#Rain

10 2 1
                                    

"Aku memilih tetap disini bukan karena aku menyerah, tapi karena aku percaya bahwa Tuhan akan kembalikan kamu padaku. Bagaimanapun caranya"
.
.
.
.
.

©Raibae_



Lagi dan lagi, pagi ini hujan mengguyur seisi kota yang terlihat damai. Membuat penduduknya semakin malas beranjak dari atas kasur dan lebih memilih menarik selimutnya, melanjutkan menyelami dunia mimpi. Jam masih menunjukkan pukul 6 pagi, artinya masih ada setengah jam lagi menuju jam sibuk ibukota. Tapi hari ini Sabtu, tak perlu terburu-buru bersiap karena sekolah libur. Seperti Asha, jiwanya seakan enggan meninggalkan kasur. Kalau saja mama tidak meneriakinya untuk bangun, mungkin ia masih bergelut dengan selimutnya.

"Ma, hujannya dari kapan sih? Dingin banget". Asha menyeruput teh hangat yang sudah dibuatkan oleh mama, teh yang tidak pernah mengecewakan menurut Asha.

"Udah dari tadi malem, jam 3 an kayaknya".jawab mama seadanya juga sembari meminum teh hangat buatannya.

"Kalau aja papa disini, pasti seru. Bisa mandi hujan bareng". Mama mendelik menatap Asha kasihan, lucu. "Ngawur aja kamu ngomongnya. sana mandi! Nanti ga ada yang mau nyalon jadi mantu mama kalau tau anak gadisnya pemalas kaya gini!". Sekarang giliran Asha yang menatap mamanya kasihan, soalnya mama ngarep banget cepet punya mantu. Lagian asha kan masih sekolah, ada-ada saja.

"Yaudah iya. Tapi abis mandi Asha mau minta buatin seblak ya?". Mama mah ngangguk santuy aja. Katanya udah biasa diginiin sama Asha, anak gadis satu-satunya itu.

"Iyaaa, sana buruan mandi!". Percakapan pagi pun berakhir dengan Asha yang melanglang masuk kamar mandi karena paksaan dari mamanya.

Keluarga Asha memang keluarga yang hangat dan cinta perdamaian. Walaupun papa jarang ada dirumah. Semuanya bisa dibicarakan baik-baik. Mama dan papa juga bukan tipe orang tua toxic yang ngelarang anaknya ngelakuin ini-itu, yang penting Asha tau batasannya.

©Raibae_

Kalau orang-orang lebih memilih rebahan di kasur atau bersantai dirumah seperti yang Asha lakukan. Pemuda satu ini justru lebih memilih untuk berjalan menyusuri rintik hujan yang tak kunjung usai. Rasanya jalan setapak yang basah ini terasa lebih hangat dibanding suasana rumahnya.

Matahari masih enggan menampakkan wujudnya, walaupun hujan sudah sedikit mereda beberapa menit lalu. Namun suasana kota sudah terlihat lebih ramai dari setengah jam sebelumnya. Orang-orang sudah ramai berlalu lalang menjajaki aspal yang basah.

Pemuda itu -sebut saja namanya ZAYN- sedang duduk manis di sebuah kedai kopi yang sudah buka pagi-pagi sekali. Dengan ditemani secangkir kopi americano, Zayn nampak santai membolak-balikkan novel yang sengaja ia bawa dari rumah. Novel kesukaannya, karya sastra berjudul ayahku bukan pembohong dari seorang penulis ternama, tereliye.

Entah mengapa, hatinya terus berpacu saat membaca novel itu, rasanya sudah kali kesepuluh dia membacanya, tapi tidak ada rasa bosan sedikitpun. Zayn sangat menyukai karakter ayah dalam cerita itu. Ayah yang tetap tegar, tetap mencintai anaknya meski anaknya itu sangat membenci ayahnya hanya karena salah paham.

Dalam lubuk hatinya, ada sedikit harapan ayahnya akan berbuat seperti itu pula, mencintai dan menyayangi nya.

Mimpi saja kamu Zayn.

Diary  Asha || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang