia dah lama suka sama, Lu."
"Siapa?" Jujur aku tidak melihat ada siapapun di sana.
"Kuntilanak Merah."
Dang! Lagi-lagi Kuntilanak Merah. Mahasiswi itu bingung, biasanya orang yang diikuti Kuntilanak Merah itu bisa berakibar fatal, bahkan hingga kematian. Sifatnya yang overprotektif ketika menyukai seseorang, kadang bisa membahayakan teman sekitar.
Namun yang dia lihat sekarang ini jauh berbeda. Si Kuntilanak Merah ini selalu menjaga jarak denganku. Bahkan dia tidak bisa mendekati atau menyentuhku. Entah apa penyebabnya, dia pun bingung.
*
DUG!
Suara pukulan di jendela samping membuyarkan lamunanku. Dengan cepat tanganku meraih gorden dan menutupnya.
"Hihihihi." Terdengar suara wanita tertawa melengking. Pelan sekali, tersamarkan dengan bunyi derasnya hujan.
"Tuhkan, awas aja kalau ampe ngikut," ucapku kesal sambil menghadap ke Amir.
"Gak bakal, aman kok."
Aku kembali melihat kaca depan mobil. Di tengah hujan dan gelap, terlihat ada semburat cahaya berwana merah.
"Hmm, jangan mikir aneh-aneh, palingan lampu sein belakang truk yang mogok," pikirku mencoba mensugestikan diri.
Mobil kami semakin mendekati cahaya itu. Sekarang sudah mulai berbentuk seperti orang yang sedang berdiri di tengah jalan. Hujan deras membuatnya tidak terlihat jelas, hanya seperti bayangan berwarna merah.
Aku menatap wajah Akbar, sepertinya dia tidak melihat sosok itu. Sehingga aku menahan diri untuk memberitahunya. Khawatir dia kaget, lalu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
"Semoga bukan orang, semoga bukan orang," ucapku dalam hati, mengulang-ulang kata itu, sampai mobil kami melewatinya. Ada hembusan angin menghatam wajah, diikuti dengan bulu kudukku meremang.
"Hihihihi." Sayup-sayup terdengar suara tawa melengking di telingaku.
Aku hanya bisa diam terpaku sambil terus beristighfar dalam hati. Berusaha tidak menunjukan kepanikan.
Sudah merasa agak tenang, aku melihat wajah Amir, seperti tidak terjadi apa-apa.
"Masa Amir gak liat sih?" ucapku dalam hati.
"Ada apa Kak?" tanya Amir heran.
"Oh gak."
Benar dugaanku, sepertinya Amir tidak melihat sosok itu. Setelah itu, sepanjang perjalan, aku lebih banyak diam. Banyak pertanyaan yang muncul dibenakku, salah satunya adalah ...
Apakah itu Kuntilanak Merah yang Amir maksud?
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuntilanak Merah Tol Cipularang
TerrorKetika perjalanan singkat berubah menjadi menyeramkan. Kuntilanak Merah itu terus mengikuti, hingga membuat malam-malamku begitu mencekam.