Keadaan kamar yang remang hanya mengandalkan lilin dibeberapa sudut kamar. Nafas (y/n) terlihat teratur dengan leher yang diperban menggunakan kain putih.
Manik (e/c) mengerjap pelan menatap pemilik surai hitam yang yang sibuk membaca didekat jendela. Sebuah lentera kecil ada diatas meja sebagai penerangan.
"Kau sudah bangun?"
Suara khas itu membuat (y/n) menitikkan air mata. Manik abu-abu yang menenangkan terlihat terkesiap sejenak sebelum tersenyum kearah (y/n).
"Kau sudah tidur tiga hari," ucapnya. "Kau juga kehilangan banyak darah karena luka gigitan monster itu."
Monster, satu kata yang dilontarkan membuat (y/n) terdiam. Dia tahu pasti Sukuna adalah monster kejam yang berniat memakannya. Tapi disudut kecil hati (y/n), kenapa dia justru membenci panggilan itu disematkan pada Sukuna.
Suara derit pelan kursi yang digeser ketempat (y/n) tidur, "namaku Hayate, nona. Siapa namamu?"
Bibir (y/n) mengulas satu demi satu kata karena tenggorokannya terasa sakit. Itu mengingatkannya seberapa keras (y/n) berteriak saat mulutnya dibekap Sukuna.
"(Y/...n)"
Hayate mengulas senyum tipis, jemarinya menyusuri perban diselangka (y/n), "nona... Apa kau tahu arti tanda yang ada diatas kulitmu itu?"
Mata (y/n) mencoba melirik. Hanya terlihat sedikit, "apa?"
"Monster itu menandaimu," jelas Hayate. "Sebagai miliknya satu-satunya."
.
.
."Soichiro-san," panggil (y/n).
Laki-laki bersurai salju dengan mata biru itu menatap (y/n) bertanya. Manaka, dokter kediaman ini sibuk membersihkan darah (y/n) yang menetes dicawan. (Y/n) sebenarnya ingin menanyakan kenapa Soichiro mengambil darahnya.
Soichiro terlihat menyesap cerutu panjang beraroma. Asap membumbung membuat (y/n) sedikit mengibaskan tangan –menghalau asap– agar tidak mengenai wajah dan matanya.
"Ryomen Sukuna membunuh delapan puluh tiga orang hingga hari ini," ucap Soichiro. Terlihat jelas pria itu lelah dan stress dari kantong matanya yang menghitam. "Sejak kau datang, semuanya jadi seperti lautan darah."
Manaka berdiri meninggalkan (y/n) berdua dengan Soichiro, membawa cawan berisi darah (y/n) beserta rombongan tabib bersama Hayate juga keluar dari ruangan.
Soichiro berdiri didepan (y/n), kepalanya menunduk menatap (y/n) dari dekat, "salah satu korbannya adalah adikku."
Nafas (y/n) tercekat menatap manik biru laut tajam yang terhunus padanya. Soichiro melempar cerutu kesudut ruangan dan mencengkram kedua bahu (y/n).
"Katakan! Apa yang membuatmu sampai diincar oleh monster itu?! Monster itu bahkan membunuh banyak orang untuk memancingmu keluar!"
Tubuh (y/n) sakit. Terlebih lukanya kembali mengeluarkan darah. Tangan Soichiro bahkan sudah mulai terlumuri darah (y/n).
Sejenak keadaan hening ketika Soichiro menunduk. Kedua tangannya masih setia meremas keras pundak (y/n). (Y/n) ingin berteriak keras karena rasa ngilu dan perih karena kuku-kuku Soichiro menancap dikulit dan lukanya.
Soichiro menakutkan.
"Dimana pisaunya?" tanya Soichiro pelan. Saat monster itu datang kenapa kau tidak menusuknya?"
Tuntutan itu membuat tubuh (y/n) bergetar dan merinding halus. Kedua pupil matanya bergetar cepat, Soichiro menatap (y/n) layaknya seorang pemburu pada mangsa.
Tangan (y/n) bergetar, jari telunjuknya terangkat menunjuk laci meja. Soichiro melepas pegangannya dan disambut ringisan oleh (y/n).
Laci itu ditarik kasar hingga jebol, Soichiro mengeluarkan pisau yang terbungkus pelindung berkertas mantra penyegel.
"Kau bahkan tidak membuka pelindung pisaunya," kekeh Soichiro. Soichiro menatap (y/n) rendah, "ah... Aku mengerti."
Pria itu berjalan kearah pintu kamar (y/n) dan membukanya, "pada akhirnya kau jatuh cinta pada makhluk biadap seperti itu."
Soichiro memanggil pelayan dan pengawal kediaman rumahnya, "penjarakan wanita itu dibawah tanah dan suruh Manaka menyelesaikan jebakan darahnya."
.
.
.Ryomen mengendus pelan udara lembab berbau besi khas darah yang tak asing. Itu berasal dari Sukuna, dirinya dari masa depan.
"Jadi kau sudah memakan pelacur kecilmu?"
Sukuna menggelengkan kepalanya pelan lalu tertawa miris. Tawanya terasa dingin membelah udara.
"Kali ini apa lagi?" tanya Ryomen mengorek telinganya dengan jari kelingking.
"Aku ingin membunuhnya," bisik Sukuna pelan.
"Ya bunuh saja." jawab Ryomen. Pria itu mengangkat bahunya ringan, "manusia perempuan ada banyak, kau bisa menyetubuhi mereka sepuas yang kau mau, kau juga bisa memakan mereka sampai perutmu terasa akan kenyang hingga tahun depan."
Mata merah Sukuna terlihat tidak berminat dengan ucapan Ryomen. Tatapannya yang tajam beralih menatap kedua tangannya. "Tapi (y/n) hanya satu," ulas Sukuna. "Dia tidak sama dengan perempuan-perempuan lainnya yang diluar sana."
Ryomen berjongkok didepan Sukuna. Bibirnya menyeringai lebar menatap Sukuna, "maksudmu bakat penarik miliknya?"
Ryomen terkekeh keras, "ya ya ya kau benar! Manusia seperti itu sangat langka. Darahnya terasa seperti madu bukan?"
Ryomen merangkul bahu Sukuna, "ayo kita kerja sama. Kita rebut (y/n) dan membagi dua tubuhnya. Setengah untukmu setengahnya lagi untukku, kau tidak akan kehilangannya, dia akan abadi didalam tubuhmu."
Hasutan itu membuat pupil merah Sukuna bergetar pelan. Tenggorokannya sangat kering setelah mencicipi sedikit daging dan darah (y/n).
.
.
..
.
..
.
.T
B
C.
.
..
.
.San: /lirik duo sukudin lagi cengengesan. "Tobat gobs, udah aki-aki juga masih aja kepikiran nganu-nganu sama cewek."
.
.
..
.
..
.
.See you next chapter 🚶🏻♀💨💨💨
14 Juni 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
☑ ⃟ ⃟ ⃟ Timeless (Ryomen Sukuna X Readers)
FanfictionIngatan yang tak seharusnya diusik kembali muncul perlahan, akal sehat berganti perasaan takut berlebihan. Ide gilanya terbesit halus didalam benak. "Berhentilah menyentuhku bajingan! Aku membencimu hingga kesudut jantungku." "Seharusnya kau berbang...