At 8 o'clock

11 4 1
                                    

"Nana pamit dulu yaa,pamitin ke bunda"pamit Jenza sambil mengemasi barang nya.

"Iya,kayak nya bunda lagi di kamar mandi deh,nanti aku sampein tenang aja"ujar Vhalera sambil menghantar kan Jenza menuju teras.

"Eh na kamu mau lanjut sekolah di SMA aku apa gimana kedepannya?"tanya Vhalera.

"Nana udah lulus SMA tahun lalu ra,kalau kuliah nana belum ada rencana untuk saat ini"jawab Jenza.

Vhalera memandang Jenza dengan penuh tanda tanya,ia dengan Jenza seumuran,bagaimana bisa Jenza sudah lulus tahun lalu? ia saja baru akan lulus tahun ini.

Jenza yang seakan mengerti langsung menjelaskan,"Nana program belajar 1,5 tahun di Australia"

Vhalera tak heran,Jenza anak yang pandai,jadi wajar saja ia bisa lulus di usia yang masih dibawah rata rata anak SMA lulus biasanya.

"jadi selama ini kamu di Australia?kenapa ga kasih kabar sama sekali?terus ngilang gitu aja? kenapa harus ke Australia?"tanya Vhalera berturut turut,rasa penasaran nya seakan sudah tak dapat di tahan lagi.

Jenza terdiam sejenak,ia bingung harus menjawab apa,tak mungkin ia memberi tahu kepada Vhalera apa alasan nya pergi.

"Eumm bunda nana ada kerjaan mendadak di Australia dan nana sama adek harus ikut kesana,maaf ya nana gak sempet pamitan,handphone nana juga hilang di bandara waktu itu jadi gak bisa ngabarin kamu ra"jawab Jenza.

Vhalera tau ada yang salah dari Jenza,mungkin benar Bunda nya tengah ada pekerjaan di Australia,tapi entah kenapa ia merasa ada yang disembunyikan oleh Jenza,dari gerak gerik nya ia pun sudah tahu ada yang salah.

Jenza jarang bercerita jika ia ada masalah,ia lebih memilih memendamnya sendiri tanpa seorang pun yang tahu,itu karakter Jenza.

"Yaudah,kamu ati ati ya na"ujar Vhalera.

Jenza mengangguk, ia teringat sesuatu.

Jenza membuka resleting saku tas depan nya,ia memberikan secarik kertas kosong dan sebuah pensil kepada Vhalera.

"Tulis nomer telepon kamu ya ra disini"

Vhalera mengambilnya dan menuliskan nomor telepon nya dikertas itu,ia memberikan kertas dan pulpen itu kembali kepada Jenza setelah selesai.

Jenza tersenyum,"nomor telepon kamu masih sama ya ra?"

"Aku emang ga ganti no handphone biar kamu bisa hubungin aku suatu saat"jawab Vhalera.

Jujur Vhalera tak ingin overthinking,Jenza ternyata hafal nomor nya,kenapa ia tak menelpon menggunakan handphone orang lain saat di Aussie?Vhalera berusaha melawan pikiran itu,ia tak boleh egois,ia tau pasti ada alasan nya.

"nana minta maaf ya ra"

Vhalera mengagguk,"gapapa na,liat kamu sekarang ada didepan aku dalam keadaan sehat aku udah seneng"

Rasa bersalah?sudah pasti ada,jika Jenza bisa memilih,ia pun tak akan memilih untuk pergi,ia akan disini selamanya disamping Vhalera walau hati nya akan tergores setiap saat.

"Nana pulang naik apa?"tanya Vhalera,ia baru sadar Jenza tak bawa kendaraan.

"Oh ya,nana lupa kenalan sama tetangga baru"

"Hah?"Vhalera bingung,maksudnya?

"Nana tinggal di samping rumah kamu ra sekarang,nanti malam jam 8 dibuka yaa jendela kamar nya,nana punya sesuatu buat kamu"ujar Jenza.

Vhalera mencoba mengingat sesuatu,rumah disamping nya memang rumah kosong,dan kemarin Bunda nya bilang bahwa akan ada orang yang menempati rumah itu, ternyata itu Jenza?Wah.

Langit menggelap,matahari pun mulai terbenam,Jenza melambaikan tangan nya di depan Vhalera yang tengah melamun,"Hey,nana pamit dulu yaa, jangan lupa jam 8!"pamit nya sambil berlari keluar gerbang tanpa menunggu respon Vhalera.

•••

Jenza membuka jendela kamarnya,ia mengecek jam di tangan nya,pukul 07:56.

Seseorang mengetuk pintu kamarnya,namun ia tak mendengar nya,ia sibuk memainkan gitar nya,hingga akhirnya pintu kamar nya di buka oleh sang adik,Anya.

"Kak?Ngapain?"tanya Anya.

Jenza tersenyum,ia meletakkan gitar nya menghampiri Anya,"Mau buat sesuatu buat Vhalera"ujar nya.

Anya tersenyum menanggapi kakak nya,menurut nya Vhalera adalah perempuan yang beruntung,ia dicintai oleh orang seperti Kakak nya,walau Vhalera sendiri tak mengetahui nya.

Anya tak mau mengganggu usaha kakak nya,ia memilih untuk keluar dari kamar Jenza,sebelum nya ia berpesan,"Jangan kecapean ya kak"

Jenza mengangguk,atensi nya kembali fokus pada gitar nya,tapi tiba tiba oksigen seakan menghilang begitu saja dari kamarnya,nafasnya sesak dan dada nya sakit.

"Tuhan tolong jangan sekarang"

Ia mengecek jam tangan nya lagi,waktu menunjukkan pukul 07:59,1 menit sebelum jam 8.


Jenza menarik nafas nya dalam dalam,mencoba untuk kembali menormalkan pernafasan nya,ia meraih gelas berisi air di meja nya dan segera meneguknya.

"Nana!Udah jam 8!"

Teriakan Vhalera dari jendela sebrang masuk ke indra pendengaran nya,Jenza meraih gitar nya kembali,berusaha membuat seolah sedang baik baik saja dan tidak terjadi apa apa.

"Ra,lagu favorit mu apa?"teriak Jenza dari jendela kamar nya sambil tersenyum.

"Aku?Eummm Perfect! lagunya Ed Sheeran,aku suka itu"balas Vhalera dengan teriakan yang tak kalah kencang dengan Jenza.

"Vhalera,jangan teriak teriak"

Vhalera kaget mendengar suara teriakan bunda nya dari lantai bawah,"Na!Kayak nya gak usah teriak deh aku dimarahin nih sama bundahara,biasa bunda lagi nonton sinetron makanya ga mau diganggu"

Jarak antar jendela mereka sebenarnya tak terlalu jauh,hanya 2 meter,sebenarnya mereka tak perlu berteriak untuk berbicara,hanya saja  Jenza ingin ini seperti scene film yang ia lihat minggu lalu.

Jenza tertawa kecil,ia sudah tebak Vhalera akan memilih lagu itu karena lagu itu memang lagu favorit nya,baguslah ia tak salah berlatih lagu.

Baby, I'm dancing in the dark

with you between my arms

Barefoot on the grass, listening to our

favourite song

When you said you looked a mess

I whispered underneath my breath

But you heard it, darling

you look perfect tonight

'andai kamu itu Tean,betapa bahagianya aku sekarang na'

Hanya itulah yang Vhalera rasakan,Tean adalah sosok yang ia bayangkan dan fikirkan walau lelaki yang ada dihadapannya ini adalah Jenza,lelaki yang jauh lebih mencintai nya.

•••

"Biarkan aku mencintainya dalam diam,agar tak menciptakan luka baru pada hati nya"
-Najenza

Pelabuhan Terakhir[Na Jaemin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang