26 - I'm Sorry

156 20 11
                                    

HAPPY READING

***

Kini Luna berdiri di depan cermin sambil menatap pantulan dirinya yang sudah rapi dalam balutan jeans serta crewneck. Gadis itu menghela napas, mempertimbangkan jawabannya sekali lagi sebelum benar-benar melesat menuju kafe yang ditunjuk oleh Nara.

Benar. Gadis itu memutuskan untuk menerima tawaran dari Nara setelah ia meminta saran pada Cia. Cia berkata dia harus mendengarkan alasan laki-laki itu secara keseluruhan dan memberikan laki-laki itu kesempatan untuk mencoba memperbaiki situasinya.

Luna keluar dari kamarnya dan memutuskan untuk menghampiri Cia yang lagi-lagi sedang asik bereksperimen di dapur. Aktivitas Cia otomatis terhenti ketika menyadari kehadiran Luna di dekatnya. Cia langsung menatap Luna.

"Gimana? Rapi nggak?" tanya Luna.

Cia tersenyum jahil, "Ciaelah... Tumben banget nanya gitu? Biasanya percaya diri aja sama penampilannya."

Luna berdecak sebal, "Cia, seriusss."

Cia terkekeh pelan, "Iya udah rapi kok, udah cantik."

Luna ikut-ikutan terkekeh pelan. Gadis itu lalu duduk di dekat Cia dan mulai memperhatikan apa yang gadis itu lakukan. Cia yang merasa di perhatikan kini kembali menatap Luna dengan tatapan bingung.

"Kok belom berangkat?" tanya Cia.

"Bentar lagi deh. Mager nunggu lama-lama," ucap Luna.

"Udah hampir jam tujuh tau, Lun. Lo sama Nara janjian jam tujuh, kan? Udah sana!" usir Cia.

Luna hanya bisa menghela napasnya lalu mengiyakan ucapan Cia. Setelahnya, gadis itu memutuskan untuk berpamitan pada Cia dan segera melesat ke tempat makan yang sudah ditunjuk oleh Nara.

Semoga keputusannya tepat.

***

Sudah hampir setengah jam Nara berdiam diri di tempat makan itu.

Nara melirik jam hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul tujuh lewat sepuluh menit dan gadis itu masih belum tiba. Laki-laki itu ganti menatap Espresso dan Coffee Latte yang sudah mulai dingin di depannya.

Nara menghela napas lalu memutuskan untuk mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia masih memutuskan untuk menunggu kehadiran gadis itu. Ia benar-benar ingin berbicara dengan gadis yang belum lama memarahinya itu.

Laki-laki itu menatap pintu dengan perasaan harap-harap cemas. Berkali-kali orang masuk dan keluar, berkali-kali juga Nara berharap bahwa Luna adalah salah satu dari sekian banyaknya orang itu. Namun tetap saja, Luna belum datang.

Secara tiba-tiba, pintu terbuka dan menampilkan sosok gadis yang ia tunggu-tunggu. Gadis itu seperti sedang memasukkan sesuatu ke dalam tasnya lalu mencari-cari kehadiran Nara. Nara tetap memandanginya sampai Luna sadar akan kehadirannya.

Luna akhirnya menemukan Nara. Gadis itu berjalan santai ke meja yang sudah di tempati oleh Nara lalu duduk di sebrangnya. Luna menatap Nara dan Coffee Latte yang ada di hadapannya secara bergantian.

"Sorry, gak expect kalo bakal macet. Udah lama?" tanya Luna.

Nara menggeleng, "Baru sebentar."

Luna menatap Nara dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, "Oke."

Mereka berdua diam dan menyesap minuman masing-masing.

"Jadi, kenapa?" tanya Luna.

Nara menatap gadis itu lalu menghela napasnya, "Gapapa. Gue cuman pengen liat lo."

EspressoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang